Dua

7 1 0
                                    

Janice tertawa melihat gadis tersebut.
   "Apa yang kau lakukan disini ha? Kau akan bernasib sama dengan kakakku yang bodoh ini, dasar bodoh!"

   Gadis itu tak bergeming, wajahnya terlihat tak menampakkan ekspresi apapun.
    "Mau melanjutkannya atau menyudahinya?" pertanyaan itu membuat janice berhenti tertawa dan menatap nya bengis.

   "Well, dia sudah sekarat, untuk apa menyudahinya? Toh ini menyenangkan bagiku" janice terkekeh.

   "Aku tak peduli" gadis itu mendekati janice perlahan, sontak janice kaget dan mengarahkan belatinya.
   "Bodoh, tuli, buta, binatang, iblis" ucap gadis itu, langkah nya kini semakin dekat pada janice.

   "Cukup! Berhenti disitu, jalang!" bentak janice.

   "Siapa yang kau sebut jalang? Kau atau aku? Melihat dirimu yang sudah tidak perawan karena berkencan dengan seorang pria penipu, bahkan menggugurkan kandungan untuk menutupinya" ia menatap janice sinis. Jessie yang mendengar hal itu menyeret tubuhnya mundur.

   "SIALAN! BERANINYA KAU!!! " janice berteriak penuh amarah. Namun ia tak berani melangkah maju.
 
   TAP.

Janice dan gadis itu kini hanya berjarak satu lengan, belati yang janice arahkan tepat di tengah dahi gadis tersebut.

   "Kenapa? Takut?"

   "Mati, kau lebih dulu mati. Lalu kakakku" tangan janice bergetar hebat. Ia seperti ketakutan pada wanita yang ada di hadapan nya.

   "Yang selamat hanya 2 orang disini nantinya" gadis itu terkekeh.
   "Aku yang akan selamat!! Hanya aku!!" janice membentak ketakutan.

   "Sudah lah janice, ini tak ada guna nya bagi mu" ucapnya.

   "Apa peduli ku? Ia yang membuat hidup ku terhina! Aku berhak menghakiminya" tegas janice.

   "Jadi?" gadis itu menaikan alis nya.

   "Apa maksudmu?" terlihat ekspresi janice yang ketakutan. Aura dingin menyelimuti ruangan itu. Janice melihat sekeliling nya.
   "Siapa kau? Apa yang kau mau?" bentak janice.

   Ruangan itu kian redup, jessie yang sedari tadi mendengar mereka berbicara mulai ketakutan dengan suasana sekarang. Ia merasa gadis itu membawa aura yang saat ini ia rasakan. Dengan sedikit menyeret tubuh nya lebih dekat ke dinding untuk bersandar, ia mampu sedikit bernapas.

   DUG.

Belati yang di pegang janice melayang dan menancap ke dinding kayu di sebelahnya. Sontak janice kaget dan mendorong tubuh gadis itu.

   "Apa ini tipuan mu jessie? Ha? Bodoh! Tak ada guna nya kau menakuti ku! Hahahaha" percayalah, kondisi janice lebih mengenaskan di banding jessie yang disiksa. Jiwanya di pengaruhi hawa nafsu dan emosi. Ini di bawah kendali janice, seseorang menyingkirkan hati nurani janice dan memanfaatkan situasi yang di alaminya selama ini.

   "Bukan dia" ucap gadis itu dengan santai mengelus bajunya.
   "Ini untuk terakhir kalinya, melanjutkannya atau menyudahi nya?"

  Janice berteriak, suaranya memekikan telinga.

   "Aku sudah membunuh ayahku, meracuni ibu ku dan sekarang aku ingin dia mati! Ini sudah... " ucapan nya terpotong saat janice sulit bernafas, ia tersungkur kebawah. Kepulaan asap hitam pekat muncul dari sela sela lantai kayu.

   Janice terkejut dan merangkak mundur. Kepulan asap itu makin besar membentuk seorang pria yang berbadan besar menggunakan jubah hitam sampai menutup bagian kepalanya.
   Tak ada wajah, datar. Aura hitamnya sangat jelas di mata janice.

   "A.. Apa ini?" janice terbelalak.

   "Well, kalau kau ikut seri harry potter, kau akan tau makhluk apa ini. Kolektor.. Memento.. Ah! Dementor! Aku menamainya itu" ucap gadis itu.
   Gadis itu menoleh pada jessie dan menyuruhnya untuk mundur menjauhi keberadaan janice. Jessie mengangguk pelan, ia mulai menyeret lagi tubuh nya menuju sudut ruangan.

   "Pegang lilin ini, ini akan menjaga mu darinya" ucap pelan gadis itu. Ia dan jessie menyaksikan betapa mengerikannya saat makhluk itu menghisap sisa hidup janice. Janice meronta, tubuh nya mulai pucat dan bola matanya memutih

Judy Winchester Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang