Bagian 16-18

1 0 0
                                    

Gabrielle Garrison memencet bel pintu bercat hijau muda itu untuk ketiga kalinya dalam setengah menit.

Pintu terbuka, Sandra dibaliknya menyambut. "Gabby. Masuklah. Jason ada di belakang," katanya disertai senyum. Sudah hampir tiga tahun Gabby selalu berkunjung ke rumah itu sekali atau dua kali dalam seminggu.

Gabby melintas melewati ruang tengah di mana seorang anak perempuan sedang duduk di sofa di depan televisi. "Hai, Lilly."

Lilly menoleh sebentar untuk menyahut tamunya. "Hai, Gabby. Latihan lagi?"

"Kau tahu itu," balas Gabby seraya mengedipkan satu mata. Ia lanjut melangkah menuju halaman belakang. Di sana gurunya sudah menanti dengan baju kaos dan celana olahraga. "Selamat sore, Mr. Ruth."

"Bersiap untuk bertarung."

Wanita kurus itu meletakkan tasnya dan langsung turun ke halaman. Saat itu Gabby mengenakan baju tim sepak bola, celana olahraga panjang, dan sepatu olahraga. Ia memasang kuda-kuda, bersiap menghadapi lawan tandingnya.

Jason Leenin Ruth telah mengajarkan ilmu bela diri kepada Gabby untuk beberapa lama. Ia memasang kuda-kuda yang sama.

Lilly yang tadi asyik menonton tv beranjak ke halaman belakang untuk melihat mereka saling pukul. Ia selalu menikmati menyaksikan Gabby dan ayahnya berlatih.

Gabby menarik napas, kemudian memulai dengan sebuah tendangan dari samping.

Jason mengantisipasi dengan mundur beberapa langkah sehingga serangan musuhnya meleset. Ia belum berniat menyerang balik. Ia memberi kesempatan muridnya untuk mengeluarkan semua serangan yang ia miliki.

Gurunya itu lincah, responsif, dan intuitif. Gabby jadi sedikit frustasi dibuatnya. Seperti mencoba menggenggam belut yang licin. Seakan-akan ia tahu ke mana Gabby akan menyerang selanjutnya. Bagaimana pun, Gabby belajar darinya. Aku harus mengubah taktik. Ia kembali menyerang, tapi kali ini divariasi dengan cengkeraman. Pukul, tendang, tangkap, terlepas.

Jason menyadari perubahan taktik Gabby. Ia tersenyum. Tetap waspada. Ia menyadari pukulan muridnya itu bisa berakibat fatal.

Gabby terus berusaha. Ia menyerang dari samping kanan. Pinggang kiri lawannya terbuka. Ia pun berlutut dengan satu kaki, lalu mengayunkan tangan kirinya. Pertarungan berakhir saat tinju Gabby berhenti 5 cm dari pinggang Jason. Mereka berdua berdiri. Senyum terpancar di wajah Gabby.

"Bagus. Kau bisa mengenai aku lagi." Jason menarik dan menghembuskan napas. "Kita lanjutkan. Kali ini, aku akan balik menyerang. Ingat, jangan hanya fokus pada seranganmu. Pertahanan." Ia memasang kuda-kuda.

Kaki dibentangkan, tangan menghadap lawan. Gabby bersiap. Pertarungan dimulai lagi. Mereka bertukar pukulan, tendangan, dan tangkisan.

Pukulan Gabby sangat kuat, jadi Jason Ruth mengatasinya dengan memindahkan arah serangan lawan atau mengelak. "Jika kekuatan musuhmu jauh melebihimu, jangan lawan serangannya, alihkan. Menghindar lebih baik," pesannya sambil menghindar. "Semoga taktik itu hanya berlaku untukku." Mereka tidak benar-benar mengenai lawan saat berhasil mendaratkan serangan, hanya berpura-pura seolah kena. Berhenti sejenak, kemudian melanjutkan sparring.

Jason lebih banyak mengenai Gabby, sementara Gabby juga beberapa kali mengenai gurunya. Pertarungan itu dihentikan setelah kurang lebih dua menit.

Lilly bertepuk tangan.

"Kemampuanmu meningkat," komentar Jason.

"Terima kasih, Pak." Gabby membuka risleting tas dan mengambil handuk kecil untuk mengusap keringat di wajahnya.

Prime Protector 2: HercTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang