Chapter 6 (Kebetulan)

301 32 9
                                    

"Kemarin Jeongkook ngajakin gue kawin, Ju."

Deg!!

Aku membelalak terkejut mendengarnya. Eunha mengangguk-anggukan kepalanya berkali-kali untuk meyakinkanku bahwa dia tidak sedang bercanda. Oh great! Dua minggu lagi, aku akan merayakan ulang tahunku yang ketiga puluh tahun dan sekarang sahabatku akan menikah?! Mom pasti akan semakin gencar menyindir status lajangku yang hampir permanen kalau dia mendengar tentang rencana Eunha untuk menikah.

"Kenapa tiba-tiba dia mau kawin sama lo begitu, Na?" pertanyaan paling besar dalam hidupku : kenapa seseorang memutuskan untuk menikah. Apalagi kalau dia berkelamin jantan.
"Yaaa... Jeongkook ngerasa udah waktunya aja. Lagian, gue berdua mau ngapain lagi, sih? Kita udah pacaran lama, udah sama-sama kerja, apa lagi?"

Apa lagi??

Kenapa bisa bilang 'apa lagi' untuk seribu hal didunia yang belum pernah dia lakukan? Dia bisa mencoba bungee jumping, sky diving, bertualang cinta di Eropa, ikut kursus menjahit... ya ampuun... banyak sekali kegiatan didunia selain menikah! Ada apa dengan semua orang?! Hebat. Mungkin alasan itu juga bisa dipakai saat nanti mereka berencana untuk bercerai. Kan udah kawin lama, apa lagi?!

"Lo yakin, Na? Marriage is not always be the next step."
"Tapi dia emang slalu jadi step berikutnya dalam setiap hubungan, Ju."
Oh tidak, aku tidak pernah berpikir untuk menikah saat aku pacaran dengan Daniel. Lelaki yang menyatakan betapa besar rasa cintanya padaku, tetapi disaat bersamaan, dia tidak bisa berkedip memandang perempuan cantik yang berjalan masuk ke dalam restoran dengan mengenakan kemeja tembus pandang. So, it's not always be the next step.

"Tapi lo harus benar-benar yakin. Inget, Ini keputusan seumur hidup."
"Gue tau Yuju. Tapi emang ada sesuatu yang enggak bisa gue jelasin secara rasional," jawab Eunha dengan wajah sedikit kecewa. "Gimana ya, jelasinnya? Jodoh?"
"Lebih tepatnya, bodoh!" koreksiku asal. Eunha tergelak mendengarnya. "Kenapa, sih, lo gak nyoba buka diri lo buat laki-laki?"
Sindrom orang yang akan menikah. Menganggap para lajang adalah makhluk vulkan dengan pakaian ala gotik. Memiliki sifat kekanak-kanakan, egois, dan terlalu menutup diri atau selektif.

"Buka diri buat laki-laki? Telanjang maksud lo?"
"Maksud gue cinta," sembur Eunha gemas. "Dan ngebiarin mereka nyakitin gue dan ngancurin hidup gue?" tanyaku mencemooh. "Thank's. Lebih baik gue sendiri."
"Tapi enggak semua laki-laki kayak gitu, kan?"
"Tapi tokh, suatu saat mereka akan ninggalin kita, Na."
"Mereka atau Taehyung?"
Taehyung?


****


Dengan tidak sabar, aku melirik ke arah jendela kaca yang besar. Akhirnya petugas itu berhasil menemukan KTP-ku dan mengembalikan kepadaku sambil tersenyum genit. Hmmmmp... bahasa universal kaum lelaki. Kucemplungkan KTP-ku begitu saja ke dalam tas selempangku tanpa membalas senyumnya dan...
"Yuju?"

Aku menahan nafas karena terkejut. Dengan berhati-hati aku berbalik dan mendapati Sinb sedang berdiri dengan wajah bingung.
"Ngapain lo ke kantor gue?" tanya Sinb langsung. Kantornya?
"Ketemu klien." jawabku cepat.
Sinb mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar jawabanku sambil melirik sekilas ke arah dinding kaca yang besar. "Udah mau pulang?"
"Iya." jawabku cepat sambil mengamati ruang lobi sekilas. Berharap tidak menemukan wajah salah satu temanku. Siapa tahu malam ini hidupku penuh dengan 'kebetulan'.

"Lo udah makan malam?"
Oh, No!

"Gue mesti pulang," jawabku cepat. Terkejut dengan pertanyaannya.
"Ayolah, Yuju," bujuk Sinb tersenyum. "Gue cuma ngajak makan malam, bukannya mau ngelamar lo."

Kampret!

Sepuluh menit kemudian kami sudah duduk diteras restoran yang berada dilantai tiga gedung perkantoran itu. Beberapa bangku besi tanpa penutup kepala dengan meja bulat ditata diatas lantai semen. Seorang pelayan yang mengenakan serbet putih besar di pinggangnya mencatat pesanan kami.

Ketika Jodoh di Tangan Ibu (Sinju) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang