Suasana hangat menyelimuti tubuh ramping gadis berambut coklat itu. Dalam taman yang begitu indah dan mempesona. Ia menari-nari bagaikan penari jaipong di acara sunatan dengan ditemani beberapa pasang kupu-kupu yang ikut menari bersamanya. Mimpi yang begitu indah.
Hingga, sesuatu yang lewat diujung penglihatannya, membangunkan dirinya dari dunia kesukaannya. Ia membuka matanya perlahan. Remang dan sepi.
Butuh waktu lama baginya untuk mengetahui dimana ia berada. Alas yang empuk dan sebuah benda yang hangat. Suara deru mesin AC yang memberi rasa dingin di telapak tangan miliknya.
Okeh, aku terbangun lagi, kesalnya dalam hati.
Ia menutup matanya. Mencoba kembali kedunia fantasi miliknya. Ketika, ia hendak tertidur, telinganya menangkap suara jejak kaki.
Itu, Mama kan?, tanya Leetha dalam hati mencoba menenangkan dirinya.
Leetha tahu, ia sebenarnya bukan termasuk anak yang pemberani. Ia penakut. Takut terhadap hal yang berbau mistis. Bahkan, ia lebih takut pada kecoa yang siap bersedia untuk terbang.
Ia meraba-raba tempat tidurnya, mencari benda yang sangat ia butuhkan untuk melihat jam. HP. Mengingat, di kamar tidurnya tidak ada jam. Satu-satunya benda yang dapat mengetahui waktu saat ini yang paling tepat adalah HP.
Sialnya, Leetha baru sadar. Mamanya melarang ada barang elektronik didalam kamarnya saat waktunya istirahat malam. Dan tentu saja, barang itu berada di luar kamarnya. Ruang keluarga.
Leetha hanya bisa mendengus kesal. Ia masih ingat beberapa hari lalu, adik laki-lakinya sering membangunkannya tengah malam hanya minta ditemani ke kamar mandi. Padahal, adiknya tidur sekamar dengan kakak laki-lakinya. Dan mengapa, ia malah membangunkan Leetha? mengapa tidak kakaknya saja?
Itulah yang masih menjadi pertanyaan Leetha saat itu hingga wattpad ini diterbitkan.
Dan malam ini, ia terbangun dengan sendirinya. Tanpa gangguan dari adiknya.
Sial kau, dik! Kesal Leetha dalam hati.
Ia hanya berharap, malam cepat berlalu dan pagi segera menjemput. Leetha semakin lama semakin erat memejamkan matanya. Berharap, ia segera tidur. Namun, lagi-lagi. Telinganya menangkap suara bising.
Suara seperti kain basah yang digosok satu sama lain dengan sabun, terdengar jelas ditelinganya.
Tubuhnya mulai gemetar. Rasa takut mulai menghampirinya. Pikirannya mulai melesat beberapa tahun lalu. Dimana, ia sering sekali mendengar suara seperti ini.
Suara yang begitu familiar baginya. Ketakutannya saat masih kecil mulai menghantuinya.
Mati aku, kata Leetha pasrah dalam hati.
Ia membenci dirinya ketika masih kecil bertanya tentang 'suara itu'. Ia juga membenci penjelasan yang diberikan Mamanya untuk menakuti dirinya. Ia menyesali perbuatannya ketika saat itu.
Saat dimana Leetha dan adik laki-lakinya, pura-pura tertidur agar bisa kabur dari rumahnya dan bermain bersama temannya disiang hari. Sedangkan Mamanya, terlelap dalam mimpi yang indah.
Leetha pun mengutuk adiknya. Mengapa hanya Ia saja yang merasakan semua ini. Sedangkan adiknya dapat tertidur pulas.
Leetha mulai meringkuk. Hanya satu hal yang dia inginkan. Kembali tertidur. Untuk malam ini, ia ingin istirahat. Tanpa gangguan.
Aku harap, ini jam setengah empat pagi, harapnya.
Jika memang, saat ini jam setengah empat pagi. Maka suara jejak kaki yang ia dengar berasal dari satu orang yang selalu terbangun lebih dulu.
Mama.
Jika perkiraan Leetha benar, maka 'suara itu' tak lama lagi akan berubah menjadi suara mesin AC yang dimatikan. Sebab, ketika Mamanya hendak mencuci baju. Beliau selalu mematikan AC dikamar Leetha setelah itu menyalakan mesin cuci.
Namun, sayang. Harapannya kandas. Ia mendengar bunyi keras yang sangat familiar. Suara tiang bendera didepan rumahnya yang dipukul dengan besi terdengar melengking disepanjang gangnya. Diiringi suara deru sepeda motor yang melaju lambat. Menandakan pukul satu dini hari.
Pak Mamat, selaku satpam kompleks selalu melakukan hal tersebut ketika jam menunjukan pukul satu dini hari. Untuk mengantisipasi terhadap ancaman maling.
Bukan maling yang menjadi ketakutannya. Tapi sesuatu diluar kamarnya yang menjadi ketakutannya. Apalagi, samping kasurnya adalah jendela kamarnya.
Jika sesuatu itu menampakan dirinya di luar jendela kamarnya. Itu kejutan terindah yang ia pernah dapat. Lebih indah dari kejutan yang pernah ia terima saat mimpi buruk. Atau terjatuh saat tidur.
Matanya terasa berat. Ingin sekali ia menutup matanya. Namun, otaknya berkata untuk tetap terjaga agar ia tahu. Kejutan seperti apa yang ia dapat.
Bayangan hitam mulai mengisi setiap sudut matanya. Penglihatannya mulai sedikit kabur. Hingga akhirnya, kegelapan tersebut melahap semua penglihatannya.
☀☀☀☀☀
"hei Leetha!" sapa seorang gadis berambut hitam pendek dengan suaranya yang khas.
Ia memandangi sahabatnya dengan teliti. Mulai dari kepala hingga kaki. Ia terus menerus memperhatikannya tanpa henti.
Ikatan rambut yang tak rapi. Kantung mata yang semakin besar. Baju seragam yang berantakan disetiap sisi. Kaos kaki yang tak sepadan satu sama lain.
"Tha, kamu gak papa?" tanya Divya khawatir.
"aku gak papa" jawab Leetha sayu sambil melempar tasnya ke meja Aena.
"kesurupan kali tuh anak!" terka Pratishta.
"kamu kenapa, Tha?" tanya Aena sambil menggoyang tubuh Leetha.
"DIAM!" teriak Leetha sambil menidurkan kepalanya diatas meja.
Aku mengantuk, batin Leetha.
"udah udah. Jangan diganggu. Macannya lagi pms" guyon Pratishta, memperingatkan kedua sahabatnya.
Namun, Divya tidak perduli dengan peringatan sahabatnya. Ia mencolek bahu Leetha pelan.
"GAARRGGHH...!" jerit Leetha meniru aungan singa didepan wajah Divya.
" iya, dia lagi PMS!" jawab Divya pasrah.
______________________________________
Libur tlah tiba, libur tlah tiba!
HORE!
HORE!
Hatiku gembira~ *lempar bunga kemenyan*Halo semuanya~ setelah lama saya hiatus, akhirnya cerita ini saya publish juga 😄😅
Karena saya mempublish pada saat bulan puasa, jadi jangan takut ya... :v karena setannya pada diborgol :v
Divya: "ceritanya gak serem -_-"
Emang sengaja :v #plak #ditamparrame2
Terima kasih sudah membaca... 😊
Dan selamat berpuasa bagi yang menjalankan \(○^ω^○)/
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Twin
HorrorDoppelganger Pernah ku mendengar istilah tersebut ketika ku tak sengaja menonton salah satu acara tv swasta yang menceritakan presiden Amerika Serikat, Abraham Lincoln, melihat dirinya dengan dua wajah. Salah satu dari kedua wajah itu berwarna puca...