Di Pagi Yang Bising

153 10 1
                                    

Selamat pagi, Jakarta. Berpihaklah kepadaku, karena kita akan bersama selama aku mengejar gelarku atau pun entah sampai kapan. Selamanya mungkin? Dan semesta aku mohon permudahkanlah aku dalam....-

"Aduh mati aku! Telat!!!"

Kirana bergegas lompat dari tempat tidur dan berlari kesana kesini entah tidak tau apa yang harus dia lakukan. Yang ada di dalam pikirannya hanya telat-macet-hukuman, dan dia adalah mahasiswa baru. Bukannya bergegas mandi dan siap-siap ia malah berlari mencari bundanya.

"Bundaaaa! bundaa!"
"Kenapa Anaa? teriak teriak seperti kebakaran jenggot saja"
"Aku memang sedang kebakaran jenggot bunn!"
"hahahaha"
"Ih bundaaaa! Aku telat kuliah pagi iniii"
"Astaghfirullah! Maaf bunda lupa mengingatkan, tadi pagi ayah telfon mengabarkan kalau ayah belum bisa kembali dalam waktu dekat ini, karena banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Kemungkinan akan cukup lama."
Kirana seketika terdiam sejenak mendengar apa yang bunda katakan.

"Tapi ayah pasti kembali kan bun?"
"Pasti sayang. Yasudah cepat kamu mandi siap siap berangkat, kalau perlu tidak usah mandi."
"Enak saja tidak mandi! Yasudah bunda aku mandi dan siap siap dulu"

Kirana belum bertemu ayahnya lagi selama beberapa tahun terakhir. Kirana mengharapkan kasih sayang ayahnya seperti apa yang seharusnya ayah lain berikan kepada anaknya, terlalu sibuk bekerja hingga tidak sempat untuk memberi waktu kepada orang2 tersayang yang menunggu mengharapkan sosok "ayah" berada disampingnya.

Kirana sangat menyayangi ayahnya namun disisi lain ia benci karena yang Kirana dan bundanya harapkan bukanlah kesibukan yang tidak kunjung usai tetapi kasih sayang dari seorang ayah.
***

"Ojek, neng?"
"Sangat amat mau sekali bang!Ngebut ya bang, saya buru-buru kalo bisa lewat jalan pintas. Eh jangan ngebut deh yang penting cepat sampai!"
"Siap. Berangkat!"

Kirana memutuskan naik ojek untuk menuju ke kampusnya karena hanya itulah satu-satunya pilihan pada hari itu.

"Ehh bang ini kita mau kemana?!"
"Astaga neng! saya malah ke arah sekolah anak saya ini. Waduh maaf maaf neng abisnya tadi neng suruh buru-buru."
"Ihhh bang kenapa jadi nyalahin sayaaa?!"
"Ehiya maaf neng ini jadinya mau kemana?"
"Yaudah ini kita ikutin gps dari hp saya aja, nanti saya arahin tapi lewat jalan besar"
"Ok neng berangkat!"
"Bang!"
"Eh apa lagi neng?"
"Jangan ke sekolah anak abang lagi."
"Hehe iya neng"

Dua puluh menit perjalanan terbuang sia-sia dan sepuluh menit lagi dosen akan masuk dan kelas akan dimulai. Pagi ini cukup untuk menghancurkan hari Kirana. Sekarang ia hanya berharap agar masih diperbolehkan masuk kelas pada pagi ini.

"WOY BISA NYETIR GAK SIH, SEN DIPAKE KALO BELOK!"
"LAH LO YANG KEBUT-KEBUTAN GA JELAS!"
"SINI KELUAR LO KALO BERANI"

Tinggal beberapa menit lagi akan tiba dikampus Kirana bertemu dengan dua orang pengendara yang sedang berkelahi, membuat jakarta macet dua kali lipat dari biasanya. Selalu ada saja yang menghalangi perjalannya pagi hari ini.

"Yaampun! ada saja sesuatu yang membuatku semakin telat"
"Gak heran neng kalo diJakarta ketemu yang beginian"
"Kenapa sih ya orang-orang selalu menggunakan emosinya untuk meyelesaikan masalah, diomongin baik-baik kan bisa tanpa harus berkelahi seperti itu, gimana negara ini mau maju kalau warga negaranya saja seperti ini. Ya walaupun tidak semua orang seperti itu."

"Kalau semua warga negara seperti kamu juga akan berisik jadinya."

Kirana tidak menyadari bahwa suaranya terlalu keras. Ia menengok tertuju pada seseorang disamping kanannya dengan wajah marah bercampur malu karna ada orang lain yang menanggapi perkataannya.

"Eh?"
"Kenapa? mau marah sama saya juga?"
"Kalau iya bagaimana?"
"Hahaha mau marah kok bertanya"
"....."
"Jika semua orang berpikiran seperti kamu saya akan hidup tenang didunia ini"
"Nah itu tau!"
"Ya benar, cuma pasti akan berisik."
"Hhh"
"Kita satu kampus kan?"
"Lalu sekarang mau sok seperti Dilan yang peramal itu?"
"Hahaha tidak. Kemarin saya melihat kamu"
"Hah?"
"Sampai bertemu lagi"
"Eh, tunggu!"

Tidak terasa setelah lama berbicara dengan seseorang yang tidak dikenalnya itu, jalanan kembali pada kondisi yang semestinya. Kirana terbayang kata-kata yang diucapkan oleh seseorang itu bahwa ia pernah melihat Kirana sebelumnya. Dan Kirana teringat surat yang diberikan oleh seseorang yang tidak meninggalkan nama pengirim sama sekali.
"Mungkinkah dia.. ah bukan, tidak mungkin"
***

"Kiri depan gerbang ya bang"
"Sampai neng"
"Terimakasih banyak, ini uangnya."
"Kembaliannya neng"
"Iya gapapa simpen aja bang"

Akhirnya kirana tiba depan gerbang kampus dengan wajah yang tidak lagi cerah setelah melewati pagi yang melelahkan. Dengan terburu-buru ia berlari menuju kelasnya.

Setelah sampai dikelas Kirana membuka pintu dan berjalan menghampiri dosennya, belum sampai ia berbicara namun dosen itu memberikan isyarat bahwa waktu keterlambatan sudah habis dan menyuruhnya untuk keluar kelas. Betapa kecewanya Kirana setelah ia tau bahwa perjuangannya pagi hari ini hanyalah sia-sia.

Untuk menunggu kelas berikutnya Kirana memutuskan duduk di kantin dan memesan segelas es teh manis yang mungkin siapa tau bisa mendinginkan dirinya pikirnya.

"Selamat pagi, manusia berisik."

Suara seseorang lelaki yang tidak asing lagi ditelinga Kirana. Lelaki yang melengkapi buruknya hari yang dilewatinya.

Biar Aku SajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang