Disebuah ruangan yang gelap dan tenang, terbaring seorang gadis berambut coklat diatas kasur empuk miliknya. Mimpi membawa dirinya ke tempat imajinasi yang paling dia suka. Berlarian diantara mimpi dan kenyataan.
Mulutnya mengerang. Matanya terpejam menahan ketakutan. Ia tak mau terbangun malam ini. Namun matanya terbuka begitu saja. Ia tak kuat lagi. Dibuka matanya perlahan sambil melihat keadaan sekitar. Remang dan sepi.
Terbangun lagi, hah? pikirnya dalam hati.
Diraba tempat tidurnya, mencari sebuah benda yang telah ia siapkan sebelumnya. Handphone. Untuk melihat jam berapa biasanya ia terbangun.
Ia mulai menyalakan layar handphone nya. Sinar dari layar tersebut membuat matanya mengerjap sesaat. Dilihatnya angka yang terpampang di layar tersebut.
Setengah dua? Sumpah?, kagetnya dalam hati.
Leetha segera membalikkan tubuhnya, mengahadap pintu kamarnya. Tidak ada apa-apa disana. Ia pun mulai menajamkan pendengarannya. Mencoba menangkap suara jejak kaki yang ia dengar dimalam sebelumnya.
Hingga beberapa menit berlalu, tidak ada suara, tidak ada kegaduhan. Hening.
Syukurlah...., katanya dalam hati.
Kini Leetha setidaknya dapat bernafas lega. Malam ini, tidak ada yang aneh. Hanya terbangun tanpa sebab saja.
Ia pun membalikkan tubuhnya, dan mencoba menutup matanya sekali lagi. Pergi ke dunia impiannya. Ketika ia mulai tertidur, telinganya mulai menangkap suara bising.
Suara bising mesin AC? bukan. Suara bising pancuran air dikolam ikan miliknya? Bukan. Atau mungkin suara bising yang dikeluarkan dari mulut sang adik? Bukan.
Jika itu suara yang dikeluarkan adiknya, sudah pasti dia akan pergi kekamar adiknya dan memukul wajahnya dengan bantal dan guling milik Leetha. Rasa kesal yang diam-diam disembunyikan pun, terbalaskan.
TAK TAK TAK...
Suara yang tak asing ditelinganya. Suara pisau yang memotong lawannya diatas telenan. Mata Leetha terbelalak kaget. Tubuhnya menegang, kaku seperti ranting pohon.
Terulang lagi..., batinnya.
Ia mencoba memutar tubuhnya, menghadap pintu kamarnya. Mengingat pintu kamarnya tembus pandang, bayangan apapun pasti terlihat jelas dipintu kamarnya.
Kosong. Tak ada siapapun. Tapi ia masih mendengar jelas suara tersebut. Leetha terus menatap pintu kamarnya dengan rasa takut dan was was.
Hingga, sebuah sesosok bayangan putih terlihat jelas, melewati pintunya dengan cepat. Layaknya Mamanya, yang selalu terburu-buru menyiapkan perlengkapan sekolah saudaranya.
Ya Tuhan, hamba punya salah apa sama Mama? tanya Leetha dalam hati. Ia memejamkan matanya dan berharap bayangan itu tak menyadari keberadaannya.
Mencoba kembali terlelap, namun selalu gagal akibat kebisingan yang terjadi diluar kamarnya. Hingga ia memutuskan membuka matanya. Perlahan, namun menegangkan. Ia masih menangkap pergerakan sosok tersebut. Masih sama.
Beberapa saat kemudian, mata Leetha terbelalak lebar. Mulutnya menganga. Telinganya menangkap suara seperti kompor gas yang dinyalakan. Sekarang, tubuhnya menegang tak karuan. Keringat dingin mulai membasahi tubuhnya.
Ini setan, mau masak apaan juga? pikir Leetha ketakutan.
Sekarang, ia hanya bisa berdoa, berharap pagi segera tiba. Berharap semua ini akan berakhir. Sambil memejamkan matanya, Leetha memohon kepada Sang Kuasa untuk memaafkan segala perbuatan usilnya.
Ia berpikir, mungkin ini semua akibat dari keusilannya, menjahili sahabatnya sendiri. Namun, rasanya aneh jika ini akibat yang ia dapatkan.
Ayo tidur, Leetha~ jangan negthink mulu~ tegurnya.
Beberapa menit telah berlalu namun ia masih dapat mendengar dengan jelas kebisingan yang terjadi. Entah sampai kapan, para maklhuk itu selesai mengerjakan pekerjaannya. Yang Leetha pikirkan hanyalah, ia bisa secepatnya tidur.
🌚🌙🌝
Keesokan paginya, Leetha dikejutkan dengan tamparan keras dari suatu benda mengenai wajahnya. Sontak, ia langsung membelalakan matanya. Didepannya, nampak seorang remaja berbaju putih-biru dengan wajah yang mirip dengannya.
Remaja laki itu menatap tajam mata Leetha sambil melempar bantal yang ia bawa dari kamarnya, tepat mengenai wajah Leetha.
"BANGUN WOI! WAKTUNYA SEKOLAH!" bentak Alfa, adik bungsu Leetha, sambil terus menghujani kakaknya dengan bantal.
Leetha hanya bisa pasrah dan menahan emosinya. Inilah mengapa, Leetha sangat kesal dengan adiknya. Pagi-pagi, adiknya sudah bikin ribut.
Sepuluh jam telah berlalu, dan kini Leetha telah berada di sebuah ruangan yang biasa ia gunakan untuk belajar bersama teman sekelasnya.
Seperti biasa, jam kosong menjadi hal yang paling disukai Leetha dan teman-temannya. Apalagi jika jam kosong tersebut adalah saat jam pelajaran guru killer yang hampir 0,97% kemungkinan terjadinya jam kosong.
Ditengah keramaian kelasnya, Aena memiliki sebuah ide gila yang ingin ia coba. Berhubung, kondisi saat ini yang menguntungkan baginya.
"mau main Charlie-Charlie?" tanya Aena mencoba merubah suasana yang semula suram.
Divya dan Pratishta mengangguk setuju. Mereka juga pingin tahu, apa permainan itu berhasil jika dimainkan di Indonesia?
Sambil mengisi kegabutan mereka, Aena menyobek kertas dan menggarisi kertas itu menjadi 4 bagian. Dua bagian "Yes" dan dua bagian "No".
" Eh, kalian tau gak? Ada anak kelas bawah yang nyoba permainan ini" kata Pratishta, memulai pembicaraan
"Katanya berhasil lho!" lanjutnya."Kelas yang mana digunakannya?" tanya Aena sambil menyolek Leetha yang sedang tertidur disebelahnya.
"Kalo kelas 8 yang pojok deket kantin mah, emang keberhasilannya 89%" lanjutnya sambil meremas tangan Leetha agar terbangun. Tapi tetap saja, gadis coklat kuncir kuda itu pun tetap anteng dan tidak merespon.
"Kok kau, tahu sih?" tanya Pratishta terkejut.
"Baru aja dapet berita dari kelas sebelah" jawab Aena enteng.
"Kukira kau peramal" kata Pratishta setengah kecewa.
"Gais, ini jadi main tidak?" kata Divya dengan raut wajah bertanya kapan mainnya.
"Tak jadi ah, Aena dah tau kabarnya." jengkel Pratishta sambil memutar badannya karena gagal menakuti sahabatnya ini.
"Lah apa salahku?." tanya Aena tak mengerti maksud dari perkataan Pratishta.
"Haish, kalian ini tidak bisa akur." kata Leetha setelah kembali dari dunia mimpinya.
______________________________________
Sekarang musimnya liburan, dan Saya gak bisa apdet seminggu sekali (/ω\)
Maafkan, saya 〒_〒
Sekali lagi, maafkan saya (/ω\)Dan, terima kasih sudah membaca cerita saya. Jangan lupa vote dan komen ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Twin
HorrorDoppelganger Pernah ku mendengar istilah tersebut ketika ku tak sengaja menonton salah satu acara tv swasta yang menceritakan presiden Amerika Serikat, Abraham Lincoln, melihat dirinya dengan dua wajah. Salah satu dari kedua wajah itu berwarna puca...