Chapter 5

307 38 7
                                    

"Gue ketemu Taehyung," laporku pada Eunha malam itu juga melalui telepon. Sambil mencopot jam tangan, cincin, dan kalung perakku, aku berjalan mondar-mandir didalam kamar tidurku.

"Lo sama siapa?" tanya Eunha khawatir. "Sinb."
"Lo sama Sinb?" tanya Eunha terkejut. "Ngapain?"
"Ceritanya panjang," jawabku cepat. "Intinya, gue ketemu Taehyung, Na, sama perempuan lain yang setipe sama ratu Prom. Namanya Nayeon."
"Lo kenalan sama dia?" tanya Eunha heran. "Kepaksa," jawabku merana. "Mereka lewat didepan meja gue sama Sinb."
"Apa Taehyung kenalan sama Sinb?"
Aku anggukkan kepalaku tapi kemudian aku menyadari Eunha tidak bisa melihatku. "Iya," jawabku senang.

"Lo ngenalin Sinb sebagai apa?"
"Sinb," jawabku bingung. "Emangnya gue mesti ngenalin dia sebagai apa? Eminem?"
"Pacar, bego!" sembur Eunha jengkel. "Dia ngenalin Nayeon sebagai apa?"
"Nayeon," jawabku sebal. "Perempuan kelima puluh enam setelah gue."
Eunha tergelak mendengar kekesalanku. "What do you feel?"
"Marah," jawabku cepat. "Kenapa Taehyung bisa gampang banget ngelupain gue dan mendapatkan perempuan demi perempuan demi perempuan demi perempuan. Sementara gue?!"

Eunha mendesah iba mendengar keluhanku. "He's not for you, Honey," nasehat Eunha hati-hati. "Move on dan raih hidup yang ada didepan lo, bukan dibelakang."

....
He's not for me, itu sudah aku sadari dan terima sekarang. Tapi Move on? Bagaimana caranya? Kalau hanya sekedar melangkah, aku tahu caranya.  Menghentikan kemarahan, menghilangkan ketakutan, dan sebuah penilaian yang tertanam jauh di dasar kepalaku, itu yang aku tidak tahu bagaimana caranya.

****

Cafe Vegas 17:35.

Entah kenapa Sinb menerima ajakan Sowon untuk bergabung bersama kami waktu kencan pertama itu. Siwon, suami Jihyo, dan Jeongkook, pacar Eunha, hanya cengir-cengir menggodaku ketika melihat Sinb datang bersamaku. Sore itu, kami sengaja memilih tempat duduk didepan jendela kaca yang didesain jatuh ke belakang dengan sudut dua puluh derajat. Membuat kami bisa leluasa melihat jalanan yang terletak dibawah Vegas.

"Perasaan lo gimana, Ju?" tanya Eunha sambil mengamatiku ketika Sinb, Siwon, Jeongkook dan Sowon sedang bermain billiard.
"Biasa aja," jawabku acuh.
"Are you sure?" tanya Jihyo yang sedari tadi memang tidak lepas mengamati Sinb. "He likes you."
"Jangan Ngarang!"
"Oh, please...," bentak Jihyo gemas. "Berhenti menyangkal dan pura-pura bodoh. Buat apa dia terima ajakan Sowon kalo dia enggak suka sama lo?"
"Dia cuma pingin ikutan nongkrong!" tukasku jengkel.
"Bareng sama kita?" cemooh Jihyo tergelak. "Darling, menurut lo ini enggak konyol? Datuk Maringgi nongkrong bareng sama teman-temannya Siti Nurbaya?"

Monyong!

Tanpa memedulikan gerutuanku, Jihyo kembali mengamati Sinb yang sedang berdiri disamping satu-satunya meja billiard yang diletakkan melintang ditengah ruangan. Diam-diam aku mengikuti kelakuan Jihyo, mengamati Sinb tanpa terlihat mencolok. Sinb memiliki badan yang tegap walaupun bukan termasuk dalam kategori kekar. Tingginya mungkin sekitar 175 cm. Rambut hitamnya yang lurus dipotong sangat pendek. Wajah putih Sinb slalu terlihat tenang dengan bibir tipis yang sesekali menyunggingkan senyum samar. Sekilas, sekejap, bahkan mungkin, dia tidak perlu otot untuk melakukannya. Eunha dengan bersemangat menyatakan pendapat bahwa itu merupakan salah satu ciri lelaki romantis. Kadang-kadang aku pikir, bola mata Eunha tersambung secara langsung dengan pusat syaraf romantis diotaknya. Karena sepertinya, segala hal yang dilihatnya selalu jadi romantis.

Tanpa disangka-sangka, Sinb menoleh ke arahku dan memergokiku yang sedang mengamatinya. Aku sedikit kelabakan ketika mata kami saling bertemu. "Jangan buang muka!" bentak Jihyo yang melihat kejadian itu. "Liat dia terus, tapi jangan senyum. Bikin dia penasaran."
"Buat apa?" tanyaku bingung tapi entah mengapa aku menuruti saran ngawur Jihyo. Walaupun bibirku tidak tersenyum tapi hatiku berteriak senang manakala kulihat wajah Sinb terlihat sedikit kikuk.

"See?" kata Jihyo bangga. "Cinta bukan seni. Cinta adalah taktik dagang. Apa yang lo lakuin tadi adalah bagian dari advertising.
"Murahan!" ejek Umji.
"Darling!" sentak Jihyo tersinggung. "Apa Louis Vuitton jadi murahan saat dia lagi sale?"

Hummmppp

Kulirik kembali Sinb, ternyata dia sudah berpindah ke dekat meja bar dan bicara dengan seorang pelayan lelaki yang nampak mengangguk-anggukkan kepalanya. Karena tidak ada yang bisa aku amati lagi, akhirnya kualihkan pandanganku kembali ke teman-temanku yang sedang sibuk berdebat tentang komentar yang baru saja dilontarkan Jihyo.

Tiba-tiba seorang pelayan lelaki datang membawa segelas Ice Lemon Tea. "Pesanan untuk Nyonya Yuju."
"Saya enggak pesan minum." tukasku bingung.
"Dari laki-laki yang itu, Nyonya." kata pelayan tersebut sambil menunjuk ke arah Sinb yang sedang duduk dimeja bar. Sinb tersenyum kepadaku saat aku menoleh ke arahnya.
"Jualan lo laku, Cinderella," goda Jihyo tergelak.

Dengan malas aku mengambil gelas Ice Lemon Tea yang disorongkan pelayan tadi dan mengangkatnya untuk memberi salut ke arah Sinb.
"Ini ada suratnya, Nyonya," kata pelayan itu sambil menyorongkan selembar tisu yang terlipat.
"Surat?" tanyaku makin bingung sambil mengambil lembaran tisu itu.
"Apa isinya, ju?" tanya Eunha penasaran dengan wajah yang berbinar-binar.

Perlahan-lahan, kubuka lipatan kertas tisu dan membaca satu baris kalimat yang ditulis Sinb dengan tinta hitam. Seketika aku langsung melempar tisu itu ke atas meja. "Kampret!" makiku geram.

Dengan cepat Jihyo merenggut kertas tisu yang sudah kuremas dan membacanya. Kemudian dia tergelak puas. "I love him!" pekik Jihyo. Umji dan Eunha langsung merebut tisu dari tangan Jihyo. Reaksi Umji jauh berbeda dengan Jihyo. Dia mengumpat Sinb sama sepertiku. Aku mendelik dengan sebal kearah Sinb yang tersenyum puas. Dengan tenang, Sinb kembali bergabung dengan semua lelaki dan Sowon yang masih sibuk bermain billiard, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

"Enggak mau dibingkai, Yuju?" goda Jihyo sambil menyorongkan tisu yang habis dibaca oleh Eunha. Terlihat tulisan tangan Sinb di tengah kertasnya.

"Do you like what you see?"


TBC

Ketika Jodoh di Tangan Ibu (Sinju) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang