-Omega-

793 65 26
                                    

Hai semuaaa, maaf ya baru update sekarang. Mumpung lagi ada waktu kosong. Dari kemaren banyak banget tugas kuliah. Belum lagi tugas ospek jurusan. Bikin pusing! *kok malah curhat?*

Sudahlah, yuk mulai baca. Maaf ya kalo terlalu sedikit :"

#PeaceUp

-------------------------------------------------

Tidak pernah terbersit dalam benakku, kalau seorang Faza memiliki mantan pacar yang penampilannya aduhai sekali. Dalam konotasi agak negatif pastinya. Dan aku merasa heran, kenapa juga Faza memiliki selera yang seperti itu? Oke, aku tahu, selera tiap orang memang berbeda. Tapi mengingat bagaimana seorang Faza, aku jadi sedikit agak tidak percaya saja. Aku piker, Faza menyukai perempuan yang semacam Kayla. Lagi pula, laki-laki mana yang tidak ingin mendapatkan perempuan seperti Kayla untuk menjadi teman hidupnya?

Beruntung sekali Dharma tiba-tiba menawarkanku tumpangan untuk pulang. Tentu saja langsung aku iyakan ajakannya itu. Sumpah! Setelah perempuan bernama Tamara itu datang, aku merasa atmosfir di sekitarku menjadi tidak nyaman sama sekali. Entah karena mataku yang terganggu dengan penampilannya, atau hidungku yang terusik oleh bau parfumnya yang menyengat itu. Bahkan Dharma saja langsung menggeser tempat duduknya lebih dekat padaku ketika perempuan itu duduk di kursi antara Dharma dan Faza.

Padahal sebenarnya kursi itu tidak kosong. Ada Kayla di sana. Ia langsung menyingkir saat mantan pacar Faza duduk. Aku juga sempat menangkap ekspresi ketidaksukaan yang ditunjukan Kayla pada Tamara. Sepertinya, there’s something happened between them.

“Udah sampe nih.” Eh, kok rasanya cepet banget? Perasaan barusan aku masuk mobilnya Dharma, udah main sampe aja?

Aku melihat ke sekelilingku dari balik kaca jendela Pajero Sport hitam milik Dharma. Dan benar saja. Mobil ini sudah berhenti tepat di depan rumahku. Memangnya sepanjang perjalanan tadi aku melakukan apa? Kok mendadak amnesia, sih?

“Apa perlu gue gendong lo sampe ke dalem rumah, Omega?” Aku terkesiap mendengar pertanyaan Dharma yang bernada menggoda itu. Setelah benar-benar sadar, aku langsung melemparkan pandangan membunuhku. Sial! Sekarang dia malah cengengesan. Selain itu Kayla yang duduk di jok belakang justru sudah cekikikan tidak jelas. Astaga! Aku lupa kalau ada Kayla di sini. Bagaimana mungkin aku bisa melupakan kehadiran sosok Kayla?

“Dasar, modus!” Ejekku sembari melepaskan sabuk pengaman.

“Sekali-sekali nggak masalah lah.” Sahut Dharma yang masih terkekeh. Aku hanya memutar kedua bola mataku dengan sebal. Bisa-bisanya aku tahan mengenal manusia macam Dharma ini.

“Mau mampir nggak?” Tanyaku dengan setengah hati. Kalau tidak ingat ayahnya Dharma itu sahabat Papa dari kecil, mana mau aku menawarinya untuk masuk ke rumahku?

“Ciyeee, pengen banget gue mampir ya?” Goda Dharma semakin menjadi. Ia mengerlingkan matanya padaku. Dan ku balas dengan pelototan tajam ala Omega. “Tapi sori ya, lain kali aja. Udah sore banget ini.”

“Bagus deh!” Sahutku senang.

“Yah, Omega nggak asik ah! Harusnya kamu paksa Dharma masuk, terus di dalem kamu bisa pedekate-in tuh.” Celetuk Kayla yang sedari tadi hanya memperhatikan dan tertawa. Memangnya aku perempuan macam apa? Tapi alih-alih membalas Kayla, aku langsung melemparkan padanya. Tak perlu waktu lama untuk Kayla memahami apa maksud dari pandanganku. Aku terkejut saat melihat Kayla, “Ikut Dharma.” Ujarnya. Aku menganggukan kepala sekali.

“Di jok belakang ada apaan sih?” Tanya Dharma yang langsung melongokkan kepalanya ke jok belakang. Tentu saja ia tidak tahu kalau ada Kayla yang sedang duduk manis di sana. Dharma mengerutkan dahi dan memandangku dengan penuh dengan pertanyaan.

“Nggak, bukan apa-apa,” Jawabku. “Udah sana, pulang gih!”

“Yeee, tadi aja ngajakin mampir, tapi sekarang malah diusir.” Cibir Dharma. “Yaudah deh, gue balik ya. Salam buat Om Bagus sama Tante Reva.”

“Iya, bawel!”

Setelah Dharma berpamitan, aku langsung keluar dari mobil. Dan tak lama kemudian, mobil hitam yang membawa Dharma dan Kayla hilang dari pandanganku. Aku merasa ada yang aneh baru saja terjadi pada Kayla. Apa dia tidak menyadari keanehan yang terjadi pada dirinya sendiri? Aura keberadaan Kayla yang semakin tidak bisa aku rasakan. Dan yang tadi, tubuhnya sempat tembus pandang selama beberapa detik. Meskipun pada akhirnya kembali seperti semula. Aku jadi khawatir pada Kayla. Apa tidak apa-apa membiarkannya seperti itu? Aku takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan padanya. Semoga saja itu hanya perasaanku saja.

Arloji yang melingkar di tangan kananku sudah menunjukan pukul tiga lebih empat belas menit. Sebentar lagi pasti kelas akan bubar. Rencananya setelah ini, aku ingin melihat kondisi raga Kayla yang ada di rumah sakit. Mengingat apa yang terjadi padanya kemarin, aku jadi agak sedikit takut sesuatu terjadi padanya. Aku hanya ingin memastikan kalau Kayla memang baik-baik saja.

“Oke, mungkin cukup sampai di sini. Kita lanjutkan dipertemuan berikutnya.” Yes! Akhirnya selesai juga. Jujur, aku sudah menahan rasa kantuk sejak dua jam yang lalu. Dan aku harus ekstra sabar mendengarkan penjelasan dosen yang tak ada habisnya itu.

Sekeluarnya dari kelas, aku langsung menuju ke kantin sebentar. Maunya sih mengisi perut dulu. Saat sampai di kantin, ternyata sudah ada Dharma dan Faza yang duduk manis di tempat yang biasa aku gunakan saat di kantin. Sejak kapan mereka jadi suka nangkring di spot favoritku. Biasanya juga mereka memilih duduk di tengah atau paling tidak di pinggir dekat pintu masuk.

“Kalian ngapain di sini?” Tanyaku bingung. Aku langsung duduk di kursi kosong yng berada di antara mereka berdua.

“Menurut lo?” Sahut Faza yang membuatku kesal saja. Ekspresinya itu lho, membuat orang naik darah saja.

“Gue tanya baik-baik, Faza.”

“Lo juga sih, ngasih pertanyaan kok gitu banget. Nenek-nenek rabun juga tau kalo ada orang ke kentin itu ya buat makan.” Aku hanya bisa memutar bola dengan kesal mendengar Faza berbicara. Aku heran, dulu ibunya ngidam apaan sih waktu mengandung Faza? Kokmulutnya minta diplester.

Tanpa mau memperdulikan Faza lagi, aku pun mengalihkan perhatianku pada Dharma yang sedari tadi hanya diam dan memperhatikan. Dari sorot matanya, aku rasa ia sedang memikirkan sesuatu. Karna aku bukan mind readers, aku tidak tahu apa yang ada di pikirannya. Tiba-tiba saja, Dharma beranjak dari duduknya dan pergi tanpa berkata apa-apa.

“Dhar, mau kemana lo?!” Teriak Faza yang membuat telingaku bisa tuli mendadak.

“Rumah sakit.”

Deg!

Jawaban dari Dharma yang langsung membuatku menegang. Rumah sakit? Apa ia mau menjenguk Kayla? Apa jangan-jangan terjadi sesuatu pada Kayla? Sepertinya, aku harus segera melihat kondisi gadis itu di rumah sakit.

Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang