Four

33 7 1
                                    

Setelah duduk sebentar, Arve berdiri lagi sambil meninggalkan barang-barang yang di belinya tadi, sebagai tanda bahwa kursi itu telah ditempatinya. Sampai di depan kasir, Arve memilih menu yang akan di makannya untuk makan siang kali ini. Biasanya Arve makan siang dengan masakan home made atau masakan rumah, bukan fast food seperti ini, tapi saat ini dia ingin sekali makan fast food jadi dia memesan satu burger cheese, satu beef burger, satu chicken wrap, satu kentang goreng, serta satu minuman cola. Setelah memesan, Arve kembali ke meja tempatnya semula.

Sesampainya di meja, betapa terkejutnya dia melihat empat orang duduk di tempatnya. Segera ia berjalan ke arah ke-empat orang itu--sepertinya mereka pria--.

Uh bule nih pasti, batin Arve "Excuse me, this is my chair can you move in another chair? I won't to sit down, " Arve mencoba mengusir mereka dengan ramah sambil berusaha meredam emosinya.
"This is your chair? Really? But in this chair there is no your name. So it's not your chair." balas salah satu dari mereka dengan nada mengejek.
"Nama saya tidak ada disini tapi ada barang-barang saya disini, yang artinya sudah saya pesan. Jadi bisakah Anda semua pindah? Saya lelah memegang nampan ini, dan ingin segera menyantap makanan ini?" balas Arve tidak mau mengalah, masih mencoba mengusir mereka semua.

"Tidak bisa, kami sudah duduk disini terlebih dahulu, kenapa tidak Anda saja yang pindah?" orang itu masih kekeuh dengan sikap tidak mau pindahnya.

"Apa? Anda ingin saya pindah?  Kenapa tidak Anda dan teman-teman Anda saja yang pindah? Mengalahlah pada seorang gadis, mana kalimat 'Ladies Firts' yang kalian para pria junjung tinggi? Oh... apa jangan-jangan Anda bukan pria?."

"Apa yang Anda bicarakan? Anda mengejek Saya, ha?" balas orang itu tidak terima.

"Saya tidak mengejek, Anda saja yang menyimpulkan nya sendiri"

Pertengkarang mereka berdua--Arve dan pria itu-- hanya di tonton oleh dua pria lainnya--teman pria yang berdebat dengan Arve-- sementara satu pria lainnya sedang asik membaca buku.
"Kenapa kita ber-lima tidak duduk bersama saja? " suara yang tiba-tiba itu menghentikan perang mulut antara Arve dan pria itu.
"Iya, lebih rame kan seru" seru pria lainnya.
"Apa? Nggak mau gue sama cewek ini, nggak sudi" balas pria yang tadi berdebat dengan Arve.
"Eh, siapa juga yang mau duduk satu meja sama Anda, saya juga nggak sudi tuh, blwe"balas Arve sambil menjulurkan lidahnya. Akhirnya, Arve kembali ke kasir untuk membungkus makanannya, setelah itu dia kembali lagi ke meja itu.

Keempat pria--kecuali satu pria yang sibuk membaca--itu memperhatikan Arve dengan bingung. "Mau apa lagi Anda? Mau duduk disini? " tanya pria itu.
"Kan saya sudah bilang, bahwa saya nggak sudi duduk satu meja dengan Anda. Saya disini mau mengambil barang-barang saya, jadi bisa Anda minggir sebentar? "
"Oh.. Mau pergi?  Silahkan nggak ada yang melarang. "
"Terserah Anda, saya nggak peduli. Excuse me" dengan menekan kata terakhir Arve pergi meninggalkan food court setelah mengambil barang-barang nya.

                              🌼🌼🌼

"Yah, dia pergi kan. Hansol sih jadi cowok kok kasar banget sama cewek" suara itu menegur sikap pria yang bernama Hansol atas sikapnya terhadap Arve.
"Iya, bener yang di bilang Soonyoung-hyung, lagian kan ini kursi dia yang pesen dulu, lebih baik tadi kita pindah" ucap pria bernama Minghao membenarkan ucapan Soonyoung.
"Biarin lah, gue nggak peduli sama tuh cewek. Udah nggak usah bahas dia, sekarang kita makan, setelah itu kita kembali ke hotel. Seungcheol-hyung telah menunggu kita." putus pria bernama Hansol itu.

Sedari tadi, satu pria yang sibuk membaca itu memperhatikan percakapan ketiga temannya dengan cewek tadi. Diam-diam dia memikirkan sikap cewek tadi, yang menurutnya sangat lucu.

"Wonu-hyung, kenapa diam saja dari tadi? " Hansol merasa heran dengan sikap Wonwoo yang dari tadi diam saja.

"Tak apa, sudah makan saja. Setelah itu ayo kembali ke hotel" suruh Wonwoo untuk segera menyelesaikan makan mereka.
                          
                             🌼🌼🌼

Setelah keluar dari food court, Arve berjalan tergesa-gesa meninggalkan mall ini. Kekesalannya terhadap pria --yang tak dikenalnya-- itu masih memenuhi pikirannya.

'Ada ya pria seperti gitu, seharusnya pria seperti itu lenyap dari muka bumi ini, jika tidak akan ada banyak nyawa yang hilang karena darah tingginya naik jika berbicara dengannya...  Aishhh. Kesalnya aku.. Kuharap aku tak akan bertemu pria itu, menyebalkan. Tapi kok tadi bicaranya kayak ada aksen Koreanya gitu ya? Apa mereka memang orang korea? Ha, mana mungkin. Terserah lah, kesel banget.'

Kini Arve memasuki taksi online yang tadi dipesannya. Untung saja kali ini taksinya berhenti tepat di depan Arve, sehingga tidak ada kejadian memalukan--salah masuk mobil-- terulang lagi. Itu sangat memalukan, sikap apa yang akan Arve perlihatkan di depan pria taksi nanti?.

Selama di perjalanan Arve diam sambil menatap keluar jendela mobil. Saat sampai didepan rumahnya, Arve turun dari mobil setelah membayar taksi tadi. Sampai didepan pintu rumah, keheningan menyambut Arve. Selalu seperti ini, ayahnya pergi keluar kota, dan mama nya sibuk di butiknya yang berada di luar kota.
Sejak kecil, Arve terbiasa hidup hanya dengan uang dari orang tua nya, tanpa kasih sayang. Lelah dia menasehati orang tua nya untuk memperhatikannya, orang tuanya selalu berkata bahwa jika mereka tidak bekerja, mereka akan hidup kesulitan. Demi Tuhan, tidak bekerja sehari-dua hari tidak akan membuat mereka mati kelaparan.

Arve memasuki kamar lalu menuju kamar mandi, tubuhnya terasa lengket karena keringat. Setelah selesai mandi, Arve segera mengganti baju dengan piyama bergambar tulisan Seventeen. Dia meminta mamanya untuk mendesain piyama ini. Memang awalnya sulit, tapi setelah bujukan kesekian kalinya--Arve lupa berapa kali ia merengek-- akhirnya mamanya mau mendesain piyama ini sebagai kado ulang tahun ke17 nya.

Semalaman mata Arve tidak mau tertutup, rasanya dia ingin mengulang beberapa jam hari ini. Ia ingin datang lebih awal agar bisa melihat Seventeen dari dekat, bukan seperti tadi melihat di belakang penonton. Arve merasa mungkin ini bukan hari keberuntungannya.

Jam menunjukkan pukul 20.00 WIB yang berarti dia berfikir selama satu jam, otak nya sangat lelah juga perutnya lapar. Arve turun kebawah untuk mengambil beef burger dan chicken wrapnya yang tadi sudah dia masukkan kedalam kulkas lalu memasukkannya kedalam microwave untuk dihangatkan. Setelah itu dia membawanya kearah ruang keluarga sambil menonton TV.

Setelah makanannya habis, serta jam menunjukan pukul 21.00 WIB, dia segera menggosok gigi dan terlelap di dalam kamar.

To be continued
Publish at Marc 8th

Oppa! When we meetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang