"Baru balik lo? masih inget rumah? gue kira lo udah mati di jalan tadi." itu adalah suara Raka, kakak laki-laki Arkan.
Arkan baru pulang jam 00.00 malam. Selepas pulang dari studio, ia dan teman-temannya mampir dulu ke babeh untuk nongkrong, tetapi Arkan malah keasyikkan mengobrol hingga lupa waktu.
Raka Bramantyo nama panjangnya, ia memiliki tubuh yang ideal, dan wajah tampan, mirip dengan Arkan. Tetapi sayangnya mereka memiliki sifat yang sangat berbeda.
"Bukan urusan lo." Arkan tidak menghiraukan keberadaan Raka yang sudah berdiri di depan teras rumah.
Saat Arkan masuk ke dalam, ia mendengar ada suara tangisan wanita dari lantai dua. Lelaki berkacamata itu langsung berlari menaiki tangga, tangisannya ternyata berasal dari kamar ibunya.
Saat Arkan masuk ke dalam kamar tersebut, ia melihat ibunya sedang menangis di lantai dengan keadaan jari kelingking berdarah. Arkan yang melihat itu langsung berlari mengangkat Sang Ibu ke atas Kasur.
"Ibu kenapa? kaki Ibu kenapa?"
"Ibu kejepit lemari Ar, nggak kenapa-kenapa." Arkan yang mendengar jawaban itu tidak percaya, mana mungkin hanya kejepit lemari sampai menangis seperti ini, tidak. Ibunya bukan perempuan yang sangat lemah seperti itu.
"Ibu..., Arkan sudah besar, Arkan tau kalau Ibu sekarang lagi bohong sama Arkan, sekali lagi Arkan tanya siapa yang buat jari ibu berdarah?"
"Ibu nggak bohong Ar."
Arkan yang sadar hanya ada kakaknya seorang diri di rumah ini langsung menghampiri Raka dengan perasaan yang penuh amarah, dan tangan yang di kepal keras di samping badannya.
"ARKANNN! IBU GAPAPA ARKAN." Ibu Arkan berteriak sangat kencang memanggil Anak laki-lakinya itu, namun Arkan tidak menghiraukannya ia terus berjalan menuruni tangga menuju lantai satu.
"ANJING! LO APAIN IBU HAH?!" Arkan menonjok kakak laki-lakinya yang sedang bersantai menonton televisi.
"BANGSAT! LO JADI ADIK NGGAK ADA SOPAN SANTUNNYA SAMA GUE." Raka membalas pukulan tidak kalah keras hingga kacamata yang di pakai Arkan terjatuh ke lantai.
"LO SADAR GA RAKA! SURGA LO ADA DI TELAPAK KAKI IBU! DURHAKA LO ANJING." Arkan yang ingin membalas pukulan Raka kembali, keburu di tahan dengan Ibunya yang tiba-tiba datang memeluk Raka.
Raka segera melepas pelukannya dan berjalan keluar menuju garasi lalu menancap gas kencang menggunakan motornya.
"ARKAN! IBU KAN SUDAH BILANG IBU GAPAPA." Arkan yang malah mendapat teriakan tersebut menatap Ibunya heran. Bisa-bisanya ia masih membela kakaknya yang brengsek itu.
Arkan tidak mau berbuat dosa dengan melawan ibunya. Maka dari itu ia memutuskan untuk mengambil kacamata yang tadi jatuh lalu langsung masuk ke dalam kamarnya tanpa membalas bentakan dari Sang ibu.
📃📃📃
Arkan mengecek handphonenya tidak ada chat atau call dari Alkara, ia yang sudah berharap Alkara memberi kabar padanya itupun mendengus kesal, Arkan akhirnya memutuskan untuk menelfon Alkara terlebih dahulu.
Terdengar suara wanita mengangkat telfon Arkan di seberang sana.
"Halo Ar, kenapa?"
"Gue kira hp lo di ambil preman di jalan."
"Sembarangan kalo ngomong.""Lo udah di rumah?" tanya Arkan
"Udah dari tadi."
"Kok nggak ngabarin gue?"
"For what?"
"Kan gue bilang kabarin gue kalo sampe rumah, kalo gue khawatir sama lo emang lo mau tanggung jawab?"Hening
"Al lo masih di tempat kan?"
"Hm, lo call gue cuman mau nanya itu?""Nggak sih..., gue kangen aja sama lo, jalan-jalan yu? cari angin keliling bandung." Arkan mengajak Alkara untuk menaiki jok motor belakangnya yang belum pernah di duduki wanita, terkecuali Ibunya.
"Are you crazy? jam berapa ini Arkan, nggak, nggak. bisa-bisa di jadiin bubur gue."
Arkan terkekeh mendengar jawaban dari Alkara.
"Oh iya gue kira masih jam tujuh taunya udah jam satu malem aja, nggak kerasa. Yah...gagal dong gue jalan-jalan malam bersama Alkara." Arkan mengatakannya dengan nada kecewa.
"Apaansi Ar, makanya jangan jadi anak malam lo."
"Apa? gue gaboleh pulang malem-malem? siap komandan!" Arkan sengaja menggoda Alkara, hobby baru yang sangat menyenangkan bagi Arkan. Alkara mampu membuat hari-hari Arkan membaik.
"Hahahahaha pede banget lo." Alkara tertawa karena omongan ngawur Lelaki yang sedang telfonan dengannya itu.
"Hahahahaha, kok nggak tidur Al?" Arkan ikut tertawa mendengar ketawa Alkara yang menurutnya lucu.
"Nggak bisa tidur euy."
"Tidur atuh, besok maneh sekolah"
"Emang lo nggak sekolah?"
"Sekolah dong, gue jemput lo ya besok?"
"Eh nggak, nggak usah gue naik motor sendiri kaya biasa.""Yah ditolak lagi gue." Arkan mengucapkannya dengan nada pelan, tetapi masih bisa terdengar dengan Alkara.
"Hah? Gimana Ar?"
"Hah? Nggak Al nggak gimana-gimana, yaudah gimana kalo besok pulang sekolah kita jalan?" Arkan masih belum menyerah untuk mengajak jalan Alkara.
Belum sempat Alkara menjawab ajakan dari Arkan tiba-tiba ada notif masuk dari Rama,
Alkara bingung, ajakan siapa yang harus ia terima, di satu sisi Alkara ingin menerima ajakan dari Arkan, tetapi di sisi lain Alkara tidak enak dengan sahabat kecilnya itu jika harus menolaknya, karena selama ini saat Alkara kesusahan Rama yang selalu menolong dirinya.
Setelah memikirkannya matang-matang Alkara memutuskan untuk menerima ajakan Rama dan menolak ajakan Arkan Lagi, biarlah biar Arkan lebih usaha lagi untuk mendapatkan hati Alkara Dara, ya walaupun sudah. Tetapi, Arkan belum bisa meruntuhkan gengsi yang sangat tinggi di dalam diri Alkara.
"Ar maaf banget..., besok gue udah ada janji sama Rama, jadi gue gabisa Ar."
"Oh gitu ya Al, yaudah gampang atuh bisa kapan-kapan, sok atuh sekarang maneh tidur udah malem ih, nggak baik cewe-cewe begadang."
"Iyaa, gue tidur duluan ya Ar, good night Arkan Gema."
"Good night calon pacar."
"Brisik lo." Alkara salah tingkah dan langsung mengakhiri panggilannya sepihak.Arkan tertawa kecil mendengar jawaban dari Alkara.
"Gemes," gumamnya saat Alkara mematikan panggilan sepihak.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENT
Teen FictionKisah pasangan yang akrab di panggil dengan nama Arkan dan Alkara, mereka memiliki suasana keluarga yang sangat berbeda tetapi mereka memiliki satu kesamaan, yaitu sama-sama mencintai musik. Pasangan itu selalu meluapkan perasaannya menggunakan musi...