DUA

71 4 0
                                    

FOUND A FRIEND

"Jae In-ssi, kau ingin keluar makan siang?" tanya seorang lelaki berkacamata tebal yang hendak membuka pintu ruangan.

"Oh.. Aku hampir lupa, bukankah kau selalu mendapat dosirak (bekal makanan) dari mahasiswamu?! Jadi kau tak perlu repot keluar makan siang. Aku pergi dulu." Kata lelaki berkacamata tebal itu lagi dengan nada meledek kemudian berlalu meninggalkan ruangan.

Lelaki yang disapa Jae In itu tidak menjawab. Ia hanya tersenyum sekilas menimpali perkataan rekan kerjanya. Ia menatap dengan malas sebuah lunch-box yang ada di hadapannya. Sedari tadi kotak itu berada diatas mejanya, belum sama sekali ia sentuh. Ia meraih selembar sticky note dari lunch box itu dan membacanya.

Selamat makan siang, Gyosu-nim (sebutan untuk professor/dosen). Aku membuatnya dengan sepenuh hati. Semoga anda menikmatinya. –Baek Yoo Ra (Jurusan Sastra Korea)

Ia tersenyum sinis membacanya. Suasana hatinya sedang buruk hari itu, ia masih memikirkan percakapan dengan ayahnya tadi malam yang berujung pertengkaran.

***

"Kau pikir kau bisa berkata sesukamu? Kau lupa, kau menjadi seperti ini karena kau punya ayah yang hebat. Kau tidak berhak mengkritik ayah." Kata ayahnya dengan penuh amarah.

"Aku hanya ingin ayah menemui ibu, ini sudah hampir 10 tahun, ayah bahkan tak pernah mengunjunginya selama itu." Katanya dengan nada kesal.

"Aku tidak punya urusan lagi dengan wanita itu." Kata ayahnya cuek.

"Wanita itu? Ayah tidak berhak memanggil ibu dengan sebutan seperti itu. Bagaimana pun ayah pernah mencintainya." Katanya dengan nada marah.

"Kalau kau hanya ingin membicarakan hal tidak penting, silahkan keluar dari rumah ayah." Kata ayahnya sambil menunjuk pintu keluar.

Ia masih ingin menimpali perkataan ayahnya namun di urungkannya karena seorang wanita tiba-tiba muncul.

"Yeobo (sayang), jangan terlalu kasar padanya." Kata seorang wanita separuh baya itu yang tiba-tiba muncul entah dari mana.

Lee Jae In menatap sekilas kearah ibu tirinya sebelum akhirnya ia berjalan menuju pintu.

"Setidaknya makan malam lah dulu bersama kami." Teriak ibu tirinya.

Lee Jae In tidak menanggapi ajakan ibu tirinya dan terus berjalan keluar melewati pintu rumah. Ia sudah cukup kesal dengan ayahnya, ia tidak ingin menambahnya lagi dengan melihat perilaku ibu tirinya yang selalu berpura-pura menunjukkan sikap manis padanya.

***

"Merepotkan." Katanya sembari menggenggam selembar sticky note itu dengan keras dan melemparkannya ke dalam tempat sampah.

Ia kemudian meraih jaket dan tasnya meninggalkan sekotak lunch-box yang masih tersimpan rapi di atas mejanya.

***

Musim semi..

Seminggu telah berlalu. Musim semi telah tiba dan semester pertama pun dimulai, suhu di kota Seoul pun mulai naik akan tetapi masih terbilang dingin bagi Rania, namun tidak sedingin minggu lalu sejak kali pertama ia datang ke Seoul. Musim semi di Seoul sangat indah, bunga-bunga bermekaran di sepanjang jalan. Sesekali ia bahkan singgah di pinggir jalan hanya untuk sekadar memperhatikan bunga-bunga yang bermekaran indah hampir disepanjang jalan yang ia lewati. Sungguh panorama yang sangat memukau.

Ia berjalan menuju Departemen Bahasa Asing dan memasuki kelas. Ia mendapatkan tatapan sinis dan heran di hampir setiap orang yang ia lalui. Rania bisa menebak dibalik tatapan sinis dan heran itu yah karena penampilannya yang sangat berbeda dengan penampilan kebanyakan mereka.

Senja di Windy HillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang