3. Her

180 12 0
                                    

Ara menatap kertas yang diberikan Ezra dengan pandangan ragu. Begitu selesai membacanya, dia membaca lagi dari awal. Rasanya ada sesuatu yang salah dengan apa yang dibacanya itu. Sedetik kemudian dia membanting kertas itu keatas meja.

"Gue masih gak ngerti!" Pekik Ara, "Apa hubungannya sih tugas kita sama pelajaran dia?!"

Ezra menghela napas lesu, "Gue juga bingung. Kelompok lain disuruh observasi lapangan, eh kita cuma disuruh kepoin hidup dia."

"Rasanya ada sesuatu yang salah." Gumam Ara. Matanya menyipit, dia mulai memikirkan alasan Pak Vian memberikan tugas yang tak masuk akal itu kepada mereka.

"Apa ini gara gara lo ya, ra? Kan secara dia benci banget tuh sama lo." Celetuk Ezra.

Ara menatapnya tajam, "Yakali gara-gara gue."

Ara menghela napas, ucapan Ezra terus terngiang-ngiang di kepalanya. Dengan sekali gerakan, dia bangun dari duduknya. Diambilkan kertas diatas meja kemudian berjalan meninggalkan Ezra yang terbengong-bengong karena gerakan spontan Ara.

***

Ara mengatur pernapasannya. Jantungnya yang biasanya berdetak anggun kini terasa berdisko riang. Dia menatap nama yang tertera di depan pintu itu berulang kali. Sekarang, dia merutuki diri sendiri atas tindakan bodohnya yang membuatnya kini berdiri di depan ruang kerja Vian.

Seorang wanita menatap Ara dari kejauhan dengan bingung, dengan senyum lembut dia menghampiri Ara dan mengelus pelan bahu muridnya itu. Ara tersentak dan menatap wanita itu dengan senyuman lega.

"Ah, Miss Beby?"

"Kamu sedang apa disini?"

Ara memberikan kertas yang sedari tadi dipegangnya itu pada Beby. Mata Beby membelak begitu membacanya, sedetik kemudian tawanya pecah.

"Aduuh. Kamu lagi dikerjain tuh sama Vian."

Ara mengerucutkan bibirnya dan menatap Beby dengan wajah berharap, "Miss bisa bantu saya buat membujuk iblis eh maksudnya Pak Vian ngerubah tugasnya gak?"

"Saya mau aja sih. Tapi gak janji loh." Jawab Beby, kemudian membuka pintu ruangan Vian.

Di dalam ruangan itu tampak seorang laki-laki sedang serius mengetik sesuatu pada laptopnya. Wajahnya yang dingin terlihat tampan dengan kacamata bertengger di hidung bangirnya. Garis rahangnga terlihat begitu kokoh, membuat Ara lupa sejenak cara untuk bernapas.

Mata elang itu kemudian menatap Beby dengan tajam, dan beralih pada Ara. Saat menatap Ara, tatapannya sedikit melunak.

"Ada apa?" Tanya Vian. Suaranya begitu rendah dan dalam, dan sekali lagi membuat jantung Ara yang tadinya berdisko langsung diam beberapa saat.

"Kamu ngerjain mahasiswa?" Tanya Beby santai. Tubuh molek perempuan itu melenggok anggun menghampiri Vian.

Hati Ara mencelos, saat melihat kedua dosennya yang menyandang gelar dosen paling cantik dan dosen paling tampan itu terlihat serasi saat bersama. Yang satu gantengnya gak kira-kira, yang satu cantiknya luar biasa.

"Apa maksud kam-"

Ucapan Vian terhenti saat Beby meletakkan kertas yang tadi dibawa Ara diatas meja. Sebelah alis Vian terangkat, kemudian tersenyum tipis. Pandangan Vian beralih pada Ara, membuat gadis itu salting luar biasa.

"Apa maksudnya ini, Kiara?" Kata Vian sambil menekan suaranya saat menyebut nama Ara. Bulu kuduk Ara meremang saat mendengar namanya yang disebut oleh Vian. Lidahnya terlalu kelu dan matanya terkunci oleh pandangan Vian padanya.

Vian bangun dari duduknya, dan berjalan menghampiri Ara yang membatu ditempatnya.

"Kamu ingin protes soal tugasmu?" Tanya Vian yang kini berhadapan dengan Ara. Gadis itu menundukkan kepalanya, tak berani untuk menatap Vian.

"Vian!" Bentak Beby, "Jangan begitu! Kasihan Ara."

Vian tak menggubris ucapan Beby, sebelah tangannya menggeser rambut halus yang menghalangi wajah Ara. Membuat gadis itu mendongak, dan pandangan mereka bertemu.

Vian menyeringai, kemudian mendekatkan wajahnya pada gadis yang tingginya hanya sebahunya itu. Tangan kirinya menyelusup ke leher Ara, semakin lama jarak diantara mereka menipis.

"VIAN!"

Vian melepaskan tangannya dan menjauhkan wajahnya begitu mendengar teriakan Beby. Dengan sigap, Ara segera lari dari ruangan itu. Vian melihat punggung kecil Ara dari tempatnya.

Sedetik kemudian dia merasakan tamparan keras, membuat pipinya terasa berdenyut.

"Kamu ngapain sih?!" Pekik Beby, "Kamu gila ya?!"

Vian menghela napas kemudian menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Mmm.. e-entah."

Beby menatap Vian kesal, "Kamu boleh begituin orang lain, tapi jangan ke mahasiswa kamu dong!"

"Berisik! Urusanmu sudah selesai kan? Pergi sana."

Beby menatap tidak percaya pada Vian, kemudian menghentakan kakinya pada lantai dan berjalan keluar.

Dengan gontai, Vian menutup pintu dan kembali duduk di kursinya. Ingatannya melayang saat dia melihat wajah kaget Ara dari dekat. Matanya sangat cantik seperti boneka, hidungnya lancip dan mungil, serta bibirnya yang tipis terlihat pink alami menandakan bahwa dia memang tidak memakai jenis kosmetik apapun terlihat menggemaskan dan menggoda disaat yang sama.

Vian mengacak-acak rambutnya, "Vian, lo emang udah gila."

***

Ara berjalan cepat menuju perpustakaan, dilihatnya Ezra masih menempati tempat yang sama. Ezra melihat kedatangan Ara dengan wajah bingung.

"Heh? Lo kenapa?" Tanya Ezra begitu Ara duduk ditempatnya. Ara menggeleng, namun setitik air mata jatuh melewati pipinya. Membuat Ezra kaget setengah mati.

"Lo kenapa, ra?!" Tanya Ezra lagi, tangannya mengenggam lengan Ara yang sedang berusaha menutupi wajah merahnya.

"Ezra... gue gak mau ngerjain tugas dia lagi." Lirih Ara disela tangisnya. Dengan sigap, Ezra merengkuh Ara kedalam pelukannya.

"Iya, nggak apa-apa. Nanti biar gue yang ngomong sama Pak Vian." Kata Ezra, Ara mengangguk dalam pelukan Ezra. Semakin Ezra berkata manis padanya, semakin deras juga air mata Ara.

"Ngomong-ngomong, ra." Kata Ezra, "Baju gue basah nih."

Ara segera menarik diri, dan menatap Ezra kesal.

"Lo niat gak sih ngehibur gue?"

"Niat ra! Tapi kalo baju gue basah sama ingus lo kayak gini sih..." jawab Ezra dan memperhatikan bajunya yang basah.

Ara yang melihatnya langsung tertawa, "Hahaha.. mampus deh lo gak bisa ikut kelas selanjutnya!"

"Yee, enak aja! Ganti rugi dong!"

Ara tak mengindahkan ucapan Ezra, dia hanya terus tertawa. Membuat Ezra tersenyum dan ikut tertawa bersama Ara.

"Ngomong-ngomong, ra. Lo laper gak? Mau makan sushi? Gue traktir deh!"

GTS #1 : My Beloved DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang