Aku Jatuh

106 17 3
                                    

Mulai mendung didalam ruangan ini. Beberapa orang gugur sudah, beberapa lagi bersemangat namun tertahan, sebab naif pada kami yang gugur.

Lalu aku? Seharusnya aku ikut mendung kali ini, namun tak tega mataku menambah hujan diruangan ini lagi.

Mataku pun sudah terbiasa membendung air yang dikandungnya. Air itu takkan jatuh, walau diriku saja jatuh.

Sudahi sedih pada ruangan ini, sesegera mungkin ku beranjak. Berpulang tuk berharap dapat diulang.

Banyak tapak dijalan setapak itu, senja beserta iringan suara dobrakan dari hati terus mengusik "Keluarkan sedihmu! Sangat padat didalam sini!" Jelas saja dibantah kuat oleh pikiran. Inilah senja pertama yang tak kusuka.

Sial beribu sial, sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Sebab rumah bukan pilihan pulang. Sebab rumah bukan pilihan nyaman. Lalu, kemana kuharus pulang?

Sudah rubuh, binasa pula. Percaya pulang dapat menenangkan, namun malang hanya hayalan. Aku kusut, benar-benar karut. Mimpiku semrawut, rumahku pun turut kalut.

Selain rumah, adakah yang bersudi menenangkan? Berkata bahwa "Tak apa, semua akan baik-baik saja."

Adakah yang sudi menarikku dari luka bak neraka ini? Dari sudut ruangan gelap nan dalam ini?

Sebabku sudah ambruk tak tampak lagi, musnah dari pemukaan tanah. Sebab pijakan kakiku tak mampu menjadi penguat lagi.

Aku lelah, benar-benar patah. Bolehkan ku menyerah?  Berhenti disini saja.

MELANKOLIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang