1st Dream

69 5 0
                                    

Siang hari yang sedikit mendung, di gedung sekolah 4 tingkat terlihat 5 orang siswa sedang berkumpul membentuk lingkaran di lantai kedua bangunan itu.

"Kalian bertiga, berani nggak main Truth or Dare?" Tanya Juny.

"Udah lah, Jun. Pastilah mereka nggak berani. Nyali mereka kan kecil" ejek Sarah.

"Siapa bilang kita nggak berani?!" Tantang Nabila. Sedangkan sahabat yang ada disampingnya, Ella & Demetra , menatap Nabila dengan ngeri.

"Tapi, Bil. Truth or Dare itu permainan mematikan" ujar Demetra.

"Iya. Apa yang di katakan Demetra itu benar" lanjut Ella menyetujui pendapat Demetra.

"Yaudah. Kalau kalian nggak mau ikut, biar aku aja. Aku nggak mau di bilang pengecut sama dua orang brengsek ini" kata Nabila dengan nada marah sambil menatap Juny dan Sarah.

Ella dan Demetra berdiri, keluar dari lingkaran. Sedangkan Nabila, Juny, dan Sarah kembali membuat lingkaran. Juny memutar botol yang ada di tengah mereka. Botol itu berputar lama dan berhenti tepat ke arah Nabila. Kedua sahabat Nabila yang melihat itu langsung menarik napas dalam antara terkejut dan takut.

"Nabila... Truth or Dare?" Tanya Juny dengan nada yang sengaja di seram-seramkan.

"Dare" jawab Nabila percaya diri. Juny dan Sarah yang mendengar jawab Nabila itu tersenyum penuh kemenangan.

"Pilihan yang bagus dan berani" ujar Sarah.

"Nabila... aku menantangmu untuk naik ke lantai empat sekolah kita dan turun kembali lagi" tantang Juny dengan senyum miringnya.

"Oke. Aku terima tantangannya" jawab Nabila percaya diri sambil jalan lewat tangga menuju lantai 3 bangunan sekolah itu. Kedua sahabat Nabila yang melihat itu langsung mengejar Nabila.

"Jangan, Bil. Please. Itu bahaya" larang Demetra.

"Iya, Bil. Katanya lantai empat itu terkutuk" ujar Ella merasa ketakutan dengan omongannya sendiri.

"Bil, dengerin kita dulu" kata Demetra sambil menarik tangan Nabila untuk duduk di tangga lantai 3. "Jangan naik ke lantai itu, Bil. Please" Demetra memohon.

"Aku nggak bakalan naik sampai Juny ngelarang aku naik ke situ" ucap Nabila tegas.

"Tapi itu bahaya, Bil" larang Demetra.

"Aku hanya nggak mau dibilang pengecut sama Juny" kata Nabila.

Saat itu juga cleaning service lantai itu lewat dan mengatakan kata-kata yang tidak jelas seperti suatu kode. Lalu terdengar suara nyanyian yang aneh. Mereka melihat kearah sumber suara. Ternyata suara itu berasal dari guru-guru yang ada di lantai 3. Kemudian salah satu guru berhenti bernyanyi dan berjalan menghampiri mereka. Guru itu berhenti didepan mereka dan berkata "jangan ada yang naik ke atas besok. Dengar?!" Bentak guru itu.

Reflek, ketiga sahabat itu berlari kebawah dan segera pulang, tidak memperdulikan Juny dan Sarah yang melihat mereka dengan heran. Saat di jalan, kedua sahabat Nabila tetap membujuk Nabila agar tidak naik ke lantai 4 itu. Bahkan sampai di rumah Nabila, kedua sahabatnya itu tetap membujuk Nabila hingga dia kejang-kejang. Demetra dan Ella yang melihat itu langsung ketakutan dan mencoba untuk menyadarkan Nabila. 5 menit mereka berusaha untuk menyadarkan Nabila hampir sia-sia sampai Nabila berhenti kejang-kejang dan duduk dengan tenang lalu tidur.

Kedua sahabatnya itu tidak tega meninggalkan Nabila sendiri dengan keadaan yang seperti itu. Akhirnya mereka memutuskan untuk tinggal menemani Nabila di rumahnya.

-;-;-;-;-;-;-;-;-

Pagi harinya, ditempat yang sama, di lantai 3, Nabila beserta teman-temannya sedang berusaha membujuk Nabila agar tidak naik ke lantai 4. Tapi Nabila tetap berkeras ingin naik ke lantai itu. Bahkan Juny juga sudah melarang Nabila naik ke lantai itu, tetapi dia tetap ingin naik.

"Bil, jangan naik. Please" bujuk Demetra.

"Juny udah melarang kamu naik, bil" lanjut Ella.

"Enggak. Aku harus naik!" kata Nabila memaksa sambil berjalan. Melihat Nabila mulai berjalan, Demetra dan Ella langsung memegang tangan Nabila agar tidak naik ke atas. Lalu, terdengar suara langkah kaki dari belakang mereka.

"Dia nggak bisa lagi dilarang" kata sebuah suara dari belakang mereka. Mereka melihat kebelakang, ternyata kepala sekolah mereka yang berbicara tadi. "Dia memang harus naik ke atas buat ngambil jiwanya lagi. Tapi dia harus ditemani" lanjutnya.

Sontak, Demetra dan Ella yang mendengar itu langsung memeluk Nabila dengan erat, takut kehilangan sahabatnya itu.

"Kami akan menemaninya" ujar Demetra.

"Ya. Kami yang akan menemaninya" ulang Ella sambil menahan tangisnya.

"Kalau begitu aku akan membantu" ucap Tom, teman mereka. "Siapa yang ikut?" Tanyanya. Lantas Mattew, Efry, Rio, Shawn, Nedo, dan juga Max mengangkat tangan mereka.

"Kalau ada salah satu dari teman kalian yang kerasukan, langsung cepat pukul punggungnya dan buat yang kerasukan teriak sekuat mungkin" pesan kepala sekolah kepada mereka semua.

Akhirnya, berbekal dengan keyakinan dan keberanian Nabila dan teman-temannya sampai di lantai 4, lantai terkutuk. Setelah menimbang-nimbang, mereka memutuskan untuk berpencar. Demetra bersama Mattew, Rio, dan Efry. Ella bersama Tom dan Shawn. Dan Nabila bersama Max dan Nedo. Setelah berpencar, tanpa diduga-duga Demetra kerasukan.

Melihat hal itu Rio mengingat pesan yang di berikan kepala sekolah kepada mereka. "Efry, cepat pukul punggungnya!" Perintahnya setengah berteriak. Efry memukul punggung Demetra hingga ia setengah meringis.

"Demetra, cepat teriak sekuat mungkin!" Perintah Mattew. Demetra pun berteriak hampir tidak bersuara.

Rio memukul punggung Demetra lagi. Pada saat itu juga terdengar teriakan Demetra di seluruh penjuru sekolah. Demetra berteriak lagi memanggil nama kedua sahabatnya itu. Mendengar teriakan Demetra, Ella dan Nabila yang sedang berpencar kemudian menangis. Kemudian Demetra tak sadarkan diri.

"Bantu aku gendong belakang dia" ujar Rio. Dengan segera Mattew dan Efry membantu Rio mengangkat Demetra ke bawah, tempat di mana teman-temannya berkumpul.

Dalam keadaan pingsan, Demetra seperti mendengar suara-suara. "Harus ada yang jadi tumbal. Antara Nabila, Ella, dan Demetra" suara itu terus terdengar.

Sementara itu, Nabila sudah mendapatkan kembali jiwanya tapi Demetra masih dalam keadaan pingsan. Semua orang yang menyaksikan itu pucat pasi. Tetapi, wajah Demetra lebih pucat pasi seperti tak bernyawa. "Baringkan dia di sini" ujar kepala sekolah kepada Rio.

Rio pun membaringkan Demetra dengan hati-hati tepat seperti di mana kepala sekolah katakan. Salah satu guru menyuruh Nabila dan teman-temannya mencuci muka, tangan dan kaki, ia juga menyuruh mereka minum. Kepala sekolah meletakkan tangannya di kepala Demetra dan membaca doa.

Setelah beberapa lama membaca doa, kepala sekolah berhenti dan mengangkat tangannya dari kepala Demetra. Ia melihat Demetra yang terbaring dengan wajah yang sangat pucat. Dia mengangkat kepalanya dan menatap Ella dan Nabila. Tak ada ekspresi yang tergambar pada wajah kepala sekolah itu.

"Kalian harus sering datang ke lantai atas..." Dia memberi jeda sebentar, lalu melanjutkan kembali kata-katanya "Roh temen kalian baik, dia nggak akan menggangu" lanjutnya. Seketika itu juga, tangis terdengar dari kedua sahabat Demetra.

DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang