6. Selamat Datang di Duniaku

48 7 2
                                    

Suzy melihat berkeliling, bingung, dan menggigil dalam baju satin nya yang tipis. Suzy sama sekali tidak ingat bagaimana dia bisa samapi disini. Rambut Suzy lembab oleh keringat dan sayap kostum yang tadinya dia pakai sudah hilang. Suzy duga sayap itu pasti melonggar dan terlepas selama perjalanan yang penuh lonjakan.

Tidak ada ciri apa pun di tempat itu yang Suzy kenal meski samar. Suzy berdiri sendirian di sebuah jalan kecil dan gelap dari batu bulat. Kabut berputar-putar di kaki Suzy dan udaranya tajam dengan bau yang asing. Baunya seperti busuk seolah udara itu sendiri mati. Tempat itu tampak seperti lahan terlantar di suatu lanskap perkotaan karna Suzy bisa melihat garis bagunan- bangunan pencakar langit dan menara-menara di kejauhan. Tetapi semua itu tampak tidak nyata... lebih seperti gedung-gedung dalam foto tua yang sudah pudar... buram dan tidak berdetail. Di tempat Suzy berdiri hanya ada tembok-tembok bata yang tertup garis kasar. Semuanya sudah lepas di sana sini, meninggalkan celah-celah yang oleh seseorang disumbat dengan koran. Dari balik tembok Suzy mendengar suara tikus berlarian. Truk-truk sampah yang terlalu penuh tampak di mana-mana dan sisi-siainya tanpa jendela kecuali dua yang sudah di palangi papan. Ketika Suzy mendongok, Suzy melihat tidak ada langit, hanya bentengan gelap yang aneh, redup dan encer di beberapa tempat dan kental seperti aspal di tempat-tempat lain. Kegelapan itu bernapas seperti mahluk hidup dan lebih dari sekedar ketiadaan cahaya.

Sebuah lampu jalan kuno yang menyorotkan cahaya putih membuat Suzy bisa mengenali motor hitam yang berdiri hanya beberapa meter darinya. Pengendaranya tak terlihat di mana pun. Melihat motor itu membuat kepala Suzy berputar dan menariknya kembali kesulitannya sekarang. Suzy berusaha memahami apa saja yang sudah terjadi tetapi dia tidak ingat apa-apa. Imaji-imaji acak berkelebatan dalam benaknya tanpa urutan yang jelas. Suzy ingat sebuah rumah besar selepas jalan raya, lentera labu yang menyringai, serta tawa dan gurau para remaja. Lalu suara keras mesin diraungkan dan seseorang memanggil namanya. Tetapi, imaji-imaji itu seperti kepingan permainan  puzle yang baru saja mulai Suzy susun. Seolah pikiran Suzy menghalanginya mengakses ingatan karena takut Suzy tidak akan tahan menghadapinya. Pikiran Suzy seperti membagikan ingatan dalam pecahan-pecahan yang hanya sedikit atau sama sekali tidak masuk akal. Tiba-tiba satu imaji yang jelas mendobrak penghalang itu dan ingatan itu membuat Suzy terengah keras. Suzy kembali menjejak tanah, tak mampu bergerak karena ketakutan, sementara motor yang di kendarai seorang namja berambut hitam dengan sembrononya melontarkan diri menembus sebuah celah di jalan raya. Bagaimana itu mungkin?

Suzy merasa sudah berdiri di jalan sepi itu sudah cukup lama tetapi dia tidak tahu sudah berapa lama waktu berlalu. Pikaran Suzy terasa berat dan lamban, dan mencoba mencari jalan di antara pikiran-pikiran itu sungguh sulit. Suzy memijat plipisnya yang berdenyut dan mengerang. Apa pun yang tadi terjadi mulai berakibat pada fisiknya juga dan kaki tangannya gemetar seolah dia baru saja ikut maraton.

"Perlu satu atau dua hari untuk menyesuaikan diri," ujar sebuah suara yang sehalus madu. Kim Jongin mewujud dari bayang-bayang untuk berdiri di sebelah Suzy. Dia bicara dengan Suzy dengan keakraban yang begitu merdu, seolah-olah dia dan Suzy sudah saling kenal cukup lama hingga tidak perlu bersikap resmi. Kemunculanya yang tiba-tiba membuat indra Suzy waspada. "Sampai saat itu, kau mungkin akan mengalami disorientasi atau tenggorokan kering," tambahnya. Nada bicaranya yang tidak pedulian sungguh mengherankan Suzy. Meski bingung, Suzy merasa ingin menjerit kepadanya, dan seandainya tenggorokan Suzy tidak segersang gurun, itu pasti Suzy lakukan.

"Apa yang sudah kaulakukan?" Suzy justru berkoak serak. "Di mana aku?"

"Tidak perlu takut," jawab Jongin. Dalam hati Suzy bertanya-tanya Jongin mencoba menenagkannya, tetapi dia tidak menenangkanya dengan baik dan akhirnya hanya terdengar merendahkan. Suzy menatapnya tanpa menyembunyikan keraguanya. "Tenang, Suzy, kau tidak dalam bahaya apa pun."

The GuardianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang