Betting on you!
I'm betting on you u u u u...
Betting on you!
Jeoldae geudaeron mot bonaen neo...
Bad bad bad bet a bad bad girl.
Bad bad bad bet a bad bad girl.
"KAKAAAK!! MATIIN MUSIKNYA! BERISIIIK!"
Gruduk gruduk gruduk,
Braaak!
"Woy! Lu pikir ini rumah tempat karaokean? Matiin musiknya, nggak!"
"Nggak!"
Seperti biasa, rumah tempat keluarga kecil Alif bernaung kurang lebih selama 17 tahun ini tak pernah ada hari dimana rumah dalam keadaan tenang, sunyi, aman, dan damai. Alif hanya punya tiga anak, tapi suasananya seperti ia memelihara 100 ekor anak kambing saja. Terlalu berisik! Teriak sana, teriak sini. Alif bingung, kenapa tak ada diantara mereka yang kehilangan pita suara setelah dipaksa teriak terus setiap hari selama mereka diberi nyawa sejak lahir itu.
Ck ck... Harapan Alif jelek sekali, ya. Jika anaknya bisu pasti dirinya juga yang repot. Wong Aya luka gores di pipi aja dia heboh bukan main. Maklum, Aya adalah anak perempuan satu-satunya yang ia miliki dan paling ia sayang.
Yup, bocah-bocah yang dulu mampu membuat kedua orangtuanya pusing tujuh keliling itu, sekarang sudah tumbuh menjadi anak-anak remaja yang tampan dan juga cantik.
Andra, sebagai seorang siswa pada tahun terakhir sekolah menengah atas, harus lebih fokus pada pelajaran yang akan menjadi bahan ujian nasional tak lama lagi itu harus terganggu dengan musik tak jelas yang berasal dari dalam kamar kembarannya, tepat di sebelah kamarnya.
Ya, Andra sudah hampir lulus dari sekolah menengah atas, sedangkan Aya masih duduk manis di bangku kelas 2 sebagai siswa peringkat nomor satu, dari bawah. Mereka memang masuk sekolah bersama-sama, tapi keduanya harus berpisah pada tahun keempat sekolah dasar mereka. Aya tinggal di kelas 3 sekolah dasar, sedangkan Andra dengan bangganya memperlihatkan rapot dan hadiah juara kelasnya pada ayah, dan mengatakan pada ayah bahwa dirinya saat itu sudah menjadi siswa kelas 4, bukan kelas 3 lagi seperti kakak.
Aya, bukannya sedih dirinya harus tinggal kelas, dia hanya memasang wajah santai sembari menikmati kue klepon semalam buatan nenek yang ia temukan di dalam kulkas.
Dua bersaudara satu kandungan, seharusnya mereka berdua mirip dalam segala hal. Baik itu tampang, otak, hobi, atau bakat yang sama. Tapi kembar yang satu itu benar-benar berbeda. Jenis kelamin yang berbeda, tampang yang berbeda. Satu berhidung mancung, yang satunya pesek. Satunya selalu juara kelas bahkan juara berbagai olimpiade, yang satunya juara bikin ulah. Satu suka musik klasik mendamaikan, yang satu suka musik korea menghentak, lompat-lompat tak jelas, dan sebagainya-dan sebagainya.
Andra benci semua hal yang menjadi kesukaan Aya.
Sekarang, saat Andra sedang pusing tujuh keliling memecahkan contoh soal yang kemungkinan akan diujikan, lagi-lagi harus terganggu akibat ulah Aya.
"Please deh, Kak. Ngalah dikiiit aja. Abang beberapa bulan lagi mau ujian, Abang harus fokus belajar, Kakak."
"Bodo amat. Yang ujian 'kan Abang, bukan Kakak. So, jangan ganggu. Sana belajar," usirnya tak mau kalah. Ia kembali melanjutkan aksinya menari mengikuti rentak irama musik dari boyband Infinite dengan judul 'Bad' yang saat ini sedang diputarnya.
Andra menganga melihat apa yang saudara kembarnya lakukan. Geraknya lincah sekali, hampir menyamai koreo asli musik tersebut. Andra melihat perbandingannya dari layar laptop Aya yang menampilkan cover dance lagu tersebut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Permen Kaki Aya (Tamat) ✓
Fiksi RemajaSinopsis SMA Labschool kedatangan satu siswa laki-laki. Daniel Kim, nama yang diperkenalkan. Hanya nama, tidak dengan identitas lainnya. Hal tersebut membuat Aya si gadis pengemut permen kaki penasaran. Jatuh cinta pada pandangan pertama. Itu yang...