Jangan lupa votenya untuk mengapresiasi karyaku yaa^^
Apa yang lebih sial dari dosenmu memergokimu sedang berada di club malam, bahkan dia meminum minuman keras itu untukmu? Ahaha, itu yang sedang kualami sekarang. Aku masih melihat si iblis sedang menatapku dengan tatapan yang bahkan lebih dingin dari yang biasa dia berikan padaku.
"Lo kenal dia?" Tanya cowoknya Sarah, Kak Ivan (sebenarnya aku mau manggil namanya saja, tapi sepertinya dia jauh lebih tua dariku).
Aku mengangguk lesu. Tamat sudah riwayatku! Sudah jadi mahasiswi paling malas, kini jadi mahasiswi nggak bener yang doyan nongkrong di club malam!
Dia berjalan kearahku, matanya yang tajam itu bagai mengulitiku hidup-hidup, "Kiara."
Suaranya yang rendah saat memanggilku membuatku berdesir. Argh! Sialan! Ini semua karena kejadian waktu itu! Kan tidak mungkin kalau aku jatuh cinta padanya?! Secara dia kan...
Oke sekarang jantungku bergerak cepat sekali saat dia memegang tanganku dan menarikku menjauh. Kini yang kutahu aku sudah ada diluar club barusan. Kulihat tanganku yang masih digenggamnya, dan dia yang masih menatapku tajam.
"Sedang apa kamu disini?" Tanya dia. Aku mengadah, mencoba mencerna semua kejadian yang terlalu terburu-buru untukku. Aku tahu kapasitas otakku yang terbatas butuh waktu untuk mencerna semua ini.
Aku menatap wajahnya, dia terlihat marah sekali. Tunggu, memangnya seorang dosen akan marah kalau memergoki mahasiwinya sedang berada di club malam?
"APA YANG KAMU LAKUKAN DISINI?!" teriaknya, membuatku terperanjat ketakutan. Wajahnya yang dingin itu berubah bengis. Aku masih tidak bisa berkata, lidahku kelu bahkan ketika otakku sudah bisa mengurutkan semua kejadian ini. Yang kurasa adalah sesuatu yang basah mengalir di kedua pipiku. Oh sial, aku menangis!
Wajahnya yang keras menjadi melunak saat melihatku menangis. Aku tidak tahu ini bagus atau tidak, yang jelas aku benar-benar ingin menjauh darinya, dari tempat ini.
Aku melepaskan pegangan tangannya padaku, dan berlari sejauh mungkin. Sial! Keluargaku saja tak pernah membentak aku, kenapa dia bisa-bisanya melakukan hal itu padaku?
Aku terus berlari sampai tanganku ditarik dari belakang, membuatku limbung dan menjatuhkan diriku pada dada bidang seseorang.
"Maafkan saya." Bisiknya penuh sesal ditelingaku. Aku tak merespon ucapannya.
"Maafkan saya, Kiara."
Aku melepaskan tubuhku dari dekapannya, "Seumur hidup, ini kali pertama saya dibentak seperti itu pak"
Dia terlihat sangat bersalah, "Maafkan saya."
"Kalau bapak benar-benar minta maaf," aku menarik napas, "Tolong biarkan saya pulang. Saya lelah sekali."
"Tapi ini sudah malam, biar saya antar ya?"
Aku menggeleng, kemudian berbalik dan berjalan meninggalkannya. Langkahku terhenti di depan pos satpam. Kulihat para berandalan sedang nongkrong disekitar sini. Membuat nyaliku menciut. Ya tentu saja, aku tak mungkin keluar dengan pakaian seperti ini. Kalau aku nekat, berarti aku bunuh diri namanya.
Aku membalikkan badanku, dan berjalan masuk kembali kearah club. Persetan dengan si iblis, berandal-berandal itu jauh lebih menyeramkan.
Baru saja aku berbalik, sebuah tangan mencengkram bahuku dengan kencang. Aku diam ditempat, tak berani untuk menoleh ataupun lari. Namun sialnya, kepalaku bertindak sebaliknya. Aku menengok siapakah gerangan orang yang cari ribut denganku itu. Namun, belum sempat aku melihat wajahnya dengan jelas, tangan orang itu membekap hidungku dengan sapu tangan. Yang kurasa adalah baunya tercium seperti obat, dan aku mulai hilang kesadaran.
***
Aku membuka mataku perlahan, rasanya sangat berat dan sedikit sakit. Kepalaku juga sakit, rasanya seperti dihantam sebuah balok.
"Aah.." erangku kesakitan. Setiap detik, rasa sakit itu bertambah parah. Kepalaku berdenyut-denyut seperti mau pecah. Rasa sakitku terkalahkan oleh rasa penasaranku begitu aku mengadahkan kepala. Sebuah ruangan bergaya modern dengan warna yang di dominasi abu-abu dan hitam. Kamar ini terlihat luas dan rapi, furniturenya (Terutama kasurnya yang sangat empuk. Berbeda 180 derajat dengan kasur di kamarku) yang kelihatan sangat mahal itu membuatku yakin 100% kalau pemilik ruangan ini pasti orang kaya. Hahaha, tentu saja tidak mungkin kamar ini punya berandalan semalam kan? Hahaha.
Tunggu.
Apa?
Berandalan?
"AAAAAAAAAAAAAAAAA!!!"
Aku menutup mulutku setelah berteriak. Duuh, aku bodoh sekali! Kalau ternyata kamar ini memang milik berandal itu bagaimana? Nanti kalau mereka tahu kalau sudah sadar pasti mereka akan berbuat jahat padaku, lalu mereka akan menelpon kedua orang tuaku untuk meminta tebusan, dan mereka akan mengambil uang itu sementara aku dijual di pasar gelap, lalu aku akan hidup berkeliaran tanpa tujuan sebagai penduduk ilegal di luar negeri. Namun, imajinasi menyeramkan itu terhenti tatkala aku melihat seorang laki-laki tinggi sedang menyandarkan tubuhnya pada tembok. Wajahnya terlihat tampan, tubuhnya yang sedikit bidang terasa begitu kontras dengan celemek hello kitty yang dipakainya. Membuatku ingin tertawa saat itu juga.
"Sudah bangun nona?" Tanya pria itu sopan. Melihatnya sih membuatku sangat yakin kalau dia bukan berandalan, yaah kecuali sih kalau dia memang berandalan kelas atas, hehehe.
Aku menganggukan kepalaku, dia tersenyum begitu melihatnya. "Aku sudah membuatkanmu sarapan. Kalau kau sudah siap, kau bisa langsung turun."
Setelah selesai mengucapkannya, dia keluar sambil menutup pintu. Tunggu, siapa dia? Apa dia yang membawaku kemari? Tapi memangnya dia kenal aku? Ekhm, bukan maksudku untuk menjelekkan diri sendiri sih, tapi lingkaran pertemananku itu sempit. Aku tak punya banyak teman, paling paling yang mau berteman denganku juga Ezra dan Sarah.
Sarah?
Begitu mengingatnya, aku segera merogoh ponsel dari dalam tasku yang ditaruh di meja nakas. Aku melihat 30 panggilan tak terjawab dari ibu, 10 panggilan tak terjawab dari ayah, dan 24 panggilan tak terjawab dari Sarah. Sial, aku lupa memberi tahunya! Semua ini tentu karena si iblis yang tiba-tiba saja menarikku keluar (sudah gitu, dia membentakku segala lagi!). Mengingatnya membuat emosiku mendadak naik.
Jemariku bergerak lincah membuka aplikasi sms. Jantungku serasa berhenti mendetak saat membaca sms dari ibuku. Sebenarnya tak perlu kuceritakan, kalian tahu kan apa isi sms dari seorang ibu yang anaknya nggak pulang semalaman tanpa kabar? Dan belasan sms berikutnya adalah dari Sarah. Isinya kebanyakan dia yang mencariku, juga beberapa yang isinya kalau dia meminta maaf padaku karena sudah mengajakku pergi ke tempat semalam.
Aku membalas sms ibu dengan 1000 rayuan maut andalanku yang dapat meluluh lantakkan hati ibuku. Yaah, semoga saja ibu bisa memaafkanku setelah mendengar alasannya. Sms dari Sarah tak langsung ku balas, sejujurnya kalau saja dia tidak memaksaku untuk menemaninya ke tempat terlarang itu mungkin aku tidak akan berakhir di tempat ini. Aku juga takkan bertemu berandalan itu, aku takkan disodorkan minuman keras, dan juga....
Aku takkan mendengar suara si iblis yang berkali-kali meminta maaf padaku.
Aku segera menggelengkan kepalaku begitu aku memikirkannya. Tak mungkin kan aku akan jatuh cinta padanya?! Maksudku, aku ini kan secara gamblang begitu membencinya. Tentu aku akan dianggap pengecut yang menjilat ludah sendiri apabila aku benar menyukainya.
Namun, saat itu aku tidak tahu kalau ketakutanku itu menjadi kenyataan.

KAMU SEDANG MEMBACA
GTS #1 : My Beloved Dosen
ChickLitㅡGentleman The Series #1ㅡ Orang bilang kalau benci itu jangan terlalu. Maaf maaf saja nih, tapi kebencianku pada dosen kupret itu sudah mendaging dalam diriku. Namun sialnya kini aku malah berdiri dihadapannya sambil memberikan sebungkus soto. Dan k...