-Omega-

608 40 1
                                    

Aku berdiri di tepi jalan tak jauh dari RedPalm Caffe yang baru saja aku datangi. Sumpah, aku tidak menyangka kalau ternyata aku akan bertemu dengan Dharma dan Kayla yang kembali selalu mengikutinya di kafe itu. Padahal, selama aku menghabiskan waktu di sana, aku tidak pernah bertemu dengan mereka sama sekali.

Tapi ada satu hal yang begitu terasa aneh bagiku. Hari ini, Kayla tampak sangat lesu dan tidak bersemangat seperti biasanya. Ia hanya diam, berdiri di samping Dharma yang duduk di hadapanku. Ia terlihat begitu sedih. Bahkan aku sempat berpikir kalau Kayla habis menangis. Tapi karena apa?

Untuk itulah aku memberikan kode pada Kayla bahwa aku menunggunya di luar kafe. Untung saja ia paham maksudku dan segera menyusulku ke luar. Aku pun mengajaknya ke rumahku. Aku akan membuatnya menceritakan ada masalah apa dengannya sehingga ia berubah pendiam seperti sekarang ini.

"Kay, lo ada masalah apa sih?" Ini sudah ketiga kalinya aku bertanya pada Kayla, sejak kami sampai di rumahku. Tapi ia tak menjawab satu pun pertanyaanku.

Aku di bibir kasurku dan menghela napas berat. Mungkin saja, Kayla belum siap untuk menceritakan masalahnya padaku. Tak lama kemudian, aku mendengar suara isakan kecil yang keluar dari mulut Kayla. Aku pun panik di buatnya, karna ini pertama kalinya ada makhluk astral yang terang-terangan menangis di depanku. Masih dengan berpikir apa yang akan aku lakukan pada Kayla, aku mendekatkan diri pada sosok gadis yang sekarang sedang duduk manis di single sofa merah kesayanganku.

"Lo cerita dong, Kay. Kalo lo diem terus kayak gini, gue sendiri jadi bingung mau ngapain." Bujukku pelan. "Yah, seenggaknya kalo lo cerita kan jadi bisa lebih plong."

"Aku nggak kuat lihat Dharma terus-terusan sedih karna aku." Ujar Kayla pada akhirnya setelah diam seribu bahasa. Aku mengerutkan kening, bingung. Dharma sedih? Mukanya setiap kali ketemu songong begitu, sedih dari mananya?

"Emang lo apain Dharma?"

Kayla berusaha untuk meredakan tangisnya dan mulai menceritakan duduk permasalahan yang sedang ia hadapi. "Aku udah buat Dharma nunggu begitu lama."

"Maksudnya? Gue nggak paham deh." Aku menatap Kayla dengan tidak mengerti sama sekali. "Gini, lo dulu pernah janji mau jawab pertanyaan gue kan? Nah, sekarang gue tanya dan lo harus jawab jujur." Kayla menganggukan kepalanya pelan.

"Apa sebab lo meninggal, Kay?" Tanyaku dengan hati-hati, takut menyakiti perasaan Kayla. Ia pun terkejut karena pertanyaanku, lalu menggeleng cepat.

"Aku belum bener-bener meninggal, Ga." Bantahnya. "Aku koma sejak setahun yang lalu dan belum tahu kapan bisa bangun lagi." Lanjutnya dengan sedih.

Aku jadi mengerti sekarang. Aku mengerti alasan dibalik penampilan Kayla yang nyaris sempurna sebagai seorang roh. Kayla masih berada dalam ambang antara hidup dan mati. Aku yakin, pasti ia sangat menginginkan untuk bangun dari tidur panjangnya. Kalau aku bisa melakukan sesuatu, aku pasti akan membantunya dengan senang hati.

"Bisa lo ceritain lebih detail lagi?" Pintaku kemudian.

"Setahun yang lalu aku ditabrak mobil waktu mau ketemu Dharma. Kepalaku kebentur trotoar, dan itu yang menyebabkan ragaku nggak bangun sampai sekarang." Tanpa sadar aku menahan napas saat Kayla bercerita.

"Trus Dhar--ma?" Tanyaku dengan tenggorokan yang tercekat. Aku tidak habis pikir dengan takdir yang harus dialami oleh Kayla. Begitu berat. Jika aku yang berada di posisi Kayla saat ini, belum tentu aku bisa bertahan sepertinya. Aku pasti akan lebih memilih menyerah pada hidup.

"Aku sama Dharma pacaran sejak SMA. Aku sayang dia dan aku yakin, kalau Dharma juga sayang aku." Raut wajah Kayla menjadi lebih muram dari sebelumnya. "Tapi sejak setahun yang lalu, aku takut kalau aku akan buat dia makin menderita dengan terus-terusan nunggu aku bangun.

Untuk itu aku minta tolong kamu buat bahagiain Dharma. Aku nggak mau kalau Dharma sedih. Dengan kondisiku yang sekarang ini, belum tentu aku bisa hidup lagi. Makanya, sebelum aku bener-bener pergi, aku pengen lihat Dharma bahagia."

"Lo minta gue buat bahagiain cowok lo. Tapi gimana? Sampe sekarang pun gue belum punya ide." Selaku cepat. Kayla tersenyum samar.

"Aku punya." Ujarnya.

"Apa?"

Kayla menatapku dalam-dalam. Aku dibuat keki dengan tatapannya yang begitu mengintimdasi seperti itu. Aku saja tidak pernah menatap orang sampai segitunya.

"Buat Dharma jatuh cinta sama kamu."

Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang