—in which Seungmin does a group work with Hyunjin.
Untuk kesekian kalinya Hwang Hyunjin bergerak-gerak gelisah dan tak nyaman di kursinya. Sebentar lagi ia harus mengikuti sebuah metode pembelajaran paling buruk dan tidak efektif yang hanya akan mengganggu ketenangan mentalnya; kerja kelompok.Itu sih bagi Hyunjin, beberapa murid lain ada juga yang menyukai kerja kelompok, karena mereka bisa sekalian bersenda gurau dengan teman-teman mereka walau diselingi diskusi materi pelajaran.
Gurunya di depan bahkan baru membagikan kelompok dan menulis nama serta tugas mereka di papan tulis, tapi Hyunjin sudah mau gila rasanya.
"Ini kelompoknya ya, sekarang duduk dengan kelompok masing-masing dan kerjakan tugasnya dalam 20 menit. Setelah itu kita diskusikan."
Perintah dari sang guru menandakan kekacauan akan segera dimulai. Murid-murid mulai keluar dari kursi-kursi mereka, berpindah tempat duduk ke sana ke mari. Hyunjin tidak peduli, ia duduk saja, menunggu teman sekelompoknya datang, setelah itu ia akan membiarkan mereka melakukan apa yang mereka mau.
Mungkin takdir ikut andil melalui gurunya untuk yang satu ini, karena Kim Seungmin mendatangi mejanya sambil membawa buku, tersenyum ramah pula seperti waktu itu. Hyunjin menghela napas lega, setidaknya Seungmin tidak menyebalkan.
"Who else is in the group?" Tanya Hyunjin, sekadar sebagai antisipasi.
"Lee Felix. You gonna love this guy," jawab Seungmin.
Eh tidak Seungmin, kau salah, Hyunjin benci keributan dan keributan adalah nama tengah Lee Felix. Anak pindahan dari Australia yang datang sekitar dua tahunan lalu itu adalah seorang extrovert murni. Ia bisa mengajak bicara bahkan orang asing di pinggir jalan sekalipun, nyaris tak punya malu dan melontarkan lelucon di situasi apapun.
Meskipun Felix juga orang luar seperti Hyunjin, ia sudah akrab dengan semua orang layaknya penduduk lama. Level kemampuan adaptasinya jauh lebih tinggi dibanding Hyunjin.
"Sooo this is the big city guy Hyunjin huh? Enakan mana Seoul sama di sini?"
Tanpa basa-basi dulu Felix langsung menepuk lengan Hyunjin, membuat laki-laki itu mengedikkan bahu. Lirikan tajam Hyunjin sama sekali tidak Felix hiraukan, ia malah memasang cengiran lebar di wajahnya.
"Jin, mulut lo dilem apa gimana gue nanya gak dijawab," kata Felix lagi.
Demi Tuhan Hyunjin makin gondok saja.
"Lix udah jangan digangguin mulu."
Seungmin akhirnya menengahi, melihat wajah kesal Hyunjin. Mengingat mereka juga harus berdiskusi kelompok bukannya main-main.
"Kalian aja sana kerja kelompok, gue gak ikutan," ketus Hyunjin.
Tangannya sudah bergerak ke tas punggungnya untuk mencari earphone-nya yang berharga, satu-satunya alat pemblokir dunia luar yang Hyunjin miliki. Namun Seungmin menahan tangannya sebelum ia sempat merogoh ke dalam tas itu.
Yang benar saja sih, sejak kapan Hyunjin mengijinkan semua orang menyentuhnya sembarangan.
"That's not how it works. Namanya kerja kelompok, ngerjainnya bareng-bareng," ucap Seungmin, lalu melepaskan tangan Hyunjin.
"Iya gue tau kerja kelompok itu apa gak usah dijelasin."
Sebenarnya ada lagi yang ingin Hyunjin katakan, larangan mendekat lebih dari enam puluh sentimeter dan kontak fisik. Entah mengapa ia menelan kembali ucapannya, memutuskan Kim Seungmin tidak perlu diberi peringatan semacam itu. Harusnya laki-laki ini sudah mengerti dari sikapnya.
Diskusi kelompok berjalan cukup lancar setelahnya. Hyunjin masih saja jarang bersuara dan Seungmin terus-terusan memancingnya supaya ikut berkontribusi. Hyunjin tidak mengerti bagaimana Seungmin bisa tahan dengan duri-duri stalaktit yang seakan mencuat keluar dari dirinya.
Ia bersikap seperti itu untuk menghalau bentuk interaksi apa pun, tapi sepertinya triknya tidak bekerja pada Kim Seungmin.
Tiba waktu diskusi kelas, setiap kelompok mengirimkan perwakilan masing-masing untuk menyampaikan ide-ide mereka. Tentu saja Felix yang ditunjuk untuk bagian ini, karena baik Hyunjin maupun Seungmin tidak berbakat bicara di depan kelas.
Sambil duduk memperhatikan Felix (yang sempat-sempatnya bercanda di sela-sela membahas sejarah penyatuan tiga negara, hingga menerima pukulan ringan dari sang guru), Seungmin memulai konversasi lagi dengan Hyunjin.
"Gue pengen bisa pede kayak gitu," kata Seungmin.
"Kerja kelompok aja gue gak suka, apalagi ngomong di depan orang banyak." Hyunjin menimpali.
"Why do you hate people so much?"
Pada pertanyaan ini, Hyunjin mengangkat bahunya. Ia terdiam sejenak, merenungkan pertanyaan Seungmin sambil menatap kosong ke mejanya.
"I don't hate people, I just don't trust them."
"Kalo sama gue, lo mau percaya gak?"
Sepertinya Kim Seungmin suka sekali melontarkan pertanyaan yang membuat lawan bicaranya berpikir keras. Membuang muka memandangi jendela kelas, Hyunjin tidak melanjutkan percakapannya dengan Seungmin.
Membiarkan pertanyaan laki laki Kim itu menggantung di udara, menguap habis menyatu dengan awan.
Hanya waktu yang bisa menjawab.
lemon🍋boy
ya jadi intinya hyunjin ansos banget karakternya disini wkwkwkwk gatau deh saya nulis apaan ini. i hope you all had a good time in this rainy saturday♡
KAMU SEDANG MEMBACA
LEMON BOY #1 ✓
Fanfiction❝Cause we're the bitterest boys in town.❞ Hanya sepenggal kisah sederhana tentang bagaimana Kim Seungmin membantu Hwang Hyunjin melewati hari-harinya di tahun pertama SMA. Youth Series #1 sonnenblum © 2018