Attempt 1 : Kacamata

26 7 19
                                    

Lelaki berkacamata itu berpaling kepadaku. Kedua mata lelaki itu tenggelam dalam air mata. Di saat itu aku percaya, bahwa banyak sekali manusia yang mati bukan karena bunuh diri melainkan karena kesedihan yang membunuh mereka dari dalam.

"Mengapa kau menghentikanku?" tanya lelaki berkacamata itu.

"Apakah kau memang perlu melakukan itu?"

"Aku lelah dengan hidup ini." Jawab pria berkacamata itu.

"Jadi kau akan mengakhiri hidupmu sekarang?" tanyaku untuk mencegahnya dari tindakan bunuh diri.

"Aku berniat untuk berbuat demikian." sahut pria itu tanpa ragu.

"Kau konyol." Ucapku dengan singkat.

"Konyol? Aku lelah. Aku mencintai dia apa adanya. Aku mengorbankan segalanya untuknya. Tampaknya semua itu tak cukup, ah, bukan. Semua yang kulakukan tidak akan cukup. Aku lelah dengan semua ini. Aku hanya ingin mati. Aku jenuh mencintai seseorang yang tak bisa kumiliki."

Aku mengepalkan tanganku.

Aku tidak percaya bahwa kesempatanku untuk menghabisi nyawaku terganggu karena laki-laki yang ingin mati hanya karena alasan yang sepeleh.

"Aku menyedihkan ya? Aku mencintai orang yang tak mungkin bisa kumiliki. Aku bodoh karena yakin bahwa ia akan menjadi milikku. Dadaku terasa sesak mengenang memoriku bersamanya. Aku jenuh." Ujar pria berkacamata itu sambil tersenyum palsu kepadaku.

"Kau bodoh." Aku berkomentar dengan singkat, padat dan jelas.

"Apa?" tanya lelaki kacamata itu sambil mengekspresikan kebingungan di atas wajahnya yang ingin kugampar saat ini.

"GREB!" aku mengangkat kera lelaki konyol itu.

"A-ah!"

Air mata menyingkir dari kedua matanya. Pria menyedihkan yang semula meneteskan air mata kini membuka matanya dengan lebar. Keringat dingin mengalir di atas tubuhnya. Ia menelan ludahnya, badannya gemetar.

"Hanya karena itu kau ingin membuang nyawamu?! Kau berniat membuang nyawamu hanya karena kau tak bisa memiliki orang yang kau sayangi, cintai dan pedulikan? Setidaknya apa yang menjadi milikmu tak pernah dirampas! Idiot!"

Aku melepaskan lelaki berkacamata itu dari genggamanku.

"Brugh!"

Lelaki menyedihkan itu jatuh di atas lututnya. Ia menunduk sesaat.

"Terima kasih." Ujar pria berkacamata itu sambil memandang kedua mataku.

Terima kasih?

"What?" tanyaku dengan wajah datar.

"Terima kasih." Pria berkacamata itu mengulangi perkataannya.

Lelaki berkacamata itu tersenyum tulus kepadaku. Ia menepuk bahuku.

"Aku merasa lebih baik setelah membicarakan hal itu denganmu. Terima kasih untuk menyadarkanku." Ucap pria berkacamata itu.

Tak lama angin berhembus dari utara. Mataku membulat. Nafasku terhenti untuk sesaat. Pria berkacamata itu berubah menjadi kabut hitam dan menghilang tanpa jejak.

Apa itu yang aku lihat barusan?

Aku menghela nafasku.

"Sepertinya hari ini bukanlah harinya. Aku akan kembali lagi di hari berikut." Ucapku kepada diriku sendiri sembari memutuskan untuk menunda rencana bunuh diriku.

DON'T DO IT PLEASE

"krauk... krauk..." aku memakan sepotong biskuit yang tadi kubeli di kantin.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 16, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Don't Do It PleaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang