12-Eras Adyasta

14.2K 1K 6
                                    

Eras meraba permukaan tempat tidur di sampingnya yang terasa dingin lalu ia menghela nafasnya memikirkan Arna yang lagi-lagi tidur di ruang tengah. Eras tahu bagaimana tidak nyamannya tidur di sofa yang panjangnya tidak melebihi panjang tubuh Arna dan tidak lebar walaupun sofa itu terasa empuk di tubuh. Membayangkan Arna meringkuk di balik selimut diatas sofa itu membuat Eras tidak enak hati.

Dengan cepat Eras bangkit dari tempat tidur lalu berjalan keluar kamar milik Arna. Sesaat setelah dibuka, Arna, Adra, dan Tari yang sedang duduk di meja makan. Mereka lalu melihat kearah Eras dan memberikan tatapan aneh yang belum pernah ia dapatkan. Ia memilih untuk tidak menghiraukan ketiganya dan langsung berjalan menuju kamar tidurnya dan membersihkan tubuhnya. Sesaat setelah Eras berjalan di walk in closet miliknya, Ia tiba-tiba teringat apa yang terjadi semalam saat ia membuka sedikit matanya dan melihat Arna berjalan keluar dari kamar tidurnya meninggalkan Eras sendiri. Saat itulah Eras merasa seluruh tubuhnya mengigil kedinginan sampai suara giginya terdengar bergemeretak. Eras ingin sekali memanggil siapa saja untuk menghentikan demamnya, namun ia tidak sanggup untuk membuka mulut dan mengeluarkan kata-kata. Sampai perlahan Eras terlelap dalam tidurnya.

Setelah mengambil jas hitam dari dalam closetnya, Eras berjalan keluar dari kamar tidurnya. Lagi-lagi ketiga pasang mata tersebut langsung menolehkan kepala mereka menghadap Eras. Lalu laki-laki itu berdecak dan kembali melangkah menuju meja makan. Tidak ada yang mengatakan satu patah kata pun saat Eras menarik kursi dan duduk di samping Arna. Saat Eras menyeruput susu putih yang baru saja diberikan oleh Tari, Ia mendengar suara Arna yang sedang menelan ludah.

"Lo nggak papa, Ras?" Tanya Adra membuka suara.

Dari ekor mata Eras, Ia bisa melihat Arna yang juga menatap dirinya seolah sedang menunggu jawaban.

Eras mengangguk lalu mengambil sepotong roti tawar yang kali ini diberi potongan daging dan selada didalamnya.

"Mas Eras makan bubur saja!" Ucap Tari lalu memberikan sebuah mangkuk berisi bubur lengkap dengan segala macam ayuran dan daging.

"Tidak usah." Jawab Eras dingin. Tidak lama kemudian, Arna mengambil roti daging milik Eras lalu mendekatkan mangkuk bubur tepat dihadapan Eras.

Eras tidak menjawab. Laki laki itu hanya menatap Arna lalu sedetik kemudian Eras menyendokkan bubur kedalam mulutnya.

"Sudah baikan." Tanya Adra.

Eras mengangguk.

"Langsung kerja? Kenapa nggak istirahat dirumah aja?" Arna juga membuka suara.

"Saya banyak kerjaan." Jawab Eras setelah menelan buburnya.

"Ke luar negeri lagi?" Adra kini meletakkan ponselnya lalu fokus menatap Eras yang tidak memalingkan pandangannya dari mangkuk bubur.

Eras mengangguk.

"Kemana?" Tanya Adra.

"Jepang."

"Gue pulang ke rumah Papa hari ini."

"Bagus deh."

***

Hari ini adalah hari terakhir Eras mengadakan kunjungan ke perusahaan animasi di Jepang bernama Er-World. Sudah beberapa bulan terakhir ini, Eras memfokuskan seluruh tenaganya dalam rencana kerjasama Arira Group dan Er-World. Maka dari itu, Kerjasama ini harus berjalan dengan baik. Siang tadi, Eras sudah mendarat di Jepang bersama lima staff Arira yang memang bertanggungjawab pada kerjasama ini.

Saat ini mereka sedang melakukan kunjungan pada ruangan produksi animasi milik Er-Wolrd yang ternyata sangat luas dan dipenuhi komputer yang sedang dioperasikan oleh para animator. Animasi yang sedang para animator itu kerjakan adalah animasi yang nantinya akan di tayangkan di salah satu acara televisi di Arira. Maka dari itu, Eras beserta tim dari Arira dan beberapa orang dari Er-World kini melihat-lihat proses produksi itu. Ruangan itu sangat tenang walaupun banyak orang yang berada didalamnya dan tidak sedikit orang yang berlalu lalang dari tempat duduknya ke tempat duduk milik rekannya. Dan ada beberapa juga yang berjalan menuju sebuah mesin scan yang terletak di setiap sudut ruangan itu sembari membawa beberapa kertas di genggamannya.

"Oke kan pak?" Tanya salah satu staff Arira yang berjalan di sampingnya.

"Oke. Kapan tanda tangan kontraknya?" balas Eras.

"Besok lusa. Dokumen kita sudah siap, tapi ada sedikit kendala di dokumen milik Er-World. Jadi baru besok lusa kita bisa tanda tangan kontrak." Ucap staff itu lagi. "Jadi bapak kamu pulang ke Indo atau stay disini saja?" Lanjutnya sembari membuka tablet yang sedang digenggamnya.

"Saya stay disini saja." Jawab Eras. "Nanti pekerjaan kantor dan meeting biar di tunda atau di jalankan tanpa saya." Lanjut Eras.

Setelah menyelesaikan kunjungan itu, Eras beserta staff staff Arira kembali ke hotel yang letaknya tidak jauh dari perusahaan Er-World tersebut. Pihak Eras memang sengaja memilih hotel bintang 5 bernama Imperial Hotel Tokyo karena dari hotel tersebut, para pengunjung akan disuguhi pemandangan kota Tokyo yang sangat indah.

Eras menghela nafasnya sesaat setelah ia menghempaskan tubuhnya diatas tempat tidur yang berukuran king size bed dengan beberapa bantal dan guling yang disusun rapih. Mata Eras terpejam namun tangannya melepaskan kancing jas dan kemejanya hingga kini seluruh kancing kemejanya terbuka namun belum lepas dari tubuhnya.

Lalu ia teringat sebuah pesan singkat yang masuk ke dalam ponselnya saat ia melakukan kunjungan tadi. Perlahan tangan Eras menggapai ponsel yang diletakkan di meja disamping tempat tidur. matanya menyipit setelah membuka kunci pada ponselnya, karena nama Arna yang pertama kali muncul.

Jangan sampai capek. Kamu belum benar-benar sembuh.

Eras berdecak lalu membalas pesan itu dengan sebuah Emot Icon tersenyum. Lalu ia mematikan Ponselnya sebelum ia membersihkan diri.

***

DRAFT 1 - An Unwanted ( ✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang