-Dharma-

162 16 1
                                    

Pertama-tama, aku mau minta maaf yang sebesar-besarnya karna udah bikin penggemar cerita ini nunggu terlalu lama, bahkan sampe 2 tahun mungkin lebih:" *yah kalo emang ada yg ngefans sih hahaha

Jujur aja, aku ngestuck sama cerita ini.  Aku udah ada bayangan gimana kelanjutan kisah Dharma-Omega sampai ke endingnya, cuma susah aja buat nulisnya. Jadinya yaa, akhirnya aku fokus ke cerita di akun sebelah.

Tapi sekarang, aku mungkin bisa coba mulai nulis kelanjutan cerita ini lagi. Terimakasih buat kalian yang sabar nunggu :" Aku terharu karna ternyata lumayan banyak yang nanyain kapan cerita ini lanjut.

Jadi, aku dedikasikan part perdana ini buat kalian para penggemar setia Sixth Sense. Maaf kalau ternyata feelnya kurang dapet karna aku juga baaru mulai nulis lagi setelah sekian lama, jadi ayo bantu aku dengan komen-komen kalian.

Mungkin itu aja deh curhatnya, selamat menikmati. Kutunggu komentar kalian yaa :v

#PeaceUp

-------------------------------

Kulangkahkan kakiku dengan cepat menuju ke ruangan dimana Kayla sedang dirawat. Tadi pagi aku mendapat kabar dari mama Kayla kalau gadis itu tiba-tiba mengalami masa kritis. Entah apa yang terjadi padanya. Pikiranku terlalu kalut. Aku sama sekali tidak konsentrasi mendengarkan dosen yang menjelaskan di depan kelas. Pikiranku hanya tertuju pada satu orang, yaitu Kayla.

Aku takut kalau apa yang menjadi pikiran burukku selama ini menjadi kenyataan. Aku belum siap kalau Kayla harus pergi meninggalkanku. Aku masih mau, Kayla menemaniku. Seperti dulu.

Setibanya aku di kamar rawat inap Kayla, aku melihat ada kedua orangtuanya di sana. Tante Mela menangis di dalam pelukan suaminya. Beberapa dokter dan suster pun terlihat sibuk—entah melakukan apa pada Kayla. Rasanya detak jantungku seperti berhenti tiba-tiba, tubuhku menegang, otakku mendadak macet, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan.

"Dharma.." Seru Om Joni yang tampaknya sudah menyadari kehadiranku. Aku mendekat ke arah mereka tanpa mengalihkan perhatianku pada Kayla yang masih saja menutup kedua matanya.

"Kayla kenapa, Om?" Tanyaku pada akhirnya.

Wajah Om Joni terlihat begitu sendu, "Tadi tiba-tiba keadaan Kayla kritis. Beberapa jam kemudian, dia kehilangan detak jantungnya." Jelas Ayah Kayla yang membuat hatiku terasa sakit. Kehilangan detak jantung? Separah itukah? Padahal selama ini Kayla baik-baik saja. Bagaimana bisa ia kehilangan detak jantungnya tiba-tiba.

Seorang dokter mendekat dan menunjukan wajah bersimpatinya padaku dan kedua orangtua Kayla, "Sekarang anda bisa tenang. Kondisi Kayla sudah kembali seperti semula. Tetapi jujur saja, tidak menutup kemungkinan kejadian seperti tadi akan kembali terjadi lagi."

"Tolong, Dok. Selamatkan anak saya." Kata Tante Mela yang terlihat sangat memohon.

"Kami akan melakukan yang terbaik untuk pasien, Bu." Sahut Dokter itu mencoba untuk memberikan pengertian pada Tante Mela. "Kalau begitu, saya permisi."

Sepeninggal dokter laki-laki yang merawat Kayla, aku mendekati gadisku yang masih saja tertidur pulas di ranjangnya. Aku duduk di tepi ranjangnya dan menggenggam erat tangannya. Kuamati wajah Kayla yang jauh lebih tirus dari kemarin-kemarin. Kuusap pipinya dengan ibu jariku. Kudekatkan bibirku pada telinganya.

"Kamu harus bertahan, Kay." Bisikku lalu mengecup keningnya dengan sayang.

Setahun yang lalu...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 14, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang