This not new story^^
Abang Yoga balik! Selamat jatuh cinta 💕
Deburan ombak, sapuan lembut dari desiran angin laut yang menyapu wajah hingga menerbangkan sebagian anak rambut yang dibiarkannya terurai adalah bukti nyata bagi Lala Sahila Abraham bahwa ini bukanlah mimpi. Dirinya benar benar berada satu diantara banyaknya orang orang di sebuah kapal pesiar yang akan membawa mereka menuju Bali. Lala pernah memimpikan ini sebelumnya, tapi sungguh tidak dengan menaiki kapal. Tapi itupun hanya sebatas angan biasa, Lala tak berharap bisa berjalan jalan menghabiskan uangnya disini, ia hanya penasaran dan jika memiliki kesempatan ingin rasanya Lala bermain di tepi pantai, hanya sebatas itu keinginannya. Jadi, berdiri di dek kapal sembari memandang lepas lautan yang tersaji dihadapannya, Lala rasa ingin menangis rasanya. Antara bahagia dan sedih karena sang Mama tak bisa ikut menikmati keindahan ini.
Dan Lala benar benar terisak, tetesan bening dikedua pelupuk matanya sukses membuat perempuan yang tengah memejamkan mata sambil merentangkan tangan disampingnya sontak menoleh kearahnya. Berdecak kesal, perempuan itu langsung memukul lengannya.
"Air mata lo banyak ya La? Heran. Di rumah pas pamit sama Mama Nina nangis, di mobil nangis, pas baru mau naik kapal ini nangis. Sekarang, begitu kapal ini berlayar lo nangis lagi."
"Aku seneng."
"Tau, tau banget. Tapi udah dong, nanti orang orang nyangkanya gue majikan jahat yang lagi nyiksa pembantunya kalau lo nangis terus."
Sekejam itu memang mulut Shinta jika sudah mengoceh. Untung Lala bukan tipikal orang yang suka marah ataupun membalas perkataannya, jadi alih alih sewot pada Shinta yang kurang lebih menyamainya dengan pembantu. Lala lebih memilih menumpukan perutnya pada pembatas kapal, lalu menjatuhkan setengah bagian atas badannya agar terjulur kebawah.
"Waw Shinta aku kayak mau jatuh," Lala mengusap dadanya yang masih berdebar. Apa yang dilakukannya sesaat lalu seperti benar benar akan membuat tubuhnya tersedot kebawah. Mungkin hal itu diakibatkan oleh kapal yang bergerak.
"Nyemplung aja sana sekalian."
"Eh jangan dong, aku nggak bisa berenang. Kalo aku tenggelam gimana?"
"Ya mati lah, habis itu dikubur. Atau siapa tau aja lo ditolong sama si Jack, lo suka banget kan sama kisah Titanic."
Lala manggut manggut, lalu menggeser tubuhnya untuk lebih merapat pada Shinta yang kerjaannya lebih manusiawi dari pada Lala yang beresiko dan membahayakan. Shinta lebih memilih menghitung jumlah uang dengan kalkulator di ponselnya. Perempuan yang baru menikah beberapa bulan itu sedang menghitung barang apa saja yang bisa dan tidak dapat dibelinya selama berada di Bali. Ya maklumlah, meski sang suami adalah pegawai kantoran, tetap saja Damar suaminya bukan mesin pencetak uang. Ia harus pintar sebagai pengelola uang disini, harus cermat juga untuk pengeluaran perbulannya.
"Aku belum bilang makasih sama Mas Damar udah ngajakin aku pergi bareng kalian. Mas Damar lagi banyak uang ya, Shin? Atau lagi naik pangkat di kantornya?"
"Enggak juga, lagian yang ngajak lo bukan Damar tapi bosnya."
"Kok bisa? Emang aku kenal bosnya mas Damar?"
Shinta mengernyit, merasa bingung juga. Memang aneh sih tiba tiba CEO dari perusahaan tempat suaminya bekerja memberikan tiket liburan, padahal Damar hanya pegawai bagian keuangan. Dan lebih anehnya lagi, mereka harus mengajak Lala. Bosnya melarang Damar untuk mengajak orang lain.
"La, pas gue nyuruh lo nganter rantang waktu itu lo anternya ke ruang pegawai kan?"
"Iya, bener kok. Aku nggak nyasar, Mas Damar langsung nyamperin aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wife
Romance"Abang nggak capek bersikap sebatu ini pada kita? Bang, kita ini keluarga jika Abang lupa." Yoga menyandarkan punggung pada tembok dengan tangan terlipat di dada. Ekspresinya datar, dan Jerome perlu memejangkan mata untuk menahan diri agar tidak mel...