3. Malam yang tidak Suci

67 12 0
                                    

Jumat datang lebih cepat daripada yang Suzy pikirkan. Suzy tidak benar-benar menantikan pesta Halloween. Suzy jauh lebih suka menghabiskan malam dirumah bersama Kyungsoo, tetapi Suzy rasa tidak adil memaksakan kecenderungan Suzy menyendiri padanya.

Suho menggeleng-geleng kaget ketika melihat kostum Suzy, yang terdiri atas baju ketat dari satin putih, sandal gladiator yang Suzy pinjam dari Yona, dan sepasang sayap sintetis pendek yang Suzy sewa dari toko kostum setempat. Suzy menjadi parodi bagi dirinya sendiri, dan Suho, Suzy duga, tidak terkesan. Pasti itu tampak seperti sakrilegi baginya.

"Ini tak terlalu jelas, bukan?" Kata Suho datar.

"Sama sekali tidak," jawab Suzy. "Kalau ada yang curiga kita adimanusia, kostum ini seharusnya menyimpangkan mereka."

"Suzy, kau itu utusan Surga, bukan detektif dalam filem mata-mata murahan," kata Suho. "Cobalah ingat itu."

"Kau ingin aku mengganti kostum?" Keluh Suzy.

"Tidak, dia tidak ingin," kata Wendy sambil menepuk-nepuk tangan Suzy. "Kostum ini indah. Lagi pula, ini hanya pesta kampus." Wendy memberi Suho tatapan tajam yang di maksudkan untuk mengakhiri diskusi. Suho mengangkat bahu. Walaupun Suho menghabiskan hari-harinya menyamar sebagai Guru musik di  SM University, sepertinya seluk-beluk dunia remaja masih di luar jangkauan pemahamanya.

Ketika Kyungsoo tiba, dia berdandan sebagai koboi dengan celana jens belel, sepatu bot Coklat, dan kemeja kotak-kotak. Dia bahkan memakai topi koboi dari kulit.

"Tipuan atau hadiah?" Kata Kyungso dengan senyum lebar.

"Jangan tersinggung, tapi kau sama sekali tidak kelihatan seperti Batman."

"Tidak perlu bersikap kejam, Nyonya," kata Kyungsoo dengan aksen Texas yang kental. "Kau sudah siap pergi? Kendaraan kita sudah menunggu."

Suzy tertawa. "Kau akan berbicara seperti itu sepanjang malam ya?"

"Mungkin," ujar Kyungsoo. "Aku membuat gairahmu berkorbar, kan?" Suho berpura-pura batuk mengingatkan mereka akan kehadiranya. Suho selalu rikuh dengan aksi pamer kasih sayang yang terbuka.

"Jangan pulang terlalu larut," kata Wendy. "Kita berangkat ke Black City besok pagi-pagi sekali."

"Jangan khawatir," janji Kyungsoo. "Aku akan mengantarnya pulang saat jam berdentang tengah malam."

Suho menggeleng-geleng. "Haruskah kalian berdua mewujudkan setiap ungkapan klise di dalam buku?"

Kyungsoo dan Suzy saling berpandangan dan tersenyum lebar. "Ya," jawab mereka.

Jarak ke rumah kosong itu setengah jam perjalanan. Bentangan hitam jalan besar di tingkahi lampu depan mobil tamu-tamu lain, dan tidak ada apapun yang mengelilingi mereka selain padang-padang terbuka. Mereka merasakan kegembiraan yang aneh malam itu. Suatu perasaan yang ganjil, seolah seluruh dunia ini milik Mahasiswa SM University. Bagi mereka, pesta itu menandai akhir suatu zaman dan perasaan mereka campur aduk. Mereka semua berada di titik transisi akhir semester, kelulusan dan membentuk masa depan mereka. Dan beberapa dari mereka akan menjadi kehidupan baru walaupun mereka berharap kehidupan mereka penuh janji, mau tak mau mereka merasakan semacam nostalgia untuk semua yang akan mereka tinggalkan. Kehidupan di Kampus yang dengan semua kemerdekaannya tinggal sebentar lagi. Tak lama lagi persahabatan akan di uji oleh jarak, dan beberapa hubungan tidak akan bertahan.

Langit malam tampak lebih luas daripada biasanya dan bulan sabit mengapung di antara bekas-bekas awan. Selagi mereka bermobil, Suzy mengamati Kyungsoo dari sudut matanya. Dia nampak begitu nyaman di blakang kemudi Chevy. Wajahnya bersih dari kegelisahan. Sekarang mereka meluncur pelan dan Kyungsoo menyetir dengan satu tangan. Cahaya menembus jendela, menerangi wajahnya. Dia menoleh kepada Suzy, bayangan menari-nari melintas raut wajahnya.

The GuardianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang