Tsundere : 05

18.2K 2.1K 67
                                    

Jam pelajaran berganti, Pak Wahidin selaku guru matematika itu pun segera membereskan buku-buku bahan ajar miliknya sebelum beranjak keluar kelas. Para penghuni kelas menghela napas karena pelajaran selanjutnya adalah olah raga. Yang perempuan sibuk berisik untuk mengajak teman-teman mereka untuk berganti pakaian, sementara yang laki-laki ada yang langsung ke ruang ganti atau bahkan sebagian memilih untuk berganti pakaian di dalam kelas.

Saat Prilly masuk ke dalam kelas, ia baru mengetahui kalau jam pelajaran sudah berakhir sebelum ia kembali dari kamar mandi. Perempuan itu minggir ke sisi pintu ketika Bianca dan teman-temannya berjalan keluar. Prilly hanya menatap Bianca sebentar ketika perempuan berwajah campuran indo-aussie itu melewatinya. Dahi perempuan itu berkerut ketika kembali ke bangku, pakaian olah raganya sudah berada di luar tas, padahal Prilly tidak merasa mengeluarkannya.

Ada Ali disana. Laki-laki itu sedang membuka kancing seragam putihnya dengan santai. Padahal masih ada anak-anak perempuan di kelas.

"Apa?" tanya Ali, lebih kepada menegur ketika Prilly menatapnya tajam seolah menuduh.

Ketika Ali melepas kemeja putih yang otomatis memperlihatkan lekuk tubuhnya yang polos, Prilly langsung menghela napas kasar dan membawa kaus olah raganya keluar kelas. Ia tidak ingin ambil pusing dan langsung menuju ruang ganti.

Selama dua jam pertama, pelajaran olah raga berlangsung lancar, praktek hari ini adalah lari jarak jauh mengitari lapangan outdoor milik SMA Angkasa Jaya yang bisa membuat lutut lemas dalam sekali putaran saking luasnya. Mereka semua lari bersamaan dengan instruksi Pak Bondan yang merupakan guru pelajaran kebugaraan di kelas 12.

Sambil berlari, beberapa anak laki-laki ada yang sesekali bercanda, sementara yang perempuan ada yang beberapa kali mengobrol ketika berpapasan dengan teman-temannya. Dan Prilly, perempuan itu berlari sendirian tanpa memperdulikan teman-temannya. Ia terlalu malas bercengkrama dan yang terpenting untuk saat ini adalah nilai prakteknya.

Di putaran kedua, saat Prilly sedang berlari sambil beberapa kali menyelipkan anak rambut ke belakang telinga, seorang laki-laki menyamai langkahnya. Prilly menoleh ke kanan dan tersenyum. "Hei,"

Sapaan kecil itu bahkan berhasil membuat Rasya hampir kehilangan tenaga di kakinya. Suaranya kecil dan sedikit terengah, tapi Rasya bersyukur karena ia masih bisa memperoleh kesadaran. "Capek?"

Pertanyaan bodoh itu membuat Prilly tertawa, "Ya jelas, lah. Lo masih berapa keliling lagi?"

"Satu," jawab Rasya. "Lo?"

"Ini yang terakhir."

"Cepet banget larinya," Rasya terkekeh.

"Kita kan, beda itungannya. Lo cowok, gue cewek-Anjrit!"

"PERMISI!"

Ketika Prilly sedang berbicara dengan Rasya di tengah kegiatan larinya, tiba-tiba seseorang menyerobot di sela-sela jarak yang tersisa antara bahunya dengan bahu Rasya. Membuat keduanya terpisah dan hampir kehilangan keseimbangan ketika bahu mereka ditabrak tiba-tiba.

Prilly memegangi bahu kanannya yang terasa pegal. Ia berhenti berlari, membuat Rasya juga berhenti untuk memastikan Prilly baik-baik saja. "Sakit?"

"LAPANGAN INI LUAS KALI! MATA LO PINDAH KE PANTAT YA?!" Prilly berteriak dibandingkan membalas pertanyaan Rasya.

Laki-laki yang penuh dengan ekspresi arogan itu memutar tubuh dan melangkah mundur, "Sorry, tapi gue nggak suka kalo pas nyetir mobil liat dua orang naik motor ngobrol di tengah jalan. Bawaannya suka pengen nabrak."

Prilly yang mendengar itu sontak melotot dan tensi darahnya seketika langsung naik, "Lo nggak liat apa?! Kita lagi lari pake kaki! Bukan naik motor!"

TsundereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang