—In which Hyunjin wants a company from Seungmin.
Bagaimana cara yang tepat untuk mengungkapkan ini ke dalam kata-kata, tanpa membuat dirinya merasa malu, atau terkesan terlalu memaksa: Hyunjin ingin pulang bersama Seungmin.Hwang Hyunjin tidak pandai merangkai kata, bicara saja jarang. Membutuhkan waktu berjam-jam baginya sekadar untuk memikirkan apakah keinginannya itu lebih baik direalisasikan atau tidak. Semua kosa kata di dalam kepalanya seakan lenyap disapu tornado.
Ia tidak pernah membutuhkan orang lain. Meminta sesuatu dari orang lain adalah suatu konsep yang asing baginya. Apalagi minta ditemani pulang, ia tak bisa membayangkan dirinya sendiri mengatakan hal itu pada Kim Seungmin.
Ia sendiri yang bersikeras menunjukkan penolakan terhadap pertemanan yang ditawarkan oleh Seungmin, sekarang malah dirinya yang membutuhkan?
Begitu bel periode terakhir berbunyi, menandakan waktu pulang bagi semua murid yang tidak memiliki kegiatan lain selepas kelas terakhir, Hyunjin tidak melepas pandangannya dari Seungmin.
Ketika laki-laki itu beranjak meninggalkan kelas, Hyunjin mengikuti di belakang dalam jarak aman. Otaknya masih berputar berusaha mencari sejumlah kata yang tepat dan menyusun mereka menjadi kalimat yang tepat pula.
"Hyunjin?" Menghentikan langkahnya dan membalikkan badan, Seungmin memanggil nama temannya itu, sedikit heran dalam rangka apa Hyunjin mengikutinya sampai ke luar kelas.
Padahal Hyunjin baru saja akan menepuk pundak lelaki itu. Bagaimana bisa Kim Seungmin begitu sensitifnya hingga merasakan seseorang sedang membuntutinya?
"Can I go home with you?"
"Of course you can." Seungmin menjawab, masih dibuat bingung oleh sikap Hyunjin yang tidak biasa.
Keduanya lanjut menyusuri koridor sekolah, mengambil dua kali belokan ke kanan hingga mencapai salah satu pintu keluar, yang langsung mengarah ke parkiran sepeda, di mana sepeda butut Seungmin berada.
Sementara Seungmin berjalan sambil menggiring sepedanya, Hyunjin yang di sebelahnya menatap kosong ke permukaan beton lapangan parkir yang kakinya injak. Kedua tangan laki-laki itu berada di dalam saku celana seragamnya, wajahnya begitu masam."Lo gak pulang sama Yeji?" Tanya Seungmin, menyebutkan nama saudara tiri Hyunjin, yang merupakan topik sensitif bagi si lelaki Hwang.
Selama sekian sekon tak ada jawaban datang dari Hyunjin, masih saja ia menunduk menatap jalan—yang kini berganti aspal setelah keduanya melewati gerbang sekolah.
"Gue gak pernah bareng dia," kata Hyunjin pelan.
"I hate her, and her dad. Everything about them." Hyunjin menambahkan lagi.
Hal itu sama sekali tidak Seungmin duga-duga, Hwang Hyunjin yang selalu menutup diri tiba-tiba memuntahkan problema dalam dirinya.
"Kenapa? Mereka gak baik sama lo?"
"Justru karena mereka gak jahat. Gue benci. Karena gak ada alasan buat ngebenci mereka tapi gue pengen benci mereka," ungkap Hyunjin, lagi-lagi menumpahkan kefrustrasiannya pada Seungmin.
Seungmin sama sekali tidak punya pengalaman menghadapi saudara tiri atau anggota keluarga baru lainnya, mengingat ibunya memilih membesarkannya sendirian sejak kematian ayahnya. Ia tidak yakin ia berhak bicara atau menasihati Hyunjin, seluk beluk rintangan mental yang dihadapi Hyunjin ia tak tahu pasti seperti apa.
Mungkin bagi Hwang Hyunjin menerima perubahan besar dan hal baru dalam kehidupannya sangatlah sulit. Kepercayaan adalah benda mahal yang langka untuknya.
Atau, ada jutaan tornado dalam benak Hyunjin, ledakan lava dan gejolak ombak, yang terkungkung oleh sebuah dinding metal anti runtuh. Layaknya kemarahan terpendam.
"Maaf gue ngoceh gak jelas." Hyunjin buka suara lagi.
"Gapapa Jin terusin aja, gue dengerin kok. Isn't that what friends for?" Sahut Seungmin.
Jika saja Hyunjin tidak segalak singa liar, Seungmin sebenarnya ingin memberi laki-laki itu sebuah rangkulan, siapa tahu saja bisa membuat Hyunjin merasa lebih baik kan?
"So we are friends?"
Landak sepertinya pasti bukan jenis teman yang diharapkan oleh siapa pun, mengapa Kim Seungmin mau berteman dengan orang sepertinya? Tidak kah lama kelamaan Seungmin akan lelah juga dengan aura negatif yang mengelilingi dirinya? Seperti semua "teman"-nya dulu.
"Iya, kalo lo mau nerima gue sebagai temen," ucap Seungmin lagi.
Entahlah, setengah hatinya sudah terbuka karena insiden kafetaria tempo hari, di mana Seungmin mencoba membelanya walau gagal dan akhirnya mereka dihukum bersama.
Namun sisi suram di pojok hatinya berkata lain.
Hanya tinggal Hwang Hyunjin saja yang memilih, sisi mana yang harus ia dengarkan?
lemon🍋boy
KAMU SEDANG MEMBACA
LEMON BOY #1 ✓
Fanfiction❝Cause we're the bitterest boys in town.❞ Hanya sepenggal kisah sederhana tentang bagaimana Kim Seungmin membantu Hwang Hyunjin melewati hari-harinya di tahun pertama SMA. Youth Series #1 sonnenblum © 2018