Suara gemerisik hujan dan petir merupakan sahabat terbaik yang selalu menemaninya saat sedang latian renang. Itulah yang dikatakan pelatihnya. Entah sudah berapa kalinya, ia melihat kilatan petir saat berenang. Dan sudah berapa lama ia terus merasa kedinginan saat keluar dari kolam.
Memang ide buruk, latihan renang dimalam hari saat musim hujan. Petir dan badai selalu menjadi masalah utama ketika kolam yang ditepati merupakan kolam outdoor. Leetha hanya ingin pulang cepat malam ini. Ia tak ingin ketinggalan acara favoritnya, walaupun ia mulai jarang melihatnya.
Setelah sampai dirumah, Leetha segera membereskan peralatan renangnya dan menaruhnya dilokernya. Setelah itu, ia terburu buru ke ruang keluarga, mengambil remot tv dan menyalakannya.
Walau terlewat limabelas menit, setidaknya ia bisa me-rewind acara tersebut. Ia memperhatikan baik baik acara tersebut sesekali menyeruput susu coklat panas yang telah dibuatkan ibunya.
"Doppelganger berasal dari kata Jerman yang berarti "Double Walker". Istilah ini digunakan untuk merujuk kepada bayangan diri yang dipercaya menyertai setiap manusia di bumi ini.
Fenomena ini berbeda dengan penampakan hantu. Jika penampakan hantu berarti seseorang melihat citra orang yang telah meninggal, maka fenomena doppelganger berarti melihat bayangan seseorang yang masih hidup. Dalam banyak kasus, Doppelganger dipercaya sebagai tanda-tanda kematian. Konon Ratu Elizabeth I berjumpa dengan bayangan dirinya sendiri sebelum meninggal.
Entah kapan fenomena ini pertama kali muncul. Namun pada tahun 1691, ditemukan catatan mengenai Doppelganger yang ditulis oleh Robert Kirk yang menulis bahwa fenomena ini telah muncul dalam kisah-kisah rakyat Skotlandia dan Irlandia."
🌞🌞🌞🌞🌞
Jika aku mendengar kata Doppelganger, pikiranku langsung tertuju dua tahun yang lalu, dimana aku masih duduk dibangku kelas VII. Aku masih mengingatnya dengan jelas. Pertama kalinya aku berkunjung kerumah sahabatku. Pada saat itu, kami masih belum mengenal Aena.
Dengan alasan kerja kelompok, pulang sekolah, aku dan Divya bergegas kerumah Pratishta. Tepat jam tiga sore, kami tiba dirumahnya. Untuk pertama kalinya aku melihat bangunan rumahnya, begitu sederhana dengan pohon mangga besar di halaman depan rumahnya.
Lebar dan luas, dengan pagar besi berwarna abu abu setinggi satu meter menjadi pelindung rumahnya dari anak anak nakal.
Awalnya, kupikir rumah itu biasa saja. Tak ada yang aneh dari rumah yang sebagian besar dicat warna putih kebiruan. Namun, itu hanya covernya saja.
Ketika ia memperbolehkan kami masuk lewat pintu samping, kami disambut dengan dua ekor hewan kecil lucu didalam kandang besar.
"ini hamster ya, Tish?" tanyaku padanya. Pratishta hanya menatapku dengan pandangan menusuk.
"bukan, marmut!" jawabnya bercanda.
Aku hanya mengiyakan. Toh, aku juga tau kalo itu landak mini. Bukan marmut.
"itu jelas-jelas hamster, Tha!" timpal Divya.
Kami pun memulai kerja kelompok ketika makanan ringan mulai terhidang dihadapan kami. Sebelumnya, aku sempat bermain dengan gadis kecil berumur dua tahun, anaknya pembantu yang bekerja dirumah Pratishta.
Permainannya pun hanya sederhana. Kejar-kejaran. Walaupun sederhana, dan terkesan biasa saja, ada pengalaman yang tak bisa aku lupakan sampai sekarang. Pengalaman yang terus mengusyik ku hingga aku duduk di bangku SMA.
Saat aku hendak mengejarnya, ia berlari kearah besi-besi yang digunakan untuk menjemur baju yang berada tepat didepan tembok.
Ketika aku mengejarnya, kupikir ia tak dapat lari ataupun menghilang lagi. Karena tempat persembunyiannya tidak terdapat jalan keluar. Namun, aku salah. Ia tak ada disana. Kosong. Hanya tembok yang tersusun dari bata merah saja.
Aku pun keluar dari tempat itu dengan tatapan melongo. Sambil berfikir, dimana ia sekarang. Kulihat gadis tadi keluar dari kamar mandi yang tak jauh dari tempat tadi. Dengan wajah polos dan senyum mengembang, ia berlari menjauh dariku. Tanpa pikir panjang, aku pun segera mengejarnya.
Dalam pikiranku, aku menganggap enteng hal itu. Tak pernah sedikitpun menggangguku. Ketika aku berniat mengejarnya lagi. Niat ku dicegat oleh Pratishta. Ia menyeretku untuk segera mengerjakan tugas kelompok yang telah diberikan ketimbang terus bermain.
Hingga aku tiba dirumah, ku baru menyadarinya jika aku bermain dengan kembarannya. Kuulangi lagi ingatanku tadi. Tidak ada yang salah bukan? Tempat jemuran yang dihadapkan langsung dengan tembok, dimana tidak ada cela kecil untuk seorang balita.
Dan ketika Divya bertanya mengapa aku berlari kearah jemuran sedangkan anak kecil yang kukejar sedang berlari kearah kamar mandi ?.
Serta Pratishta yang memberitahuku, jika dirumahnya ada roh anak kecil yang sering kali bermain dengan para tamu.
Apa yang barusan saja bermain denganku adalah roh anak kecil tadi? Tapi jika menyimak cerita Pratishta. Ia hanya mau bermain dengan adik laki-laki Pratishta.
Apa aku baru saja bermain dengan Doppelganger nya. Atau hanya roh anak kecil tadi. Ini benar-benar membuatku ketakutan. Aku tak ingin lagi mengerjakan tugas kelompok dirumahnya. Walau hanya sekedar bermain. Aku tak ingin.
Namun jika dipikir-pikir. Tak hanya itu saja yang terjadi padaku saat berada dirumahnya. Banyak kejadian misterius yang terjadi.
Mulai dari bau kemenyan disuatu ruangan hingga kepala tanpa anggota badan, berjalan masuk melalui pintu depan.
Dan Itu Hal yang Mengerikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Twin
TerrorDoppelganger Pernah ku mendengar istilah tersebut ketika ku tak sengaja menonton salah satu acara tv swasta yang menceritakan presiden Amerika Serikat, Abraham Lincoln, melihat dirinya dengan dua wajah. Salah satu dari kedua wajah itu berwarna puca...