"Gue tau semuanya gak pernah semudah kelihatannya. Bener kan?" ucap Daegal disamping Atha.
Mereka tengah duduk bersama di taman belakang sekolah. Entah apa yang dipikirkan Atha sampai ia tak menjawab pertanyaan Daegal kali ini.
Semuanya terasa begitu rumit. Semuanya terlalu sulit namun ia masih bersyukur bisa menjalani itu semua hingga ia tiba pada hari semuanya sudah tuntas walau bekas luka itu masih membekas di hatinya.
"Terkadang gak semua masalah harus diceritain ke semua orang atau sebagian orang, karena gak semua orang paham dan bisa mengerti apa yang kita rasain. Jadi lebih baik dipendam sendiri," ucap Atha dengan bijak. Entah angin apa yang membawa mulutnya berkata demikian. Tatapannya tak berubah tetap lurus kedepan.
Daegal menyerngitkan keningnya mencoba menarik kesimpulan dari kata-kata Atha yang tersirat, "Kadang gue berpikir lo itu cuma bisa bawel ternyata bisa berkata-kata bijak juga" ucapnya terkekeh pelan.
Entah kenapa kekehan seorang Daegal terdengar amat merdu bagi Atha kali ini. Mungkin hanya karena terbawa suasana, pikirnya.
Angin di taman itu pun terasa lebih sejuk, ada kemungkinan karena suasananya tenang."Semua orang pasti berkata bijak tapi hanya di beberapa waktu tertentu doang." jawab Atha.
"Lo bener, orang-orang yang berkata bijak hanya untuk orang yang sedang patah hati," ucap Daegal menoleh ke samping menatap Atha.
Atha balik menatap, sedetik mata mereka bertemu Atha langsung memalingkan pandangannya. "Gue gak lagi sakit hati!" dengusnya.
Daegal tertawa lagi kali ini bukan sekedar kekehan tetapi tawa. Tawa Daegal sempat membuat Atha tertegun. Kenapa ia baru sadar jika Daegal begitu tampan. Secepat kilat Atha menampik pikirannya yang mulai ngelantur. Gue ini apa-apaan sih. Gesrek kali ya otak gue nih, pikirnya.
"Ngapain liatin gue? Naksir ya? Udah jujur aja sini sama abang," ucap Daegal sembari terkekeh geli dengan panggilan abang untuk dirinya sendiri.
Mau tak mau Atha ikut terkekeh karena merasa lucu, "Abang tukang bakso," celetuk Atha.
Daegal terkekeh lagi namun kali ini lebih lebar dari yang tadi. Tiba-tiba kekehannya terhenti, "Pulang yuk bareng gue?" ajak Daegal.
Atha menautkan alisnya heran. Tumben sekali Daegal baik padanya. Ia pun menyipitkan matanya menatap Daegal penuh curiga, yang ditatap menatap heran Atha.
"Lo kenapa?" tanya Daegal.
"Gak, lo aneh aja hari ini. Kok ngajak pulang?" tanya Atha. Ia tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.
"Yaelah gue kira apaan, gue kan calon" ujar Daegal jenaka.
Atha menatap heran Daegal, "Calon apa? Bupati? Umur lo belum nyangkut kali," ucapnya.
Daegal mendengus, "Calon imam lah, udahan kan ngomongnya? Yuk pulang sama calon imam," ucapnya santai dengan senyum lebar.
Atha melongo tak percaya. Model macam Daegal ingin menjadi imamnya, oh tolong siapapun jangan bercanda. Daegal itu sungguh..sudahlah ia tak sanggup mengungkapkannya.
Tangan Atha di tarik menuju parkiran. Ternyata walau sudah jam pulang masih banyak anak-anak menetap disekolah karena sebagian ada yang ikut ekskul.
Ditengah-tengah mereka asik dalam keheningan. Freya datang seorang diri tanpa ada antek-anteknya yang biasanya menempel seperti ulat bulu. Freya menarik rambut Atha dengan keras. Atha meringis kesakitan. Sungguh, baru kali ini Atha diperlakukan seperti ini oleh seseorang apalagi seseorang itu sahabatnya sendiri. Sakit pada kepalanya tak lebih dari sakit hatinya.
"WOY LEPASIN TANGAN LO DARI RAMBUT ATHA, LO GILA YA!" teriak Daegal.
Daegal naik pitam melihat Atha diperlakukan seperti itu. Entah mengapa ia tak terima dengan perlakuan Freya. Atha terus saja meringis kesakitan.
"Sss..sakit Frey" ringis Atha.
Freya justru tersenyum lebar. "Lo tau? Sakit ini gak seberapa daripada sakit hati gue," ucap Freya sembari melepas jambakannya pada rambut Atha.
Daegal mengepalkan tangannya emosi. Jika saja ia tidak ingat bahwa didepannya ini seorang perempuan maka saat ini juga ia akan menghabisi orang di depannya ini.
"Apa Gal? Mau tampar gue? Tampar aja!" tantang Freya.
Daegal menatap Freya dengan sengit. "Andai lo cowok, lo udah abis sama gue!" ucapnya namun disetiap katanya penuh penekanan seolah ia menyimpan emosi.
"Ini semua salah lo!" ucap Freya menunjuk ke arah Atha yang berdiri di belakang Daegal.
Atha terdiam. Ia tak mengerti dimana letak salah dirinya. Ia tak akan tahu dimana salahnya jika Freya tak langsung bicara padanya.
Atha maju ke depan menatap Freya, "Aku salah apa Frey? Bukannya kita awalnya baik-baik aja?"
Freya tersenyum jahat Sok polos, muka dua, NAJIS! batinnya bersuara. "Lo gak usah sok polos gitu lah. Denger ya Atha ku sayang, lo tau gue suka banget sama Daegal tapi lo? Ngerebut dia dari gue. Lo bener-bener cewek gak tau diri!"
Daegal sungguh tak tahan mendengar ocehan Freya yang menurutnya sangat keterlaluan.
"Gue peringatin sama lo satu hal. Gue gak pernah suka sama lo! Jadi jangan claim diri gue sebagai pemilik lo. Karena itu cuma mimpi!" ucap Daegal pedas. Ia sudah tak memperdulikan bagaimana perasaan Freya padanya, toh Freya tak memikirkan perasaan Atha.
Atha kaget mendengar ucapan Daegal. Itu sungguh menyakitkan pasti bagi Freya. Apalagi mengingat Freya sangat menyukai Daegal, ralat mungkin bukan cuma suka tetapi cinta.
"Daegal!" ucap Atha.
"Apa?! Dia udah ngerendahin lo tapi lo tetap mau bela dia? TERSERAH!" ucap Daegal kesal. Ia kesal mengapa saat ia membela Atha justru cewek itu membantah belaannya.
Atha bertatapan dengan Daegal, "Dengar gue, gue tau lo lagi emosi tapi ingat dia suka sama lo. Lo gak boleh ngomong kayak gitu. Kasian dia pasti sakit dengar ucapan lo barusan," ucap Atha sembari menoleh ke arah Freya yang matanya sudah berkaca-kaca.
Atha ingin menghapus air mata Freya namun tangannya langsung di tampik kasar oleh Freya, "Lo gak usah sok baik sama gue! Lo pasti seneng kan dengernya?! Iyakan!" teriaknya lalu ia berlari entah kemana.
Atha ingin menyusul tapi Daegal mencegat tangannya. "Lo ngapain tahan gue? Gue mau nyusul Freya," ucap Atha.
"Percuma lo ngomong sama cewek gak punya hati kayak dia," ucap Daegal tetap menggenggam tangan Atha menuju parkiran.
Atha menghempas genggaman itu hingga lepas. "Dia temen gue!" ucapnya.
Daegal berhenti lalu menatap Atha. "Lo terlalu baik buat jadi teman sebangsat dia. Masih banyak orang baik yang lain. Dengerin kata-kata gue ini baik-baik. Gue sayang lo, gue gak mau lo kenapa-napa," ucapnya kemudian menggenggam tangan Atha kembali.
Atha terpolongo tak percaya atas apa yang ia dengar. Mungkin benar telinganya sedang dalam imajinasi. Ya, dia tadi pasti salah dengar.
Halo semua...
Aku update lagi hehe setelah sekian lamaaaaa karena gak ada ide. Aku gak tau ini feelnya dapet atau gak yang jelas aku update dulu biar kalian senang..Jangan lupa vommentnya💜
02052018
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketua Osis VS Wakil Ketua Osis [SUDAH TERBIT]
Fiksi RemajaDAEGAL DEVARA DWI PRASETYO cowok pembuat onar sekolah yang resmi menjabat sebagai ketua osis. Daegal terkenal dengan ketampanannya dan kepopulerannya dikalangan anak SMA 78. Tak ada yang tak tahu dengan Daegal sekalipun anak itu cupu. Daegal akan me...