14. Pembawa Pesan

12 5 0
                                    

Kali berikutnya aku berhasil memproyeksikan diri, di Bandung City hujan lebat. Bunyi hujan di atap menenggelamkan semua suara lain. Air hujan memenuhi talang dan tumpah membentuk banyak aliran. Juga meratakan rumput seolah ada yang keluar membawa setrika dan mengubah petak-petak kebun menjadi lumpur cair. Bunyi itu membangunkan Kookie dari tidurnya
dan menariknya ke pintu kembar untuk melihat apa yang ribut. Setelah puas bahwa itu bukan sesuatu yang menuntut campur tangannya, dia kembali ke bantalnya dan mengenyakkan diri dengan desah panjang.

Semacam rapat sedang berlangsung. Suho, Wendy, dan Kyungsoo duduk mengelilingi meja makan. Meja itu desertai kotak-kotak pizza dan kaleng soda sesuatu yang jarang sekali terlihat di rumah kami. Mereka pasti kehabisan serbet karena mereka sekarang memakai segulung tisu. Keadaan itu memberitahuku bahwa tidak ada yang berhasil mengerahkan motivasi untuk melakukan rutinitas yang biasa, seperti memasak dan berbelanja menjadi yang pertama ditinggalkan.

Suho dan Kyungsoo duduk berseberangan, dua duanya sediam batu. Tiba-tiba Wendy berdiri dan mulai menumpuk piring dan menjerang ketel, berjalan cepat dari dapur ke ruang makan, rambutnya yang putih emas berayun seirama dengan gerakannya. Apa pun yang sedari tudi mereka diskusikan jelas mencapai jalan buntu. Mereka semua menunggu ilham-menunggu seseorang mengajukan ide yang belum dipertimbangkan. Tetapi, pikiran mereka seletih badan mereka, dan sepertinya kecil kemungkinan itu terjadi. Pada satu titik, Suho membuka mulut, seakan suatu ide baru terlintas dalam benaknya. Tetapi lalu dia berubah pikiran soal berbagi ide itu dengan yang lain, dan ekspresi wajahnya menjadi jauh lagi. Semua terpaku ketika bel pintu memecah keheningan.

Kookie menegakkan telinganya dan pasti akan tergopoh ke pintu seandainya Suho tidak menyuruhnya diam dengan satu gerakan. Kookie menurut, tetapi bukan tanpa mengajukan protes dengan dengkingan rendah.

Tetapi tidak ada yang bergerak dan siapa pun yang ada di pintu itu mengebel lagi, kali ini lebih lama dan lebih tidak sabar. Suho menundukkan kepala dan mengesah ketika kemampuan langitnya membuatnya mengetahui si pengunjung lebih dulu.

"Mungkin sebaiknya kita terima," katanya.

Wendy memberinya tatapan bertanya. "Bukannya kita sudah sepakat-tidak boleh ada tamu."

Suho mengernyitkan kening sejenak saat dia mememusatkan pada pikiran siapa pun yang sedang menunggu di teras depan kami. "Kurasa kita tidak punya pilihan katanya akhirnya. "Gadis ini tidak berencana pergi tanpa penjelasan."

Wendy tampak seolah tidak sepenuhnya nyaman dengan perintah Suho dan perlu waktu untuk mempertimbangkan lebih lanjut. Tetapi ketegangan di ruangan itu begitu besar hingga Wendy mengatupkan bibir dan pergi membukakan pintu. Kakakku itu tetap bergerak dengan keanggunan bak angsa, kakinya nyaris tidak menyentuh lantai. Sebaliknya, Yoona mengentak-entak kaki memasuki ruangan dengan wajah memerah dan ikal-ikal rambut merahnya berangguk-angguk di pundaknya. Ketika dia berbicara, itu dengan kelugasannya yang biasa.

“Akhirnya," katanya dengan nada marah. "Dari mana saja kalian semua?"

Aku gembira bahwa Yoona tidak berubah sedikit pun, tetapi melihatnya membuatku sedih. Sampai saat itu aku tidak sadar betapa aku merindukannya. Yoona adalah teman pertamaku, sahabatku, dan salah satu pertalian terkuatku dengan dunia manusia. Sekarang di sinilah dia, begitu dekat namun begitu jauh. Aku melihat, rona wajahnya yang merah dadu, dan bulu matanya yang panjang menyapu pipi. Aku takut sekali dengan ide bahwa ingatan-ingatan duniawiku mulai mengabur di bagian pinggir dan aku bersyukur atas pemberian Jonnhy kepadaku. Tentu akan terlalu berat untuk ditanggung jika yang bisa kuingat dari Yoona hanya sekilas ikal rambut yang seperti pembuka gabus dan senyum yang manis. Dengan daya lihatku yang baru, aku akan selalu bisa mengawasinya. Sekarang ini, matanya yang biru dipenuhi tuduhan. Dia bahkan meletakkan satu tangan di pinggul saat dia memandang ke sekeliling ruangan dengan gaya menantang.

The GuardianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang