BAB 5 : Kata Kemangalan

781 45 0
                                    


KEDUA anak itu berdiri berhadapan di seberang pilar tempat bel tadi tergantung. Benda itu masih bergetar walau tidak lagi mengeluarkan suara apa pun. Mendadak mereka mendengar suara pelan dari ujung ruangan yang masih tidak rusak. Mereka menoleh secepat kilat untuk melihat suara apakah itu.

Salah satu sosok berjubah—sosok yang duduk paling jauh, wanita yang menurut Digory cantik sekali—berdiri dari kursinya.

Ketika dia berdiri, mereka menyadari wanita itu lebih tinggi daripada dugaan mereka. Dan kau bakal bisa langsung melihat, bukan hanya dari mahkota dan jubahnya, tapi dari kilatan mata juga lekuk bibirnya, wanita ini ratu agung. Dia melihat ke sekeliling ruangan dan kerusakan yang terjadi di sana, lalu memandang kedua anak itu, tapi kau tidak bakal bisa menebak dari ekspresi wajahnya apa yang sedang dia pikirkan, apakah dia sedang terkejut atau tidak.

Dia berjalan ke depan dengan langkah-langkah panjang dan cepat. "Siapa yang telah membangunkanku? Siapa yang telah mematahkan mantra?"

"Kurasa akulah orangnya," kata Digory.

"Kau" kata sang ratu, meletakkan tangannya di bahu Digory—tangannya putih dan indah, tapi Digory bisa merasakan tangan itu juga sekuat penjepit besi. "Kau? Tapi kau hanyalah anak-anak, anak biasa. Hanya dengan pandangan sekilas, siapa pun bisa langsung tahu kau tidak memiliki setetes pun darah bangsawan atau kemuliaan di nadimu. Kenapa anak sepertimu berani memasuki rumah ini?"

__________________(47)__________________


"Kami datang dari dunia lain, dengan Sihir," kata Polly, yang berpikir sudah saatnya sang ratu menyadari kehadirannya seperti dia menyadari keberadaan Digory.

"Apakah ini benar?" tanya sang ratu, masih memandangi Digory dan tidak melihat bahkan sekilas pun ke Polly.

"Ya, itu benar," jawab Digory.

Sang ratu meletakkan tangannya yang lain di bawah dagu Digory dan mengangkatnya supaya bisa lebih jelas melihat wajah anak lelaki itu. Digory berusaha balas menatap, tapi tak lama kemudian dia harus menurunkan pandangannya. Ada sesuatu dalam mata sang ratu yang menguasainya.

Setelah sang ratu memerhatikan wajah Digory selama lebih dari semenit, dia melepaskan dagu Digory dan berkata: "Kau bukan penyihir. Tiada tanda penyihir pada dirimu. Kau pasti hanya pelayan penyihir. Karena Sihir lainlah kau bisa sampai di sini."

"Aku ada di sini karena pamanku, Paman Andrew," kata Digory.

Tepat pada saat itu—bukan di ruangan tempat mereka berada, tapi di suatu tempat yang sangat dekat dari sana—terdengarlah suara runtuh pertama, kemudian suara sesuatu retak, lalu gemuruh bebatuan rubuh, dan lantai pun bergetar.

"Terlalu berbahaya berada di sini," kata sang ratu. "Seluruh tempat ini akan hancur. Kalau kita tidak keluar dari sini sekarang, dalam hitungan menit kita akan terkubur di dalam reruntuhannya."

Dia berbicara dengan tenang seolah hanya sedang memberitahu jam berapa sekarang. "Ayo," dia menambahkan kemudian menjulurkan kedua tangannya ke Digory dan Polly.

Polly, yang tidak menyukai sang ratu dan merasa agak merajuk, tidak akan membiarkan tangannya diraih kalau saja dia punya pilihan lain.

__________________(48)__________________


Tapi walaupun sang ratu berbicara dengan nada yang tenang, gerakannya secepat pikiran. Sebelum Polly menyadari apa yang sedang terjadi, tangan kirinya telah ditangkap tangan yang jauh lebih besar dan kuat daripada miliknya sehingga dia tidak bisa melakukan apa-apa.

The Chronicles of Narnia : Keponakan Penyihir (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang