FIRST IMPRESSION
Rania melangkah masuk ke apartemen mewah itu dengan sedikit linglung. Hari itu, jadwal kuliahnya padat sementara ia juga memiliki jadwal untuk mengajar private Bahasa Indonesia. Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, Rania bahkan melewatkan makan siang tadi dan kini ia pun juga harus melewatkan makan malamnya. Ia menuju sebuah lift sembari terus meraba perutnya yang mulai terasa sangat lapar, ia sempat berpikir untuk membeli makanan ringan di mini market yang berada di dalam gedung apartemen itu tapi diurungkannya ketika lift yang berada didepannya terbuka.
"Hanya 2 jam, kau pasti bisa menahannya." Kata Rania sembari berjalan memasuki lift menuju lantai 8 tempat seorang murid yang dibimbingnya tinggal.
"Eomma (ibu), Noona (panggilan lelaki kepada perempuan yang lebih tua) sudah datang." Teriak Yoo Chul, anak lelaki berusia 12 tahun itu kepada ibunya.
"Rania-ssi, silahkan masuk." Kata wanita bermata bulat itu menghampiri Rania dan anak lelakinya.
"Ne, Kamsa hamnnida (Ya, terima kasih)." Kata Rania melangkah masuk di apartemen mewah itu.
Wanita yang berusia pertengahan 30-an itu bernama Yuni atau ia biasa di sapa Kim Yuni. Ia keturunan Indonesia namun sudah lama menetap di Korea sejak ia menikah dengan suaminya yang merupakan warga Negara Korea Selatan. Dari penuturannya, ia kini kurang lancar berbahasa Indonesia karena sejak menikah ia belum pernah sekalipun kembali kenegara asalnya. Itu lah mengapa ia ingin mencarikan anaknya guru les bahasa Indonesia karena ia ingin anaknya juga bisa menguasai bahasa Negara asal ibunya sekalian ia juga bisa kembali belajar untuk megingat bahasa asal negaranya. Ia meminta seseorang mengajar anaknya melalui pamphlet yang di sebarnya 5 bulan lalu. Dan saat itu Rania kebetulan sedang mencari pekerjaan. Selain berasal dari Negara yang sama, sosok Kim Yuni juga sangat ramah dan humoris sehingga Rania merasa nyaman berinteraksi dengan ibu satu anak tersebut.
Dua jam telah berlalu, Rania dan anak lelaki bernama Yoo Chul itu mengakhiri pertemuan mereka. Sebelum pergi Rania sempat berpesan kepada Yoo Chul agar tidak lupa mengerjakan tugas yang Rania berikan.
"Saya permisi dulu, eomeoni (panggilan formal kepada seorang ibu)." Kata Rania.
"Hati-hati di jalan Rania-ssi. Kau terlihat pucat." Kata ibu Yoo Chul khawatir kemudian menutup pintu setelah Rania melangkah menjauh dari apartemennya.
***
Malam itu Jae In baru saja pulang mengunjungi ibunya di Pulau Goeje. Ibunya menitipkan berbagai banchan (lauk-pauk pendamping makanan) kepadanya sehingga kedua tangannya kini dipenuhi dengan kotak-kotak yang dibungkus kain dan diikat.
"Oh, Min Ha-ya (akhiran -ya digunakan untuk memanggil seseorang yang sebaya dengan kita/sapaan akrab, dan juga untuk nama yang berkahiran huruf vokal. Kalau nama yang berakhiran huruf konsonan maka yang digunakan adalah '-ah' seperti Woo Jin -ah), kau di flatku?" Lee Jae In menatap wanita yang berbicara ditelepon itu ketika pintu lift terbuka.
Gadis itu terlihat bukan keturunan Korea tapi ternyata ia lancar berbahasa Korea, mungkin pendatang, pikir Jae In. Penampakan gadis itu sedikit aneh, kepalanya tertutup dengan kain menyisahkan wajahnya yang terlihat asing dan sedikit pucat. Sekilas penampilannya mirip biarawati di gereja, pikirnya, hanya saja pakaian gadis itu terlihat lebih tertutup. Meskipun ia golongan orang yang tidak percaya agama dan Tuhan, ia pernah sekali berkunjung ke sebuah Gereja bersama teman club fotografinya ketika ia masih duduk di sekolah tinggi menengah, disana ia melihat beberapa wanita berpakaian seragam aneh, salah satu temannya penganut Kristiani mengatakan bahwa wanita-wanita itu adalah biarawati atau seorang wanita yang memfokuskan hidupnya untuk agama di sebuah gereja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja di Windy Hill
SpiritualRania-sshi, will you marry me? -Lee Jae In Ada perasaan sesak yang tiba-tiba membanjiri hatinya melihat isi gulungan yang diterbangkan kedua lampion itu. Sesak sekaligus terharu hingga membuat matanya berkaca-kaca. "Tidak mungkin." Kedua tan...