—In which Seungmin consoles the crying Hyunjin
Hari ini hujan deras membasahi bumi, tak berhenti tanpa jeda sejak pagi hingga sore datang. Langit yang mendung menambah suasana suram ruang kelas 1-1, di mana para siswa tahun pertama sedang berusaha keras membuka mata mereka dan memperhatikan proyektor yang menampilkan materi pelajaran. Belum lagi lampu kelas memang sedang rusak dan belum sempat diperbaiki, suasananya semakin mendukung anak-anak remaja itu untuk jatuh tertidur di meja mereka masing-masing.Ada yang sedikit mengganggu Kim Seungmin hingga rasa kantuk tidak menyerangnya sama sekali. Dilihatnya tempat duduk Hyunjin kosong hari ini, namun saudara tirinya, Hwang Yeji, tetap menghadiri kelas seperti biasa. Kira-kira apa yang terjadi pada Hwang Hyunjin? Seharian ini pertanyaan itu mengusiknya.
"Lo beneran gak liat Hyunjin sama sekali? Dia ga ngasih kabar juga ke wali kelas?" Tanya Seungmin pada Felix yang duduk di sebelahnya, laki-laki itu sudah setengah sadar dan menguap mungkin sepuluh kali.
"Mana gue tau si landak ke mana. Tanya Herin gih, kan dia ketua kelasnya," jawab Felix, matanya benar-benar sudah terpejam sekarang.
Seungmin menghela napas, lalu menyapu pandangannya ke seluruh kelas, mencari sosok Seo Herin si ketua kelas. Gadis itu duduk di bangku kedua di barisan kedua, ia sedang menatap kosong ke proyektor sambil bertopang dagu, kemungkinan tidak benar-benar memperhatikan materi pelajarannya.
"Herin!" Panggil Seungmin setengah berbisik, melemparkan bolpoinnya supaya gadis itu menoleh.
"Kenapa Seungmin?" Herin melihat ke arahnya, menyahut panggilannya.
"Lo dapet kabar ijin atau apa gitu dari Hyunjin?"
Mendengar pertanyaan ini, Herin tertegun. Keningnya mengkerut, seakan sedang berusaha mengingat informasi absensi yang ia isi tadi pagi.
"Hmm bentar, kayaknya enggak deh. Tadi pagi Hyunjin gue tandain tanpa keterangan Min, soalnya Pak Kim gak ngasih info apa-apa," kata Herin.
"Yaudah makasih ya."
Sementara Herin kembali pada aktivitas melamunnya, Seungmin juga kembali memandangi bangku milik Hyunjin. Sebetulnya ia tidak perlu khawatir, mungkin saja kan anak itu membolos dan memilih berdiam diri di rumah.
Bel pulang yang sudah ditunggu-tunggu akhirnya berbunyi. Setelah membereskan barang-barang masing-masing, serta memberi hormat pada guru mereka, semua murid berhamburan ke luar kelas. Tak terkecuali Kim Seungmin.
Ia mempercepat langkahnya menyusuri koridor, melewati lautan manusia demi mencari Hwang Yeji yang sudah berjalan jauh ke dekat tangga menuju lantai dua. Gadis itu sepertinya hendak pergi ke kelas tambahan yang biasanya dilaksanakan di lantai dua.
Seungmin memanggil nama Yeji, menghentikan langkahnya yang baru sampai pada anak tangga pertama. Wajahnya diwarnai sedikit kebingungan, pasalnya Seungmin belum pernah mengajaknya bicara sebelum ini.
"Yeji, maaf ganggu, lo tau gak Hyunjin ke mana? Tadi pagi kalian berangkat sekolah bareng?"
Pertanyaan dari Seungmin terasa seperti serangan hujan bom bagi Yeji. Apapun itu yang menyangkut saudara tirinya bisa langsung menjatuhkan suasana hatinya ke dasar jurang. Namun ia sedikit penasaran juga, ternyata ada yang mau berteman dengan Hwang Hyunjin? Sampai menanyakan kabarnya seperti ini?
"Gue gak tau Seungmin. We had a huge fight this morning. Terus dia berangkat duluan padahal hujan. Turns out he didn't make it to school," ungkap Yeji sedikit muram.
"Yaudah deh. Nanti kalo ketemu Hyunjin di rumah kasih tau gue ya? Thank you Yeji."
Ah cerobohnya Kim Seungmin, bukannya memberikan Yeji nomor ponselnya dulu ia malah langsung melengos pergi begitu saja. Bagaimana Yeji bisa menghubunginya untuk memberi kabar berita soal Hyunjin?
Sama sekali tidak menyadari fakta itu, Seungmin lanjut berjalan cepat menuju tempat parkir sepeda untuk mengambil sepeda bututnya dan segera pulang ke rumah. Mumpung hujan sudah reda dan menyisakan rintik-rintik gerimis jarang.
Kim Seungmin menggiring sepedanya sampai melewati gerbang sekolah, setelah itu ia naik dan mengayuh pedal sepedanya dengan cepat seperti dikejar angin. Kalau ia berada di dalam film kartun, roda sepedanya yang bergesekan dengan permukaan aspal jalanan pasti sudah mengeluarkan api saking cepatnya ia melaju.
Hujaman rintik hujan ke wajahnya memaksa Seungmin untuk menghentikan sepedanya. Ia mengusap wajahnya dengan lengan seragamnya, lalu turun dari sepedanya, kembali berjalan sambil menggiring kendaraan roda dua miliknya itu.
Tak jauh di depan, di pinggir jalan dekat sebuah rumah kosong, Seungmin melihat sosok yang familiar sedang duduk sambil menundukkan kepala. Rambut hitamnya tampak basah, begitu juga seluruh pakaian seragamnya. Kalau matanya masih sehat, sosok itu adalah Hwang Hyunjin.
"Hyunjin," panggil Seungmin pelan, saat ini ia sudah berdiri di dekat Hyunjin.
Setelah menurunkan standar sepedanya, Seungmin menempatkan bokongnya di sebelah Hyunjin, yang masih diam membisu dan tidak menjawab panggilannya.
"Kenapa gak ke sekolah? Gue kira lo kemana taunya di sini. Lo kehujanan ya?"
"Gak pengen aja. I'm okay, thanks for asking," jawab Hyunjin, suaranya agak bergetar, entah karena baju lembab yang menempel di tubuhnya membuatnya kedinginan, atau karena ia baru saja menangis.
Ya, Hwang Hyunjin bisa menangis.
"You're not okay," kata Seungmin, membicarakan kondisi fisik sekaligus mental temannya itu.
"Mau ikut ke rumah gue dulu? Nanti lo ganti baju, terus mungkin lo mau cerita sama gue pasti gue dengerin."
Alih-alih mendapat jawaban dari Hyunjin, yang Seungmin dengar malah isakan tertahan. Ia pun meletakkan tangannya di punggung Hyunjin, menepuk-nepuknya perlahan tanpa mengucapkan apa-apa lagi.
Mungkin ini adalah salah satu hari di mana semua hal tidak ada yang berjalan lancar bagi Hwang Hyunjin, hingga rasa frustrasinya pada hidup sudah mencapai titik puncak dan yang bisa ia lakukan hanya menumpahkannya dalam bentuk air mata.
Kim Seungmin tidak tahu apa yang terjadi, ia juga tidak akan memaksa Hyunjin untuk memberitahunya. Satu hal yang bisa ia tawarkan adalah kehadirannya dan sekadar usapan di punggung untuk menenangkan temannya itu.
Keduanya diam di pinggir jalan dengan posisi seperti itu hingga matahari hampir turun dari singgasananya dan langit kian menggelap. Pejalan kaki berlalu-lalang memandangi mereka sedikit keheranan, tapi Seungmin tidak peduli.
Ia akan duduk di sana, menemani Hyunjin berapa lama pun yang lelaki Hwang itu butuhkan sampai gejolak emosinya mereda. Jika Hyunjin mau menangis sampai tengah malam pun, Seungmin akan tetap di sana.
Because that's what friends do.
lemon🍋boy
kenapa malah makin galau wkwk (ditimpuk) maaf saya lagi mood mellow :" btw it is really recommended to listen to the song above while reading.
anyways, see ya♡
KAMU SEDANG MEMBACA
LEMON BOY #1 ✓
Fanfiction❝Cause we're the bitterest boys in town.❞ Hanya sepenggal kisah sederhana tentang bagaimana Kim Seungmin membantu Hwang Hyunjin melewati hari-harinya di tahun pertama SMA. Youth Series #1 sonnenblum © 2018