Chapter 1

95 11 1
                                    

"Built a wall around my heart
I'll never let it fall apart
But strangely I wish secretly
It would fall down while I'm asleep"
-Nothing last forever-
.
.
.
***



Kau mengganti vas bungamu"

Mataku tertuju pada vas bunga di atas meja di sudut ruangan, hanya itu satu-satunya yang menarik perhatianku, vas bunganya berubah setelah hampir dua tahun aku mengunjungi sejung setiap minggunya.

Wanita di akhir 20 tahun dengan rambut bergelombang coklat, wajah oval sempurna dengan matanya yang berwarna hazel menghentikan aktivitas membaca novelnya, ia membalikan wajahnya mengikuti tatapanku pada vas bunga itu.

"Wah daya tangkapmu pada perubahan tidak ada masalah" ucapnya, kemudian dia menutup novelnya dan langsung menatapku, lucu sekali setelah dua tahun akhirnya dia menunjukan ketertarikan untuk berbicara padaku.

"Apa itu berarti tidak ada masalah denganku?" Tanyaku, Kim sejung terdiam, kemudian bersandar pada kursi kemudian melipat salah satu kakinya ke atas, ia terlihat sedang menimbang sesuatu, ekspresi khas seorang dokter yang sedang berpikir apakah harus mengatakan bahwa kau mengidap penyakit serius dan hidupmu hanya tinggal satu hari atau merahasiakannya agar kau memiliki satu hari sisa hidupku tanpa ketakutan akan menghadapi kematian.

"Entahlah," ia membenarkan kaca mata dengan tangan kirinya, "kita akan mengetahui perkembangan di pertemuan kita minggu depan" lanjutnya.

Aku mendengus kesal, "apa kau sengaja melakukannya?"

"Melakukan apa?" Sejung menunjukan wajah ketidak tahuaannya.

"Kau menikmati semua uang yang ku berikan? Tapi kau tidak pernah menanganiku selama tiga tahun terakhir, apa kau pantas disebut psikolog?"

Sejung menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya, matanya membelalak kaget, ekspresinya berubah menjadi dramatis, dia menatapku seolah tak percaya dengan apa yang baru saja ku ucapkan.

"Aku tidak disiapkan dengan ini, apa kau baru saja mengungkapkan apa yang ada di fikiranmu?" Tanya Sejung, aku menyerngitkan dahi tidak mengerti apa yang psikolog muda ini ucapkan, fikiranku bertanya-tanya apakah ini termasuk salah satu sikap dramatisnya atau ia yang sedang berusaha mengolok-olok amarahku.

Aku selalu datang ke kliniknya selama dua tahun terakhir dan semua pertemuan kami selalu diawali dengan pertanyaan sejung;

"Apa yang kau rasakan?"

"Entahlah, aku merasa kosong dan mungkin hampa"

"Mengapa kau seperti itu?"

"Bukankah itu tugasmu untuk mengetahuinya?"

"Ya, tapi kau harus menceritakan dulu masalahmu"

"Tidak ada, aku hanya kosong"

"Ah baiklah"

Dan setelah itu, dua jam tersisa pertemuan kami selalu diisi dengan keheningan, terkadang sejung selalu sibuk dengan novelnya, dan aku sibuk mendengarkan musik menggunakan earphone sambil sesekali menulis kata-kata yg muncul dikepalaku di buku catatan kecil yang selalu ku bawa kemanapun aku pergi, sampai akhirnya Alarm di Hp sejung berbunyi menandakan jam pertemuan kami berakhir, kemudian sejung berkata, "aku belum bisa mendiagnosismu, mungkin pertemuan berikutnya kita bisa tau masalahmu"

Dan seperti hari ini, ketika Alarm sejung berbunyi, ia meminum kopinya yang mulai dingin kemudian beranjak dari tempat duduk, membuka jas putihnya dan berdiri di depan kaca sambil membetulkan rambut gelombangnya "hari ini kau ada kemajuan, mungkin pertemuan berikutnya kita bisa tau masalahmu"

Oh kali ini kalimat penutupnya sedikit berbeda.

"Kemajuan apa maksudmu?" Tanyaku,

"Kau mengomentari vas bunga baruku, dan kau mengatakan apa yang kau fikirkan tentangku" Sejung mengoleskan lipstik dibibirnya sebelum akhirnya berbalik menatapku.

"Hanya karna aku berbicara?"

Sejung mengangguk kemudian tersenyum, keriput di matanya sedikit terlihat.

"tidak mudah kan mengatakannya? Aku harus pergi, sampai jumpa minggu depan Hanseol"

sejung berbalik dan hendak membuka pintu ketika aku menghentikan langkahnya, "ternyata benar kau hanya menginginkan uangku kan?" ucapku sarkastis

"kalaupun itu yang kau percayai, kenapa kau harus repot-repot terus menemuiku selama dua tahun Oh Hanseol?" jawabnya sambil tersenyum penuh kemenangan, dan sekarang Sejung benar-benar meninggalkanku sendirian di ruangan kerjanya.

Banyak yang bilang bahwa berbicara dengan psikolog itu tidaklah mudah, mereka bisa tau bahwa kau berbohong atau tertekan, selalu mengetahui apa yang sebenarnya ingin dikatakan si pasien, lagi-lagi aku merasa begitu. Kata-kata terakhir Sejung menamparku, sebenarnya mengapa aku membutuhkan Psikolog?

Kill You | [J-Hope]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang