Chapter 3

4.3K 311 3
                                    

Draco menatap wajah Hermione yang sedang khusyuk membaca buku di perpustakaan. Dia bahkan hampir tidak bisa berkedip. Cantiknya Hermione itu alami. Tidak seperti gadis-gadis luar sana, mereka bahkan terlihat seperti bitchess.

"Apa kamu selalu mengabaikanku untuk buku laknat itu, Mione?" Ucap Draco berpura-pura marah. Padahal sebenarnya dia hanya ingin menggoda Hermione agar lebih memperhatikannya.

Hermione berhenti membaca buku dan segera memperhatikan kekasihnya. "Bukan begitu, Draco. Aku hanya mau belajar. Ujian akhir sebentar lagi." Ucapnya.

Draco tersenyum. "Aku tahu, babe. Aku hanya ingin menggodamu tadi."

Hermione cemberut. "Tidak bisakah kau tidak menggodaku sehari saja?" Tanyanya gusar.

"Tidak bisa sayang. Ayo kita ke Aula Besar. Aku sudah lapar sekali." Kata Draco sambil menarik tangan Hermione.

Hermione menggumam malas. "Draco, sayangku? Aku tidak lapar." Katanya manis (manis sekali) sambil menyentuh bibir Draco mesra.

Draco menggeram. "Kamu membuatku bergairah sekarang. Ayo kita ke Hutan Terlarang." Ucap Draco seraya menggedong Hermione ala bridal style.

Hermione memekik tertahan. Karena jika dia berteriak, penjaga perpustakaan akan langsung menendangnya keluar.
.
.
.
.

Hermione tahu bahwa ucapan Draco di perpustakaan tadi hanyalah bualan. Dia tahu Drco tidak akan melakukan perbuatan itu karena dia sangat menjaga kehormatan Hermione sebagai seorang gadis. Berbeda dengan yang lain yang drngan sukarela melempar dirinya pada Draco. Namun, itu dulu sebelum Hermione menjadi milik pria sombong itu.

Dan di sinilah mereka berdua. Di pinggir danau hitam. Menikmati sore dengan tenang. Memperbincangkan masa depan mereka.

"Pokoknya aku tidak mau kamu bekerja nanti saat kita sudah menikah. Aku mau kamu hanya mengurusku dan anak-anak kita. Tidak ada kerja." Kata Draco ketika Hermione mengatakan bahwa dirinya ingin menjadi wanita karir.

Hermione cemberut. "Kau rela jika aku nanti mati kebosanan hanya untuk menunggumu pulang dari kantor?" Tanyanya kesal.

"Kau lihat ibumu dan mother? Mereka tidak mati walau hanya sebagai ibu rumah tangga." Ucap Draco mencoba memberi alasan yang bagus.

"Terserah kau sajalah. Tapi aku nanti mau kita tinggal di Yunani. Bagaimana?"

Draco berpikir. "Apa kau tidak keberatan jika jauh dari orangtua kita?" Tanya Draco.

Hermione mengangguk. "Tentu. Father dan mother bisa saja berapparate ke sana. Jika ibu dan ayah, Harry bisa membantu mereka menggunakan saluran floo."

Draco tersenyum dan mengecup cepat bibir Hermione. "Aku mencintai mulut pintarmu." Katanya.

Hermione mencebik. "Yaya.. kau hanya mencintai bibirku." Ketusnya.

"Aku mencintai srgalanya yang ada pada dirimu. Namun yang paling besar adalah hatimu. Aku bersumpah akan selalu bersamamu. Kau tahukan jika seorang pria Malfoy bersumpah tidak akan pernah mengingkari. Jika sumpah itu dilanggar, maka perlahan mereka akan mati menjadi abu. Maka dari itu father selalu setia mencintai mother." Jelas Draco tentang keluarga Malfoy.

Hermione tersenyum. "Tidak hanya itu, Draco. Jika kau ketahuan berselingkuh dariku aku akan memastikan bahwa aku akan memotong habis alat reproduksimu." Tawa Hermione pecah seketika.

Draco juga ikut tertawa. Baginya melihat Hermione tertawa ada kesenangan tersendiri jauh di dalam lubuk hatinya.

Cinta tidak akan berkhianat pada apa yang telah dijanjikan. Semua pasti akan indah pada akhirnya.
.
.
.
.



BETWEEN JEALOUSY & PRESTIGE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang