Prologue

5.6K 337 10
                                    

"Beritahu aku bahwa ini hanyalah mimpi. Sebelumnya hidup tidak pernah semenegangkan ini. Sungguh. Aku sampai lupa cara mengatur napas dengan benar. Siapa yang harus ku hindari? Siapa yang harus ku selamatkan? Siapa yang berada di pihakku? Siapa yang berusaha mendorongku hancur dengan teror teror itu?"

One of them are killer. Oh, may be the killer are you? Sshh! If you choice a wrong way, you die!
              

    ***

"Baka!"

Duk duk duk

Seseorang berteriak, menggebrak gebrak pintu kelas yang terkunci.

"...." tak ada jawaban dari dalam ruangan. Menandakan, tak ada siapapun disana.

Tidak! Tidak selamanya hening berarti kosong. Tidak selamanya.

Sebab, di dalam kelas masih terdapat beberapa manusia. Beberapa orang siswa yang tengah menanggung kecemasan yang luar biasa.

"Tak kusangka dia pelaku sesungguhnya" Lirih seseorang di balik tegang yang mendera. Sial! Ia tidak pernah setegang ini hanya untuk bersuara.

"Sssshh! Jangan bersuara." Seseorang lain yang sama sama tengah dilanda atmosfer tegang berusaha menenangkan temannya. Oh ayolah, setidaknya ia tak ingin mati muda.

"Wanna hide and seek with me? If i catch you, y'all die!"

Brak brak brak

Lagi lagi sosok itu menggebrak gebrak pintu, dengan tempo lebih brutal dari sebelumnya.

"Akhh sial. Apa kita akan terus terusan diam seperti ini? Aku ingin buang air" ujar sosok pemuda berhidung mancung bersuara lebih rendah dari dua orang yang sebelumnya bersuara.

"Tahan hasratmu, atau kau akan mati jadi korban selanjutnya" tungkas pemuda bersurai hitam yang tadi menyarankan untuk tidak bersuara. Hey, dia adalah ketua kelas dikelas ini. Wajar jika dia berusaha mati matian menyuruh teman temannya diam -meski kini teman temannya hanya tinggal sisa, setengahnya telah habis terbunuh oleh manusia gila yang sekarang tengah berusaha membunuh mereka juga- Jika tidak, maka mereka akan berakhir semua.

"Pilihan yang sulit. Aku akan sama sama terdesak"

Brak

Tiba tiba suara nyaring -yang mungkin di timbulkan dari hantaman dua benda tumpul- mengagetkan beberapa murid yang tersisa di dalam kelas. Itu mungkin saja potongan kursi kayu yang sengaja di hantamkan si pembunuh, berupaya membuka pintu. Sial! Benar benar sial! Mereka semakin terdesak. Ruangan kelas ini gelap, tidak bertoilet dan berfentilasi udara, sengaja di tutup hanya agar setiap inci jalan masuk terisolasi semua. Hanya agar mereka selamat. Atau mungkin lebih tepatnya, hidup lebih lama. Tak ada udara, dan persediaan makanan. Sepertinya, berdiam diri juga bukan hal yang baik untuk di lakukan. Karena akan sama sama beresiko kehilangan nyawa. Cepat atau lambat, satu persatu di antara mereka pasti akan tumbang juga, karena kehabisan napas.

"Bagaimana ini? Aku takut. Haruskah aku menyerah?" Seorang siswi bersurai kecoklatan yang kini tengah bersembunyi di balik punggung sang ketua kelas melirih ketakutan, memeluk lututnya sendiri sebagai penenang.

"Hei, jaga bicaramu. Kita sudah sampai sejauh ini. Hanya tinggal mencari bagaimana cara menghabisi bajingan itu, dan kita akan selamat. Bertahanlah" Sang ketua kelas berbisik lagi dengan suara agak sedikit dikeratkan. Sebab kalau boleh jujur, dia pun ketakutan. Tapi lebih kepada mengkhawatirkan mereka yang ia anggap kawan. Apalagi saat riuh gaduh teman temannya mulai terdengar, menambah ketegangan menjadi berkali kali lipat. Bagaimanapun, pemuda bersurai hitam legam itu merasa bertanggung jawab penuh atas teman temannya, dia adalah ketua kelas. Setidaknya, dia harus memastikan mereka selamat bersama sama.

Tapi ini sudah sangat keterlaluan. Mereka dehidrasi dan mulai kehabisan pasokan udara. Jelas saja, karena ruangan kelas yang tengah mereka tempati saat ini tidak terlalu luas, jauh lebih kecil dari ukuran kelas mereka. Bahkan mereka pun lupa kelas apa yang tengah mereka tempati sekarang. Yang penting sedikit lebih aman.

Namun ini tak akan berjalan lancar, ada kiranya dua puluh orang tengah bersembunyi di dalam satu ruangan. Dua puluh orang dari ratusan siswa yang kebanyakan siswa laki laki, sebagian kecil yang berhasil selamat dari peristiwa maut yang terjadi di sekolah mereka beberapa hari ini. Tentu akan sangat sulit untuk bernapas.

"Oh shit! Ada yang punya akal lain selain diam? Aku benar benar akan mati. Aku ingin buang air. Ini lebih menyakitkan dibanding mati, rasanya" Si pemuda yang tetap pada keterdesakannya itu bersuara sedikit keras membuat sang ketua kelas dan teman temannya melotot mengintimidasi. Dasar gila! Dengan begitu, bukan tidak mungkin si pembunuh berdarah dingin di luar sana semakin menyeringai mengetahui masih ada manusia yang bisa ia habisi.

"Tebakanku benar. Kalian pasti ada di dalam. Kemarilah manis. Aku tidak menggigit" Laki laki dibalik pintu itu bersuara kembali, sedikit terdengar kekehan setelah ucapannya, membuat suasana mencekam yang sedari tadi mengunci pergerakan mereka semakin mencekam saja. Suara benturan keras itu terdengar lagi, ini gawat. Itu hanya pintu kayu. Mungkin sebentar lagi pintu kelas yang sengaja mereka kunci dari dalam itu bisa dibuka atau mungkin lebih parahnya lagi dihancurkan secara paksa.

Butiran keringat sebesar biji jagung mengalir deras di pelilis masing masing dari mereka, dentuman detak jantung yang makin sini makin berdetak tak karuan membuat mereka kembali harus menelan ludah susah payah.

"Kau ingin mati?" Ketua kelas memengeraskan rahangnya kesal.

"Dibanding menyalahkanku, cari cara lain agar kita bisa kabur dari tempat ini. Perhatikanlah, mereka terlihat sangat tertekan" Ucap pemuda yang tadi membuat kegaduhan dengan nada berbisik. Menunjuk ke arah kumpulan murid perempuan yang menangis sambil membekap mulut mereka masing masing. Meskipun gelap, mereka masih bisa menangkap presensi teman temannya hanya dengan mendengar helaan napas. Baiklah, setidaknya itu menghindari mereka dari perpencaran. 

Si ketua kelas menoleh kearah teman temannya, memandang wajah lelah nan ketakutan yang tergurat jelas di wajah tiap individunya. Berfikir sedikit lebih keras, mencari titik cerah dari keresahan hatinya. Jika sebelumnya rencana yang ia ambil ternyata salah, maka kini ia harus mengambil pilihan yang tepat demi seluruh temannya.

"Dengar. Hey, berhenti menangis, tolong dengarkan aku baik baik" Ucapnya berbisik, menggoyang kan satu persatu tangan dari sembilan belas orang lain yang ada di dalam kelas. Seluruh siswi berusaha menghentikan tangisnya lalu memandang wajah sang ketua kelas meski dalam keadaan temaram.

"Bagus. Dengarkan aku. Sekarang, kita terkepung. Jendela sudah kita tutup paten menggunakan paku. Udara semakin menipis, dan kalian pun pasti kelaparan. Tidak ada jalan keluar, tidak akan ada yang akan menolong kita. Kita terisolasi dari dunia luar. Ponsel kita sudah di kumpulkan dengan sengaja. Itu---"

"KELUAR ATAU KU TEMBAK KALIAN DARI LUAR!!"

Hwo is the killer? Sshh! Maybe the killer is you!

See you~ next or delete?

Hide and Seek || Jungkook 『End』Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang