Kampus Indragiri selalu ramai walau di malam hari. Notabene kampus yang diperuntukan bagi pekerja, membuat kampus ini memiliki variasi warga selain yang masih fresh graduate juga warga yang sudah berumur dan pekerja. Ada program regular juga yang bertengger di sini.
Program reguler diperuntukan bagi mahasiswa/mahasiswi yang belum bekerja. Jam kuliahnya berbeda jauh dengan jam kuliah mahasiswa pekerja. Penghuni program reguler ini pun lebih fresh graduate. Mulai dari wajah yang fresh hingga otak yang fresh, yang membuat mereka masih bisa berprestasi.
Berbanding terbalik dengan kuliah para mahasiswa pekerja, mereka cenderung memiliki wajah sisa dan tenaga sisa. Tak lain dan tak bukan dikarenakan mereka sudah lelah bekerja.
Kantin Kampus Indragiri malam itu seperti biasa penuh dengan berbagai hidangan yang menggugah selera. Harga yang ditawarkan cukup bersahabat dengan kantong mahasiswanya. Suasana kantin jarang sepi. Hilir mudik mahasiswa dari yang muda hingga yang paruh baya, bersatu tanpa ada rasa jengah. Kantin ini merupakan salah satu tempat favorit untuk Gibran dan teman-temannya hang out. Selain karena makanannya yang murah dan enak ada juga pemandangan indah mahasiswi reguler.
Dibagian pojok kantin, tempat soto ayam cak Ahong, tiga sahabat senasib terlihat asyik berbicara. Kenapa senasib? karena mereka sama-sama mahasiswa pekerja. Mereka bertiga terkadang makan di kantin karena tidak ada waktu untuk makan di rumah. Meja kantin kampus merupakan meja makan ke dua mereka setelah meja di rumah.
*****
"Tongki, lo kalo makan bagi-bagi apa?"
"Kaya abis nguli aj lo makan sendirian udah abis dua mangkok juga!" Teriak Jana tanpa memperdulikan beberapa mata yang memandang mereka dengan tatapan aneh.
"hmmmh, Lo ya Jan, hobi lo tuh ya, kalo gak godain akhwat, godain gue makan!"
"Emang gue cowo apaan coba, gue, masih normal Surjana, anak emak Markonah ama Babeh Marzuki." Maki tongky, sambil melanjutkan menyeruput kuah soto di mangkok ke duanya.
" Ya Allooh, Sabudin Tongki, anaknya Uda Paisal Chaniago ama Uni Maya yang kalo bikin rendang, bikin nambah." Timpal Jana tak mau kalah.
"Ed dah, dikata emak gua kaka lo, manggil-manggil Uni."
"Ga apa dah, Tongki, emang emak lo masi kategori Mahmud."
"Eh cukup ya Jandul, lo cukup godain jande aje ama akhwat kaga usah emak gua dibawa-bawa."
"Pssssttt, berisik lo pada tuh pada ngeliatin seantero kantin kampus, malu gua bertemen sama lo pada." Sahut Gibran berusaha menghentikan tingkah konyol dua sahabat kentalnya, sambil menepuk jidatnya.
"Lah lo jangan gitu apa Bran, kalo ga da gua, lo udah gelagepan ngadepin Vina mahasiswa sastra penggemar rahasia lo yang udah jadi rahasia umum." Sahut Jana sekenanya.
"Ya elah Jan, segala bawa-bawa Dek Vina, itu jatah aa Tongky." Timpal Tongky, sambil menaik turunkan alisnya.
"Mana mau dede Vina yang keceh bin bahenol itu sama Sabudin Tongky, kuliah aja sambil kerja, duit dari mane mau traktir dede Vina yang tongkrongannya Pajero Sport!"
"Lah kok dia ampe ngejar-ngejar Gibran, coba kurang apa gua, Gibran juga sama kuliah sambil kerja sama kaya gua, Jan, coba apa beda gua sama Gibran Jan."
"Ealah dalaah, lo gak nyadar ya Tongky, lo cuma kurang tinggi ama kurang ganteng, masa lo samain Gibran ama lo, hadeuh."
Gibran yang berada di antara mereka hanya tersenyum geleng-geleng kepala, melihat tingkah laku sahabat seperjuangannya.
****
Dikantin kampus Indra Giri perdebatan dan pembicaraan mereka sudah menjadi hal yang biasa. Hanya teman-teman yang mendengar belum terbiasa walau sudah dua tahun lebih mendengar mereka ngobrol, tak berarah.
YOU ARE READING
Jofisa I'm Coming
Ficção AdolescenteGibran Ananto, Mahasiswa tingkat akhir sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta, belakangan ini banyak hal yang mengganggu pikirannya. Selain skripsi di depan mata yang menanti untuk segera diselesaikan, sang Bunda tercintapun menuntutnya untuk seg...