Chapter 7

38 3 3
                                    

This voice inside
Has been eating at me
Trying to replace the love that I fake
With what we both need
.
.
.
***









Terkutuklah aku dan semua kebohonganku. Keputusanku memang selalu tidak diikuti dengan tindakan selanjutnya, selalu gegabah dan pada akhirnya membuatku masuk ke rentetan kesialan hidupku. Evan tidak pernah main-main dengan ucapannya, dia langsung membuat janji di sebuah hotel untuk makan malam bersama 'seseorang' yang ku sebut kekasihku.

Tidak ada yang namanya kekasih, aku bahkan tidak punya teman lelaki untuk di mintai tolong karena itu kemarin untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku masuk ke situs kencan buta. Sepakat dengan salah satu pria disana untuk berpura-pura menjadi kekasihku, aku bahkan tidak mengenalnya tapi aku mempercayai sepenuhnya semua skenario sempurna membohongi Evan pada pria yang ku temukan di situs kencan buta. Harusnya aku sudah tapi akhir dari keputusan bodohku, keberuntungan tidak selalu berpihak padaku, saat hari makan malam tiba, seorang lelaki dengan badan kekar dipenuhi tato hampir disekujur tubuhnya tersenyum padaku, rambutnya acak-acakan, banyak tindikan yang tidak sudi aku hitung di wajahnya, tapi fotonya di situs itu baik-baik saja, maksudku normal, pria muda mengenakan jas hitam. Dia berdalih bahwa itu fotonya dua tahun lalu dan alasan dia menggunakannya hanya untuk menguji apakah orang-orang akan menilainya dari luar saja atau menerima penampilannya yang jauh dari kata rapi dengan tulus. Masa bodoh. Itu pembohongan publik namanya.

"Persetan kau dengan penelitianmu" reflek setelah mendengar alasan bodohnya, sebenarnya aku juga bukan tipe orang yang peduli penampilan, tapi sekarang sudut pandang Evan yang diperlukan, jika Evan melihat 'kekasih'ku berpenampilan seperti ini, tanpa fikir panjang dia akan menyeretku kembali ke New York, tidak ada penolakan, keputusannya tidak akan berubah meskipun aku memberinya 1000 kebohongan lagi.

Sebelum dia pergi, dia melayangkan sumpah serapah tepat di wajahku, berkata bahwa aku wanita sialan yang tidak punya hati karena meremehkan penampilannya, aku baru sadar telah menjadi pusat perhatian, untuk itu aku bergegas pergi ke toilet untuk menenangkan diri. Jam tanganku menunjukan pukul 7 malam, satu jam lagi Evan akan datang. Tamat sudah semua keinginanku lepas dari Evan, apa aku katakan saja bahwa kekasih sialanku mati tertabrak mobil saat perjalanan menuju kemari? Tidak, sebagai orang yang menjungjung tinggi sopan santun Evan akan senang hati mengantarku pergi ke rumah duka, dengan sisa waktu yang hanya tinggal menghitung menit, aku tidak mungkin menyiapkan pemakaman palsu hanya untuk membuat Evan percaya.

"arhgt" teriakku frustasi di depan kaca toilet, mengusak rambutku tak beraturan, aku hampir gila. Apa aku harus jujur saja? Mungkin ini saatnya aku menyerah pada nasib, kembali ke New York menyiapkan diri diperlakukan rendah oleh keluarga Evan, lagi. Aku merapikan dress yang ku kenakan sambil berjalan keluar mengutuk higheels sialan yang membuatku kakiku pegal, tidak ada hubungannya bukan? Tapi di saat seperti ini, aku perlu menyalahkan sesuatu dan melampiaskan kepadanya. Ayolah, aku bahkan hampir menyalahkan hidupku setiap waktu.

Saat itulah di lorong menuju aula Hotel, pandanganku tertuju pada seorang pria yang sedang sibuk menatap ponselnya dengan serius, ia bersandar pada dinding dan menyilangkan kakinya, memakai tuxedo, Ekspresinya benar-benar serius seolah menahan emosi pada layar ponsel, aku bertaruh dia sedang mengetik kata-kata makian untuk dikirimkan pada seseorang di sebrang sana, bahkan dia tidak menyadari aku yang sekarang berdiri disampingnya, kesempatan itu ku gunakan untuk melirik layar ponsel pria itu.

Dan tau apa yang ku temukan?

Dia

Sedang

Kill You | [J-Hope]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang