2. Vian

205 16 0
                                    

Haaai!!!

Terima kasih yang sebesar-besarnya buat para readers yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca cerita saya *prok prok prok.

Sebenarnya saya sempat tidak melanjutkan cerita ini karena saya terkena writer's block. Akhirnya melalui pemikiran yang panjang sepanjang masa depan kita, saya memutuskan mengganti plot dan karakter cerita ini.

Tokoh utama wanita yang harusnya bernama Vanya saya ganti menjadi Ara. Sementara tokoh utama pria saya ganti dari Alfian menjadi Vian/Alvian (sebenernya namanya sama aja sih, cuma diganti hurufnya aja hehe). Untuk karakter pendukung seperti Sarah dan Ezra juga mengalami perubahan. Di cerita yang baru ini, Sarah dan Ezra diceritakan belum mengenal satu sama lain.

Sudut pandang cerita juga saya ubah. Yang tadinya sudut pandang penulis, sekarang jadi sudut pandang tokoh. Setiap bab akan saya campur sudut pandangnya (akan saya beri tanda di judul supaya gak bingung). Karena jujur saya kesulitan kalau tetap menggunakan sudut pandang penulis untuk setiap bab.

Saya harap dengan digantinya plot cerita ini, saya dapat menyelesaikan kisah Ara dan Vian yang sempat tertunda.

Sekali lagi terima kasih untuk kalian. Jangan lupa vomment untuk mengapresiasi karya saya^^.

Dan bila ada kritik/saran, jangan sungkan untuk bilang pada saya. Comment dan dm saya terbuka untuk siapa saja^^

Oke, selamat menikmati ceritanya:)

Seharusnya kakakku yang satu itu merasa sangat bersyukur punya adik sepertiku. Ucapannya dua minggu yang lalu masih terngiang jelas di kepalaku.

"Tolong ya, dek. Kan kamu tahu Mas Budi nggak suka kalo aku kerja terus. Kamu kan ada basic dibidang hukum, jadi bisa lah kalo kamu gantiin mbak ngajar di kampus?"

Aku sebenarnya ingin sekali menolak, tapi kembali lagi, aku adalah adik yang baik yang sangat menyayangi kakakku yang kadang gak tahu diri itu.

Aku melihat pemandangan dihadapanku. Mahasiswaku yang sedang memperhatikanku dengan raut wajah begitu serius.

Haha, aku bohong. Sebagian dari mereka asyik dengan dunia mereka sendiri, ada yang sedang tidur, main hp, atau menatapku dengan tatapan memuja (yang terlalu kelihatan). Pandanganku jatuh pada gadis yang kalau ditarik lurus duduk dihadapanku. Dia tak memperhatikan aku, telinganya bahkan ditutupi earphone yang membuat suaraku pasti tak terdengar olehnya. Pandangannya jatuh pada buku yang sedang dibacanya. Oh? Dia sedang belajar sendiri saat aku menerangkan?

"Kamu!" Teriakku padanya. Kelas mendadak hening. Tapi gadis itu tetap mengacuhkan aku. Dia terlihat begitu tenang sampai seorang temannya (mungkin) menyenggol lengannya. Membuat perhatiannya teralihkan padaku.

"Sini kamu!" Aku masih teriak-teriak di kelas. Tentu aku harus begitu, biar mahasiswaku ini belajar menghargai aku sebagai dosen mereka. Masa depan negara ini kan ada ditangan mereka. Bagaimana jadinya negara ini kalau penerusnya saja tak menghargai orang yang lebih tua?

Dia terlihat malas saat menghampiriku, terlihat dari bibirnya yang mengerucut.

"Kenapa pak?" Tanya dia malas.

Tawaku nyaris meledak saat mendengar kalimatnya itu.

"Kenapa pak?" Kataku mengikuti ucapannya. Aku menatapnya tak percaya. "Saya ini dosen kamu, sopan sedikit!"

Dia menghela napas, "Maaf pak, saya gak bakal ngulangin lagi."

Aku mengangguk, "Kamu pernah dihukum saat SMA?"

Dia kaget, kemudian menggeleng. Sebenarnya muka kagetnya itu lucu sekali. Nyaris saja aku tertawa melihatnya. Wajah bodoh dan mulut yang ternganga lebar. Hahaha, harusnya aku foto saja wajahnya itu dan aku bagikan di sosial mediaku. Sayangnya, seperti yang sudah berulang kali aku bilang sebelumnya, aku ini tipe orang yang baik sekali. Jadi aku takkan tega untuk melakukan hal jahat seperti itu. Tapi, gak tahu deh kalo pada cewek ini. Hehehe.

GTS #1 : My Beloved DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang