kalian masih ingat bukan, tentang ceritaku sebelumnya? tanyaku kepada ketiga sahabatku, mencoba meyakinkan mereka.
Kulihat tatapan mereka satu persatu. Penuh dengan tanda tanya. Heran dan was-was. Tak biasanya aku bertanya dengan nada serius. Apalagi, tentang pengalamanku. Yang mereka tahu tentang diriku adalah orang yang penuh dengan candaan. Tak pernah ku menceritakan permasalahanku pada mereka.
Ini tentang ketakutanku beberapa minggu ini, kataku mulai bercerita. Mereka mulai menatapku serius. Mereka telah siap menjadi pendengar yang baik untuk memecahkan masalahku. Aku pun mulai bercerita.
Tentang ketakutanku saat tidur. Tentang bagaimana aku selalu terbangun di jam yang sama tiap malam. Tentang bagaimana rumahku selalu ramai saat anggota keluarga ku sedang terlelap.
Tentang dia yang selalu membangunkan ku tengah malam hanya untuk menemaninya beraktifitas. Semua hal itu membuatku ketakutan tiap malam.
Bahkan ketika aku hendak tidur, ku selalu berpikir malam ini aku pasti akan terbangun. Lagi. Dan, itu benar terjadi.
Awalnya kupikir tak masalah. Hanya terbangun karena mimpi seram itu sudah biasa. Atau karena terkejut, ketika kita bermimpi lalu terasa terjatuh dari tempat tinggi.
Namun, akhir-akhir ini aku sering terbangun walaupun aku sedang tidak bermimpi. Seakan-akan, otakku telah mengatur jadwal bangunnya sendiri.
Lalu, ketika aku terbangun. Rumahku ramai sekali. Walau ruang kamarku gelap, aku dapat melihat samar samar aktifitas yang terjadi di luar kamarku. Ditambah, pintu kamarku yang terbuat dari kaca layaknya kaca mobil dan dilapisi kayu disetiap sisinya, membuat cahaya yang masuk tertutup oleh bayangan tadi tergambar jelas di pintu tadi.
Disusul dengan beberapa suara mesin seperti mesin cuci, blender, dan kompor yang dinyalakan, terdengar pelan ditelingaku. Bahkan, suara AC yang dimatikan terdengar jelas ditelingaku.
Aku segera memutar tubuhku. Membelakangi pintu itu dan berusaha tidur kembali. Aku hanya bisa berharap, bayangan itu tak membuka pintu kamarku dan membangunkanku.
Namun, aku salah. Harapanku hanyalah angan-angan yang tak bisa terwujud. Layaknya Santa Claus yang tak memberiku hadiah. Aku mendengar knop pintu kamarku yang mulai yang ditarik. Perlahan, pintu kamarku terbuka. Cahaya yang mulanya tertutup oleh bayangan itu sekarang mulai masuk.
Kutarik selimutku menutup seluruh tubuhku. Ketakutan dan gemetar menjadi satu. Aku tidak tahu, sejak kapan kamarku terasa panas. Keringat dingin mulai mengguyur tubuhku. Aku tak tahu harus berbuat apa. Ku hanya berdoa dalam hati agar semua ini berakhir.
Pintu kamarku terbuka lebar. Aku dapat mendengar jelas suara langkah kakinya yang terburu-buru. Semakin dekat. Dan, semakin dekat.
Detak jantungku semakin cepat. Tak karuan. Aku benar-benar takut. Oh Tuhan. Tolong bangunkan aku. Dan, katakan padaku ini hanya mimpi.
Tubuhku semakin menegang tak karuan. Tarikan nafasku semakin berat. Lampu kamarku mulai menyala dengan sendirinya. Sial, dia semakin dekat. Ayolah..., bangunkan diriku dari mimpi buruk ini.
Kurasakan panas dibagian kakiku. Panas sekali. Ia sudah dekat. Tepat, didepan tempat tidurku. Ia mulai, mencengkram selimut yang kugunakan untuk menutup seluruh tubuhku.
Ini bukan bagian film horor kan? Ayolah bangun Leetha! Jika kau tidak bangun, kau bisa mati!
Ia mulai menarik selimutku kasar. Aku pun berpura pura sedang berada di alam mimpi. Seakan-akan aku tidur pulas.
Makluk itu pun menarik nafasnya dalam-dalam. Tangannya mulai menggaruk permukaan kulit kaki ku. Dapat kurasakan kuku jarinya yang tajam dibagian kelingking.
Dengan suaranya yang nyaring ditelingaku, membuat mataku terbuka seketika. Ku mengenali suara ini.
"Tha, bangun! Ini sudah siang! Telat lho kamu sekolahnya!" teriak Mamaku sambil mencakar kulit kakiku.
Kupandangi sahabatku satu persatu. Tampak kekesalan diwajah mereka. Antara tertipu dan marah, mereka hanya memberiku tatapan awas lo ya, lo cerita kagak gue denger.
"bodho amat gua dengerin cerita lu!" celoteh Pratishta sambil membanting sendok makannya. Aku berhasil mengerjainya, guys. Aku hanya bisa tersenyum bahagia dalam hati.
"pindah tempat yok, males aku makan disini!" kesal Aena sambil membereskan tempat makannya.
"eh Tish, punya nomor telponnya RSJ Menur?" tanya Divya kesal "Bilang kedokternya, salah satu pasiennya ada yang kabur!" tambahnya semakin kesal.
Mereka pun membereskan bekal mereka dan pergi keluar kelas, menuju kesuatu tempat yang nyaman untuk memakan bekal mereka.
Sungguh, aku bahagia sekali. Setelah beberapa hari tersiksa dengan pengalaman ku sendiri. Akhirnya, aku mendapat hiburan dari mereka. Walaupun aku tahu, mereka pasti kesal sekali. Tapi setidaknya, mereka membantu ku melepas beban berat ku.
Sekarang, tinggal aku sendiri dikelas. Memakan bekalku sendirian. Tanpa ada yang menemani.
Setidaknya, aku merasa tenang.
☀☀☀
Lineeeee~
Ketika aku sedang sibuk menyiapkan peralatan renang ku, nda dering hpku berbunyi. Satu pesan telah masuk.
Kuputuskan untuk membaca pesan itu. Kuambil hpku yang tak jauh dari tempatku dan mulai membacanya. Pesan dari Divya! Pasti capslock nya sedang jebol, pikirku. Mengingat tadi siang aku mengerjainya hingga membuatnya marah dan jengkel. Tentu saja, pesan darinya pasti berujar tentang kemarahannya.
"ingin cerita tentang tadi siang? Aena bilang, akhir-akhir ini kau sering ketiduran dikelas. Mimpi buruk?"
Begitulah isi pesan tersebut. Tanpa berpikir panjang. Aku segera mengetik jawabanku.
"akhir-akhir ini aku sering ketiduran dikelas karena..."
Dengan cepat, Divya membalas pesanku. Wauw, dia pasti ingin tahu alasanku. Sederet pemikiran jenaka mulai muncul di pikiranku.
"karena apa?"
"mimpi buruk?"
"karena..."
"karena, program renang ku yang semakin kacau"
"program superman T_T"
Aena telah meninggalkan obrolan
Divya telah meninggalkan obrolan
Pratishta telah meninggalkan obrolan
"kok kalian gitu seh :'D"
Ku segera mematikan hp ku dan bersiap siap berangkat. Tanpa merasa bersalah, aku melangkah keluar rumah dengan perasaan bahagia.
Kalian ingin mendengarkan cerita ku juga kan? Kalian ingin tahu juga'kan? Sama.
Jadi, dengarkan baik-baik ya!
Akan ku ceritakan di chapter berikutnya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Twin
TerrorDoppelganger Pernah ku mendengar istilah tersebut ketika ku tak sengaja menonton salah satu acara tv swasta yang menceritakan presiden Amerika Serikat, Abraham Lincoln, melihat dirinya dengan dua wajah. Salah satu dari kedua wajah itu berwarna puca...