1 | Yoga Al Delano

6.8K 471 40
                                    


Suara bel rumahnya membangunkan Lala dari tidur nyenyaknya. Gadis itu menguap, malas malasan membuka mata untuk melihat jam diponselnya yang ternyata masih menunjuk angka Satu dinihari.

Berniat untuk tidur kembali karena kedua matanya sudah mengajaknya terpejam, lagi lagi suara bel rumahnya kembali berbunyi. Dan kali ini si tamu sepertinya tak sabaran.

Sebenarnya hal ini tak begitu asing bagi Lala. Hal serupa kerap kali datang diwaktu yang kurang tepat memang. Itu dikarenakan profesi ayahnya yang sebagai seorang Dokter yang membuka klinik secara gratis untuk para tetangga dilingkungannya yang kurang mampu. Bahkan sang Papa yang memiliki jiwa sosial tinggi itupun tidak membatasi waktu untuk jam prakteknya. Begitupun bagi mereka yang berkeinginan membayar, orang orang bisa membayar semampu dan seikhlasnya.

Awalnya Lala merasa terganggu dengan hal ini. Karena yang datang untuk berobat kadang kadang ditengah malam. Bahkan secara langsung Lala sampaikan dan mengadu pada sang Papa bahwa dirinya tak nyaman. Namun respon sang Papa sangat bijak, beliau secara perlahan memberinya pengertian bahwa sesama manusia akan saling membutuhkan dan karena ayahnya mampu beliau merasa memiliki kewajiban untuk membantu. Sebab dengan pertolongan sekecil apapun pasti akan sangat meringankan penderitaan mereka terlepas sembuh atau tidaknya.

Merasa kasihan pada Papanya yang mungkin baru bisa istirahat karena banyaknya pasien malam ini yang kebanyakan mengeluh demam dan sakit kepala karena masuk musim penghujan. Lala akhirnya menyingkap selimut Frozennya dan keluar dari dalam kamar.

Menuruni tangga dengan cepat karena takut keadaan sang pasien darurat, Lala memencet sakelar untuk menghidupkan lampu begitu tiba di lantai bawah, dimana sang Papa memang membuat ruang cukup lebar layaknya puskesmas disamping rumah yang dapat terhubung dengan ruang tamu sekaligus. Bahkan papanya juga memberi pintu yang berbeda agar membatasi antar rumah utama dan ruang prakteknya.

Tanpa melihat keluar dan tanpa menaruh rasa curiga sedikitpun. Lala membuka kunci dan grendel pada pintu sebelum menarik pintu tersebut. Hingga menghadirkan kerutan pada kening si cantik karena tak mendapati satu manusia pun diluar. Benar benar kosong, dengan jalanan yang dapat dilihatnya juga sepi dari tempatnya. Tanpa rasa takut, karena mengira orang yang membunyikan bel merasa sungkan pada sang pemilik rumah. Lala membawa tubuhnya semakin keluar melewati pintu, mengedarkan matanya untuk melihat sekitar.

"Ibu! Bapak! Pintunya udah Lala buka ini."

Tak mendapat sahutan, dan Lala merinding sendiri. Teringat pada salah satu film vampir yang diputar di sekolahnya oleh salah satu temanya diruang komputer. Gadis itupun membalik tungkai kakinya untuk bergerak masuk, sebelum pergelangan kakinya dicekal dan Lala menjerit ketakutan.

"Papa! Papa! Ada vampir yang mau nyulik Lala. Tolongin Lala! MAMA!"

Dalam beberapa detik Lala membeku ditempatnya sambil memejamkan mata dan menjerit sekuatnya. Gadis itupun menangis kencang dan memanggil Papanya berulang kali. Dan usahanya berhasil, sebab dokter Andre dan sang Istri Nina tergopoh gopoh dari dalam rumah mendatangi asal suara. Beruntung juga kamar beliau memang berada di lantai bawah, jadi insiden jatuh dari atas tangga karena terlalu khawatirnya pada sang putri tidak terjadi.

Dokter Andre yang melihat kejadian itu langsung membulatkan matanya begitu melihat seorang pria bertopi bersandar lemah pada tembok disamping pintu. Tangan pria yang berlumur darah tersebut tengah memegang kaki putrinya. Dan mungkin hal itulah yang membuat Lala menjerit ketakutan.

"Sayang, ini bukan vampir. Itu pasien Papa," nyonya Nina yang mendekap putrinya berusaha menenangkan Lala yang gemetaran. Sementara Dokter Andre tengah memerika denyut nadi pemuda yang diperkirakan masih seumuran dengan putri mereka.

Takut takut Lala membuka mata, lalu mengerucutkan bibirnya merasa bersalah karena sudah berfikiran buruk.

"Papa akan bawa pemuda ini masuk."

My Wife Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang