chapter 3

176 12 0
                                    


Lina melambaikan tangan seraya tersenyum. Kevin pun demikian. Ia menutup pintu gerbang saat mobil Kevin mulai menjauh. Pikirannya terus memutar kejadian tadi sore. Lina tersenyum mengingat semua itu. Ia membuka pintu depan. Tersentak. Alana berkacak pinggang menatapnya. Lina tersenyum kikuk.

"Darimana? Kenapa gak bilang Mama dulu kalo mau jalan sama Kevin? Mama udah tau kelakuan kamu kalo pulang petang pas sekolah. Pasti jalan-jalan dulu sama Kevin," ujarnya.

Yah ketahuan lagi kan? Kevin sih ngajak main mulu. Lina menatap Alana takut-takut. Ia tidak berani menjawab ucapan Alana. Ini memang menjadi kebiasaan Lina dari kecil. Kalau sudah waktunya pulang sekolah tapi ia belum pulang, berarti ia main dulu sama Kevin.

"Lain kali bilang dulu. Mama gak mungkin ngelarang kok asalkan itu sama Kevin. Kalo kayak gini kan Mama jadi khawatir. Mama ngerti kok kalo kalian emang gak bisa dijauhin. Hahaha mandi sanaa gih," katanya. Setelah itu Alana meninggalkannya seraya tertawa. Lina bingung. Mama jadi marah apa enggak sih? Lina berjalan gontai memasuki kamar.

Setelah mandi, Lina merebahkan tubuhnya dikasur. Menatap langit-langit kamar. Mengingat waktu pertama kenalan sama Kevin dulu. Lina tidak bisa berhenti tersenyum mengingatnya.

Hari pertama masuk sekolah SD. Alana memilihkan bangku di dekat cowok. Lina menurut. Alana tersenyum melihat kearah anak tersebut dan ia pun tersenyum sopan.

"Mama tinggal ya? Udah gede gaboleh manja. Nanti kalo butuh apa-apa. Panggil Bu Guru yaa. Tenang saja, teman-teman kamu baik kok. Nanti kalo Mama belum jemput kamu tunggu didepan gerbang aja yaa" Setelah itu Alana pulang. Lina tertunduk lemas. Alana tega sekali membiarkan anaknya sendirian disini. Lina melirik anak disebelahnya. Dia terlihat senang sekali dengan sekolah barunya. Mereka sama-sama diam.

"Hei! Kenalin namaku Kevin Reynaldino. Namamu siapa?" Ia mulai mengajaknya bicara. Lina menoleh.

"Lina Anggara," jawabnya singkat. Lalu kembali melihat kedepan. Mendengarkan. Baru saja, Lina akan menulis apa yang ditulis dipapan, Kevin mengajaknya bicara lagi.

"Oh ya! Kamu –"

Lina memotong, "Kalo ada guru yang menerangkan itu didengerin,"

Akhirnya, Kevin diam. Sampai pelajaran selesai ia mulai berceloteh lagi. Bercerita ini itu. Lina hanya mendengarkan. Pikirnya, jika ia tidak menanggapi perkataan Kevin, ia akan bosan. Tapi Kevin tidak seperti itu. Ia tetap bercerita seakan-akan mereka teman lama yang tidak pernah bertemu.

"Kamu bisa diam gak sih?!!" ucap Lina setengah meninggi. Kevin menunduk. Lina merasa bersalah membentaknya.

Sampai...

Dering ponsel membuyarkan lamunannya. Lina melihat nomor tak dikenal tertulis disana. Ia menekan tombol hijau.

"Halo, Ngga," sapanya dari seberang telepon. Lina mengernyitkan dahi. Angga?

"Maaf salah sambung, Mas," ucap Lina sopan.

"eh eh jangan ditutup dulu. Gue ngomong sama lo, Lina Anggara," Lina terkesiap. Mengerjap-ngerjap. Ini jelas suara cowok. Ia berusaha mengenali suaranya. Tapi tetap saja gagal.

"Halo? Ada orangnya gak sih ini?"

"Lo siapa?" tanyanya kemudian.

"Lo lupa? Gue kembaran lo yang ganteng banget sejagat. Ckckckck," ujarnya sembari terkekeh pelan. Dasar Keenan! Batin Lina.

"Mau apa lo telfon gue? Pake ngeganti nama orang lagi. Gue Lina, bukan Angga!"

"Cerewet banget sih jadi orang. Gue mau ngusulin kalo ngerjain tugasnya besok aja pulang sekolah di rumah gue, gimana?"

"Serah lo aja dah. Gue ngantuk," ucap Lina seraya menguap.

"Oke. Good night, Nggaaa." Keenan terkekeh lagi. Lina langsung menutup sambungan ketika Keenan memanggilnya 'Angga'. Dasar cowok sarap! Siap-siap aja besok kalo ketemu di kelas, Lina menggerutu tak jelas. 

***


Pagi ini, seperti biasa Kevin telah menunggu Lina di depan gerbang rumahnya. Ia menutup pintu mobil dengan keras. Kevin menaikkan sebelah alisnya. Menatapnya.

"Lo kenapa? Tumben rambutnya gak diiket?" tanyanya.

"Gue sebel sama mama. Suka-suka gue lah mau ngiket rambut apa enggak. Rambut ini kan juga punya gue. Gini ini kan bikin gue gerah," ucap Lina kesal.

Alana membangunkan Lina lebih awal dari biasanya. Entah karena apa Lina tidak tau. setelah selesai mandi, Lina menemukan Alana duduk di pinggiran ranjang kamarnya. Menatapnya. Ia risih ditatap seperti itu oleh mamanya.

"Mama kenapa liatin Lina kayak gitu sih? Risih tau," ujarnya.

"Cepet ganti baju sana. Mama mau dandanin kamu biar lebih rapi. Cewek kok berantakan gini," kata Mama lalu meninggalkan Lina yang masih bingung dengan perkataannya. Berantakan?

Lina duduk disamping Alana dan mulai melahap roti selai yang sudah disiapkan Alana untuk sarapannya pagi ini. Lagi-lagi Alana melihatnya. Ia menoleh.

"Apa lagi sih,Ma?" ucap Lina malas.

Alana melepas ikat rambutnya dan membuat rambutnya berantakan lagi. Lina mendelik. Alana merapikan rambutnya, kemudian tersenyum.

"Begini kan lebih cantik, Lin. Biar keliatan ceweknya. Masa iya, anak Mama yang cantik ini gak pernah rapi kalo sekolah. Iya nggak,Pa?" Alana menaik turunkan alisnya kearah Dave. Dave mengangguk mengiyakan.

"Tapi maa...Kalo gak diiket nanti gerahnya gak ketulungan,Ma. Lina gak suka. Udah deh,Ma. Lina kan emang cantik dari dulu. Mau diiket apa enggak kan juga tetep cantik. Iya kan,Pa?" Dave kembali mengagguk mendengar ucapannya.

"Bagus gitu,Lin. Udah jangan diiket. Awas kalo diiket. Uang jajan kamu Mama potong," ujar Alana sarkatis. Lina melongo. Menatap Dave. Meminta pembelaan. Dave hanya menggeleng dan kembali menekuni makanannya. Lina menghembuskan napas pasrah.

Kevin seolah ingin menertawakan kelakuan Lina. Ia mencebikkan bibir ketika melihat Kevin menutup mulut dengan kedua tangannya. Menahan tawa.

"Kalo mau ngetawain ya ketawa aja," sindirnya. Sukses membuat Kevin tertawa terbahak-bahak. Membuat Lina semakin kesal. Ia memukul lengan Kevin berkali-kali.

"Eh, Lin. Berhenti, gak? Nanti nabrak gimana?"

"BOMAT!! Bodo amat!" Lina tetap memukul lengan Kevin.

"Berhenti atau gue cium sekarang?" sahut Kevin sambil menatapnya horor.

"Apaan ih," ucap Lina memelan. Ia berhenti memukuli Kevin. Menatap tajam kearahnya. Lalu, mengalihkan pandangan kearah jendela. Setelah sampai didepan sekolahnya, Lina langsung keluar tanpa berkata sedikitpun. Ia menutup pintu mobil Kevin keras.

Brakkk!!!

"Ntar pulangnya gue jemput!" teriak Kevin yang masih terdengar olehnya. Lina tetap berjalan tanpa menoleh sedikitpun. Setelah itu, deru mesin mobil Kevin mulai terdengar. Aduh! Gue salah ngomong. Marah lagi, kan? batin Kevin.


ps : please vote and comment yaaa :)

HAPPY READING :*

dilanjutin ga?

FRIENDSHITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang