BAB 8 : Pertarungan di Lampu Tiang

668 34 5
                                    


"HO Jadi kau Maharani, ya? Kita lihat saja nanti," kata sebuah suara.

Kemudian suara lain berkata, "Tiga sorakan untuk Maharatu kota Colney Heath" dan sejumlah suara lain bergabung.

Wajah sang penyihir menjadi cerah dan dia membungkuk sedikit.

Tapi sorakan itu kemudian mereda dan berganti menjadi ledakan tawa. Sang penyihir pun menyadari orang-orang itu hanyalah meledeknya. Ekspresinya mulai berubah dan dia mengganti pegangan pisaunya ke tangan kiri. Kemudian, tanpa diduga-duga, dia melakukan sesuatu yang begitu mengerikan untuk dilihat.

Dengan ringan dan mudah, seolah tindakan itu tindakan paling biasa di dunia, dia meluruskan lengan kanannya dan memutuskan salah satu lengan besi tiang lampu itu. Kalaupun mungkin dia telah kehilangan sebagian kemampuan sihirnya di dunia kita, dia belum kehilangan kekuatannya. Dia bisa mematahkan batang besi seolah benda itu hanyalah sebatang gula-gula. Dia melemparkan senjata barunya di udara, menangkapnya lagi, mengayun-ayunkannya, dan menyuruh kudanya maju.

"Sekarang kesempatanku," pikir Digory.

Dia buru-buru berjalan ke antara kuda dan pagar lalu mulai melangkah maju. Kalau saja hewan itu mau bergeming sebentar saja, dia mungkin bakal bisa menangkap mata kaki sang penyihir.

Saat bergegas, dia mendengar suara runtuh yang mengancam dan entakan. Sang penyihir telah menghantamkan batang besi itu ke helm kepala polisi, pria itu terjatuh seperti pin bola boling.

__________________(80)__________________


"Cepat, Digory. Ini harus dihentikan," kata sebuah suara di sampingnya. Ternyata Polly yang berkata begitu. Gadis kecil itu segera datang begitu diperbolehkan bangun dari tempat tidur.

"Kau memang setia," kata Digory. "Berpegang eratlah padaku. Kau harus menyentuh cincinmu. Yang kuning, ingat. Dan jangan kaupakai sebelum aku berteriak."

Terdengar suara hantaman kedua dan satu lagi polisi tergeletak. Terdengar teriakan marah dari kerumunan, "Hentikan dia. Ambil batu dari trotoar. Panggil pasukan bersenjata."

Tapi sebagian besar dari mereka berusaha sebisa mungkin menjauh. Tapi si kusir kereta yang pastinya orang paling berani dan baik hati di sana, tetap berada di dekat kudanya, sambil berkali-kali menunduk menghindari ayunan batang besi. Dia masih berusaha menangkap kepala Strawberry.

Kerumunan orang mencemooh dan berteriak lagi. Sebuah batu berdesing melewati kepala Digory. Kemudian terdengar suara sang penyihir, keras dan jelas seperti bel besar, dan kedengarannya seolah dia hampir bahagia untuk pertama kalinya.

"Sampah Kalian akan membayar besar untuk ini kalau aku sudah menguasai dunia kalian. Tidak satu pun batu di kota kalian yang akan tersisa. Aku akan membuat kota ini seperti Charn, Felinda, Solis, seperti Bramandin."

Digory akhirnya menangkap mata kakinya. Dia menendang berusaha melepaskan diri dan memukul mulut Digory. Karena kesakitan, anak itu melepaskan pegangannya. Bibirnya terluka dan mulutnya penuh darah. Dari suatu tempat yang sangat dekat, terdengar suara Paman Andrew dalam semacam teriakan yang bergetar.

"Madam—nona muda—demi Tuhan—kendalikan dirimu."

__________________(81)__________________


Digory kembali berusaha mencengkeram mata kakinya, dan sekali lagi pegangannya dilepaskan. Semakin banyak orang yang tergeletak karena ayunan batang besi. Digory mencoba untuk ketiga kalinya, menangkap mata kaki sang penyihir, memegangnya erat-erat, berteriak ke Polly, "Sekarang" kemudian— ah, syukurlah. Wajah-wajah marah dan ketakutan menghilang. Suara-suara marah dan ketakutan lenyap.

The Chronicles of Narnia : Keponakan Penyihir (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang