8. Tak ada jalan Keluar

47 7 2
                                    

"Aku tidak akan membahas apa pun denganmu sampai ingatanku kau kembalikan," ujar Suzy dengan gigi terkatup. "Kau tidak berhak mengambil ingatanku dan ada hal-hal yang harus kuingat."

"Aku tidak mengambil ingatanmu, Suzy," kata Jongin dengan sikap mengecilkan. "Walaupun aku tersanjung kau mengira aku cukup kuat untuk berbuat begitu. Aku mungkin sudah mengubur ingatan-ingatan itu untuk sementara, tetapi galilah yang dalam, dan kau akan menemukan semuanya. Kalau aku, akan ku biarkan pergi saja, lalu memulai awal baru."

"Kau mau menunjukan caranya? Aku tidak bisa melakukanya sendiri."

"Beri aku satu alasan kuat mengapa aku harus menunjukan caranya." Jongin mengayunkan badanya ke blakang di kursinya dan memberengut. "Aku yakin kau hanya akan memutarbalikan fakta supaya aku kelihatan payah."

"Aku serius, berhentilah bermain-main!"

"Suzy, pernahkah terpikir olehmu mungkin ini kulakukan untuk kebaikanmu sendiri? Mungkin kau lebih baik begini."

"Jongin, tolonglah," kata Suzy lembut. "Aku bukan orang yang sama lagi. Aku tidak mengenali diriku sendiri. Apa gunanya menahanku di sini kalau aku bahkan tidak tahu aku ini apa?"

Jongin mengeluh dengan gaya di lebih-lebihkan seakan-akan permintaan Suzy adalah beban yang sangat besar.

"Oh, baiklah." Dengan satu gerakan anggun Jongin menyebrangi ruangan ketempat Suzy berdiri. "Coba kulihat apa yang bisa kulakukan."

Jongin menekan dua jarinya yang dingin dengan ringan ke pelipis kanan Suzy. Dan selesailah. Ingatan-ingatan yang tertahan meluncur seperti longsoran salju. Suzy harus mengulurkan tangan dan meneguhkan diri dengan memegang tepi meja. Suzy masih ingat kehidupanya yang damai di Bandung City, tetapi sekarang keping-keping puzzle yang hilang telah kembali. Suzy ingat inti dan pusat tempat segala lainya mulai mencabang. Suzy melihat malam pesta Halloween, tetapi kali ini dia tidak sendirian. Seseorang... dengan mata bulat seperti burung hantu memukau, rambut roana madu dan senyum berbentuk hati yang begitu menghanyutkan hingga membuat lututnya lemah... berdiri di sampingnya. Mengingat wajah kyungsoo menyebabkan suatu gelombang kebahagian yang tak tergambarkan melandanya.

Tetapi ingatan itu berumur pendek. Beberapa detik kemudian satu ingatan lain dengan kasarnya menimpa yang pertama. Suzy melihat soaok Kyungsoo yang meringkuk tergletak di jalan yang berdebu sementra sebuah motor melaju menuju kegelapan. Ingatan itu membuat hatinya pilu hingga dia berharap seandainya saja dia bisa mengembalikanya dan memaksannya keluar dari benaknya. Seluruh tubuh Suzy sekarang sakit oleh kepedihan perpisahan mereka serta pemandangan sosok Kyungsoo yang tak bergerak. Suzy tidak sanggup hidup dengan pengetahuan  bahwa Kyungsoo mungkin sudah tiada. Jika Suzy tahu bahwa Kyungsoo hidup dan sehat, Suzy bahkan sanggup menanggung pengasinganya ke gurun yang terkutuk ini, bijak atau nekat, seluruh kebahagiaannya berasal dari satu sumber saja. Jika sumber itu di putus, Suzy tidak akan berfungsi, Suzy tidak ingin berfungsi.

"Kyungsoo" desah Suzy, dia merasa seluruh udara telah di hisap dari ruangan, merasa sesak dan imaji itu tidak bisa di dengar. "Tolong katakan dia baik-baik saja."

Jongin memutar bola mata. "Biasa deh. Seharusnya aku tahu pikiranmu langsung ke dia."

Suzy menahan tangis. "Apa menculikku belum cukup? Berani-braninya kau menyakitinya! Kau ini pengecut bengis yang tak punya hati." Kemurkaan tiba-tiba menggantikan kesedihan Suzy. Tangan Suzy mengepal dan mulai memukuli dad Jongin. Jongin tidak berusaha menghentikannya dan hanya menungu amarah Suzy mereda.

"Merasa lebih baik sekarang?" Tanya Jongin. Suzy tidak merasa lebih baik, tapi memang dia merasa sedikit ringan. "Kita sudahi saja melodrama ini," katanya. "Si kemayu itu tidak mati... hanya saja agak tidak sehat."

The GuardianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang