Ayo Membuat Puding

81 42 7
                                    

Ai mengendap-endap dipinggir pagar pembatas sekolah, mengikuti Amir yang pergi membuang sampah. "Amir saat membuang sampah sangat keren!" Katanya pada diri sendiri.

"Ai, apa yang sedang kau lakukukan?"

"UWWAH." Ai terkejut, tiba-tiba saja Unu berada dibelakangnya dan ikut mengendap-endap. Unu adalah teman sekelas Ai saat dikelas 1, tapi sekarang mereka berpisah karena Unu berada di kelas 2-C.

"A-apa yang kau lakukan?" Tanya Ai sembari memicingkan mata.

"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu."

"Tapi kau sedang mengintip rok-ku sekarang."

Unu tersadar dan menatap bokong Ai didepannya, seluruh wajahnya memerah karena malu. Dia tertawa canggung dan menggaruk-garuk kepalanya. "Hahaha. Aku harus membuang sampah, aku piket hari ini." Unu berlari mendekati tong sampah lalu membuangnya, dia menepuk pundak Amir yang masih berdiri disana dan tersenyum pada anak itu. Ai memperhatikan tanpa ekspresi, pikirannya mengarah pada satu hal tentang Unu, mesum. Dia memeriksa hand phone nya yang berbunyi, lalu ketika dia kembali fokus untuk mengintip, Amir sudah tidak ada ditempatnya. Ai mendesah kesal pada Saphira yang baru saja meneleponnya, dia mengangkat tidak bergairah. "Apa?"

"Cepat kembali, sudah masuk. Kepala sekolah ada disini." Saphira menutup teleponnya begitu saja, Ai menatap kesal pada hand phonenya dan kembali ke kelas.

"Selamat pagi, guru." Ai menyapa kepala sekolah yang berdiri didekat pintu masuk, sambil berjalan riang menuju tempat duduknya dan ingin segera berada didekat Amir. Tapi, tempat duduknya terisi, seseorang sedang duduk dibelakang Amir sekarang. Ai melangkah cepat dan melototi seorang murid yang tidak pernah dia lihat sebelumnya. Murid laki-laki itu tersenyum manis menyapanya.

"Halo, perkenalkan aku E─"

"Guru! Ada hantu yang duduk ditempat dudukku."

"Memangnya aku ini transparan?"

"Guru! Aku mendengar bisikan gaib."

"Aku nyata!"

"Guru─"

"Ai Eustacia." Panggil kepala sekolah segera, "Dia keponakanku. Namanya Eza, dia baru pindah hari ini. Bertemanlah dengan baik." Kepala sekolah meninggalkan ruang kelas begitu saja, Ai kembali melototi Eza.

"A-Apa?" Tanya Eza ragu.

"Kau ..."

"Ya?"

"Itu tempat dudukku, lho!"

"Me-Memangnya kenapa? Kau bisa duduk ditempat lain, kan? Lihat, masih banyak tempat yang kosong." Eza menunjuk beberapa kursi kosong.

"TIDAK BISA!" Bentak Ai membanting tasnya diatas meja. "Soalnya, aku tidak bisa bernafas jika tidak duduk disini." Dia mengucapkannya sambil tersipu, sekilas dia melirik Amir didepannya, dalam bayangan Ai, Amir menatapnya dan tatapan mereka bertemu. (Ini hanya terjadi dalam bayangan), sebenarnya Amir sedang tidur, dan kali ini tidur sungguhan. "Pokoknya─"

"Tidak mau. Alasanmu tidak masuk akal. Aku suka disini, lupakan saja."

"Ela!"

"Eza."

"Pokoknya Heza─"

"Eza."

"Pindahlah!"

"Keras kepala."

"Kau itu yang keras kepala, dasar Lena bodoh!"

Itu benar-benar sudah tidak mirip namaku lagi. Pikir Eza, dia tidak menanggapi Ai lagi. Meskipun gadis itu terus menggerutu disampingnya. Hari pertama dia di sekolah, sudah berhadapan dengan singa betina yang lemot. Padahal, saat mereka pindah kesini Eza berpikir akan memulai hidup baru yang tenang dan nyaman. Tapi, dimanapun dia pergi, yang namanya 'perempuan' itu selalu saja berisik. Sepertinya dia juga tidak akan mengalami kehidupan yang tidak biasa disini. Guru bahasa Inggris hadir dalam menit berikutnya membuat Ai terpaksa menyingkir dan mengalah, untuk sementara.

Ai mengeluarkan buku dari dalam tasnya dengan mata melotot, hampir keluar tapi tidak benar-benar keluar. Urat matanya kelihatan merah menyala, seandainya tidak ada seorangpun yang mengenal Ai didalam kelas itu, mereka semua pasti berpikir bahwa Ai adalah seorang peminum kelas berat. Tapi, setelah dua minggu berjalan disemester pertama kelas 2, mereka semua sudah membiasakan diri dengan tingkah laku si psikopat itu. "Hah." Ai mendesah lagi, dia kesulitan melihat Amir ditempat duduknya yang sekarang. Saphira sesekali meliriknya dan tertawa sendiri.

Dilain sisi, Eza merasa diawasi oleh seorang bermata ganas. Igo. Setiap kali dia melirik Igo disampingnya, anak itu selalu bertingkah aneh dan memalingkan mukanya keluar jendala, mencurigakan. Dia tidak tahu kenapa, tapi Igo benar-benar memperhatikannya sejak tadi, dengan ekspresi marah dan kesal, dia bisa melihat bayangannya di kaca jendela disampingnya. Tapi untungnya kelas berakhir dengan cepat, tidak terasa lama karena cara mengajar guru bahasa Inggris itu cukup menarik. Hanya saja, sejak awal masuk di kelas ini Eza bisa merasakan atmosfir yang aneh, sulit dijelaskan tapi kelas ini seperti dihuni oleh puluhan Alien yang datang dari berbagai planet.

Ketika kelas berakhir Eza segera keluar dan mengikuti Rama yang telah terpilih menjadi ketua kelas dua minggu yang lalu. Rama memiliki wajah yang manis dan dia disukai oleh banyak perempuan, karena kelas 2-A adalah kelas yang kaum hawanya lebih dominan dari kaum Adam, dengan sendirinya Rama naik pangkat menjadi ketua kelas. Satu hal yang tidak disukai oleh Eza pada diri Rama sejak mengikuti anak itu kemana-mana untuk mengenalkan seluruh area sekolah padanya, bahwa dia terlalu manis. Hampir lebih manis dari anak perempuan. Terlebih lagi ketika dia tersenyum, jantung Eza terkadang berdebar, anehnya dia merasa malu. Gawat. Pikirnya, dia tidak ingin menjadi tidak normal dihari pertamanya masuk sekolah. Tapi senyuman Rama susah dilenyapkan dari pikirannya.

"Yang terakhir adalah perpustakaan," jelas Rama sambil mereka berjalan mengarah kesana. "Meskipun terdapat banyak buku, tapi perpustakaan sangat jarang dikunjungi. Murid-murid disini tidak suka membaca." Kata Rama, mereka berhenti didepan perpustakaan, Eza mengintip dibalik pintu.

"Sangat luas, ya?"

"Hmm. Mau masuk?" Tawar Rama, dia sudah melangkah masuk sebelum Eza sempat mengiyakan, Eza mengikutinya. Didalam perpustakaan mereka melihat Amir yang sedang membaca buku. "Amir, sedang membaca buku apa?" Tanya Rama ramah, dia mendekati Amir yang tidak bereaksi berlebihan dengan kedatangan mereka berdua.

"Ini ..." Amir memperlihatkan sampul buku yang dia pegang.

"Aneka Resep Puding?" Ucap Eza dan Rama secara bersamaan, mereka berdua saling menatap kemudian beralih menatap Rama.

"HAH! JADI AMIR SUKA MAKAN PUDING!" Teriak Ai yang sejak tadi bersembunyi dibalik rak buku. Eza, Amir dan Rama menatap rak buku dimana sumber suara itu berasal. Sadar diri telah berteriak, Ai melompat keluar jendela yang terbuka didekatnya dan berlalu pergi.

"Rasanya aku pernah mendengar suara itu sebelumnya, entah dimana!" Kata Eza berusaha mengingat. Rama tersenyum geli. Itu pasti Ai, dia pantang menyerah.

"Stalker!" Ucap Amir pelan, tanpa ekspresi. Detik berikutnya mereka melupakan kejadian barusan dan beralih menatap Amir. "Apa?" Tanya Amir.

"Kau sangat suka puding?" Tanya Rama penuh selidik.

"Tidak, tapi hanya kebetulan saja ini satu-satunya buku dengan banyak gambar makanan didalamnya." Kata Amir. Eza menatapnya bingung.

"Kenapa kau mencari buku yang bergambar makanan?"

"Karena aku lapar."

"Bukankah kalau kau lapar kau seharusnya pergi kekantin dan makan disana?" Kata Rama lagi.

"Aku tidak punya uang."

"Kasihannya ..." Ucap Eza dan Rama bersamaan. Mereka menggeleng-gelengkan kepala dan berlalu pergi. Amir melongo menatap pintu yang masih bergerak, tidak ada yang tahu apa yang dia pikirkan saat itu, bahkan penulispun tidak tahu. Tatapan matanya selalu sama, sayu dan tidak bergairah. 

Yang Penting Kamu! (Bahasa Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang