4. Him

165 14 0
                                    

"Jadi..." ucap Dirga kemudian mematikan rokoknya. Dia menyembulkan asap terakhirnya pada sobat lama yang entah ada angin apa kini menemuinya.

Vian mengibaskan tangannya dengan risih, "Pokoknya gitu."

Dirga tertawa, "Hahahaha, gila lo! Sama si Beby aja nggak pernah!"

Vian mengusap tengkuknya yang tak gatal, "Makanya gue juga bingung. Tapi saat itu gue bener-bener pengen nyium cewek itu!"

Setelah mengatakan hal itu, Dirga dengan santai memukul kepala Vian. Membuat temannya itu terperanjat kaget.

"Woi!"

"Sadar bro, dia itu mahasiswi lo! Murid lo! Anak lo!"

Vian termenung mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Dirga, "Kok kesannya gue ini nggak etis banget sih?"

"Ya emang. Coba aja lo pikir, seorang dosen ngebet pengen nyium mahasiswinya. Gimana coba?" Jawab Dirga, "Harusnya lo banyak berharap kalo dia nggak ngelaporin lo ke polisi karena tuduhan pelecehan seksual."

Vian bergidik ngeri, "Lebay banget sampe segitunya."

"Emang." Sahut Dirga santai, "Btw, temen se-geng kita dulu ngajak ketemuan nih. Mau nggak?"

"Dimana?"

"Lotus Club."

***

"Ayoooo dooong, raaaaaaa." Pinta Sarah, kedua tangannya menarik-narik Ara yang sedang tiduran santai.

"Gak! Gak mau!"

"Please... gue udah janji sama Kak Ivan buat dateng kesana. Lagian dia mau ngenalin gue ke temen-temennya."

"Yaudah sana lo pergi aja sendiri!"

"Gue takut kalo sendirian..."

Ara bangun dari kasur, dan menatap Sarah dengan tatapan super bete. "Yaudah gue temenin! Tapi lo janji sebelum jam 11 kita harus udah balik ya?!"

Sarah mengangguk senang, "Siap, Cinderella!"

Ara tersenyum geli, "Tap gue gak punya baj-"

Ucapannya terhenti tatkala dia melihat Sarah mengeluarkan sebuah dress dari lemarinya.

"Silahkan dipakai, princess."

Bagian tangan dress tersebut tak terlalu panjang, berwarna putih dengan hiasan payet dibagian dada, dan panjangnya yang hanya 5cm diatas lutut membuat dress itu lebih cocok dipakai untuk pergi ke prom dibanding ke club malam.

"Lo bercanda?" Tanya Ara ragu.

"Cuma ini dress paling sopan yang gue punya." Jawab Sarah polos.

Ara menggelengkan kepalanya tak percaya, "Padahal buat apa sih punya dress mini kayak gitu? Ntar kalo masuk angin aja baru kerasa."

Sarah tak menggubris ucapan Ara, dirinya sedang sibuk menyiapkan kembali peralatan make upnya.

"Sana lo cuci muka dulu, terus habis itu lo gue make up. Kalo udah lo ganti baju dan kita caw!" Seru Sarah.

***

Hingar bingar club malam adalah sesuatu yang asing bagi Ara. Lahir dan besar di keluarga yang mengusung adat ketimuran membuatnya tak pernah datang ke tempat seperti ini. Mungkin kalau bukan karena Sarah, seumur hidup dia takkan pernah datang ke sini.

Dia melihat perempuan dan laki-laki asyik menggerakan tubuhnya mengikuti alunan musik. Mereka bergerak bagai kesetanan, membuat Ara bergidik ngeri melihatnya.

Sarah melambaikan tangan kepada seseorang. Tak lama, seorang cowok jangkung dengan tubuh berotot datang menghampiri mereka. Kedua mata Ara melotot saat melihat Sarah dan cowok itu saling mengecup bibir. Reflek, Ara menarik tangan sahabatnya yang sedari tadi dia genggam.

Sarah tertawa melihat ekspresi wajah Ara yang menyiratkan bingung, marah, dan kaget yang bercampur jadi satu, "Dia Kak Ivan, ra. Cowok gue yang sering gue ceritain. Kak Ivan, dia Ara sahabat aku."

Ara melongo, "J-jadi... lo pacaran sama cowok model gini?"

Melihat anggukan Sarah, mendadak emosi Ara memuncak sampai ke ubun-ubun, "Sar! Gue punya banyak temen cowok ganteng dan baik. Kalo lo mau, gue bisa kok ngenalin mereka ke elo. Tapi lo jangan pacaran sama cowok brengsek kayak gin-"

Ucapan Ara terputus karena Sarah langsung membekap mulut Ara. "Maaf ya, Kak Ivan. Dia emang mulutnya suka gak bisa di-rem."

Ivan mengangguk maklum, "Yaudah ayo, aku mau ngenalin kamu ke temen-temen aku!"

Sarah melepaskan tangannya pada wajah Ara, dan berjalan mengikuti Ivan bagai anak ayam yang mengekor induknya. Melihatnya, Ara cemberut dan mengejar Sarah yang sudah jauh didepan.

Ara duduk disamping Sarah. Wajah Sarah terlihat berseri saat Ivan memperkenalkannya sebagai kekasihnya.

"Dan yang itu," ucap Ivan, "Dia sahabat Sarah, namanya Ara."

Segerombolan pria tersenyum genit pada Ara, namun para wanita malah menatapnya dengan tatapan aneh.

"Liat deh bajunya. Kok gak malu sih dia pake baju kayak gitu?" Bisik satu diantara mereka. Ah tidak, suaranya bahkan lebih dari sekedar berbisik.

"Gue sih malu banget tuh kalo pake baju kayak gitu."

"Bajunya mirip baju adek gue yang masih SD."

Ara menundukan kepalanya, sedikit tidak nyaman dengan para wanita yang bergunjing terang-terangan dihadapannya itu.

"Yaudah guys!" Seru Ivan tiba-tiba, "Mending kita main game, yang kalah harus minum one shot!"

Mendengar ucapan Ivan membuat Ara menyadari bahwa didepan mereka, terdapat berbagai jenis dan merk minuman ber-alkohol. Ara menatapnya dengan pucat, kemudian membisikan sesuatu pada Sarah.

"Sar, pulang yuk.."

Namun Sarah kembali tak menggubrisnya, dia terlihat kagum saat Ivan mencampurkan whiskey dan beer di sloki dan menaruhnya ditengah meja. Kemudian Ivan memutar sebuah botol kosong. Botol tersebut berhenti ke arah seorang perempuan berbaju merah darah dengan potongan yang sangat seksi.

"Lily!!!" Seru para pria, mereka terlihat senang saat Lily mengambil sloki tersebut tanpa ragu dan langsung meminumnya. Sedetik kemudian mereka tampak bersorak.

Lily terlihat puas, kemudian memutar kembali botol tersebut. Kini, dia berhenti ke arah Sarah. Dengan senyum liciknya, Lily menuangkan racikan yang sama dan memberikannya pada Sarah.

"Jangan! Biar gue aja!" Seru Ivan kemudian meminum minuman tersebut dalam sekali tenggak.

"Woaah, Ivan si gentleman!" Seru seorang laki-laki bertampang flamboyan.

Ivan tersenyum lembut, membuat Sarah merona di tempatnya. "Silahkan putar botolnya Sar." Ucap Ivan.

Dengan sedikit malu-malu, Sarah memutar botol itu. Botol tersebut mulai berputar, dan anehnya dia cukup lama berputar. Tampak tak seorangpun berniat memberhentikan putaran botol tersebut. Hingga akhirnya botol itu berhenti ke arah Ara.

Beberapa orang disana tampak terkejut melihatnya. Ara menatap sloki yang kini disodorkan padanya dengan pucat pasi, sayup sayup dia mendengar teriakan disekitarnya.

"Minum! Minum! Minum!"

Tangan kanannya gemetar saat berusaha mengambil sloki tersebut. Namun, sedetik kemudian sloki tersebut raib. Mata Ara tergerak kaku pada orang yang telah meminum minuman itu untuknya.

Kedua mata indahnya membelak saat melihat siapa orang itu. Bibirnya bergetar kaku,

"P-pak V-vian?"

GTS #1 : My Beloved DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang