Hai.
Biasa, typo adalah teman setia.
—Ur Future—
Bagi Naruto, mengetahui campur tangan seseorang yang masih belum dipastikan siapa adalah suatu dukungan atau dorong tersendiri. Beban yang selama ini memberatkan bahunya, seolah lebih ringan karena si pengirim surat bernama Hinata Hyuuga.
Begitu menyadari keadaan menjadi lebih baik, Naruto lebih berani kalaupun ada rintangan yang jauh berbahaya daripada sebelumnya. Dia pikir Hinata juga sudah tahu apa yang harus dilakukan.
"Dia ... mungkin akan menaruh kepercayaan padaku," gumam lelaki itu saat berbaring dan berbantalkan tangan kanannya.
Naruto merasa lega bukan main. Dia bisa tidur nyenyak malam ini dan kalau memungkinkan, dia ingin bermimpi indah alih-alih mendengar suara Hinata yang menyesal dan memohon agar diselamatkan seperti yang sudah-sudah. Akan tetapi, sebelum keinginannya tercapai, pintu dibuka secara kasar tanpa ada bunyi ketukan terlebih dulu.
Kushina masuk dan tampak begitu tergesa-gesa seraya merapikan tangan kemeja putih dengan renda di bagian kerahnya. "Naruto, Ibu dan Ayah harus segera pergi! Ada sesuatu yang terjadi dengan perusahaan. Gudang penyimpanan tiba-tiba terbakar," ungkapnya terdengar serius.
Naruto beranjak bangun dan melupakan harapannya. "Terbakar? Bagaimana mungkin?"
Ini adalah masalah serius karena hal itu akan memengaruhi seluruh bagian dalam perusahaan. Tanpa adanya barang di gudang, produksi akan berhenti dan mereka pasti mengalami kerugian besar.
"Polisi masih menyelidikinya, jadi Ibu belum tahu hasilnya bagaimana," jawab wanita itu diiringe helaan napas pendek. Dia menatap sang putra dengan penuh penyesalan. "Maafkan Ibu, Sayang."
Naruto mengangguk. Dia tidak akan mengomel kali ini karena masalah serius seperti itu memang harus dikendalikan secepat mungkin. Ayah dan ibunya adalah petinggi perusahaan, jadi wajar jika mereka menjadi orang paling pertama yang ingin mengatasi masalah tersebut. Lagi pula, ada hal baik pula yang Naruto terima hari ini.
"Pergilah, Bu. Itu masalah serius."
"Maafkan Ibu," ucap Kushina sekali lagi. Lalu setelah itu dia memberi kecupan singkat pada kening Naruto dan berlari kecil menyusul suaminya yang mungkin sudah siap dengan mobilnya untuk segera pergi ke gudang.
Begitu pintu tertutup, Naruto menghela napas panjang, berharap jika perusahan orang tuanya baik-baik saja meskipun mereka menghadapi kerugian. Karena bagaimanapun, dia tahu jika sang ayah pasti punya solusi untuk membalikkan keadaan.
Lantas lelaki berkulit tan tersebut mencoba kembali untuk tidur. Namun, lagi-lagi sesuatu mengganggunya dan kali ini suara dering ponsel menjadi penyebabnya. Naruto berdecak kesal. tetapi dia tetap meraih ponselnya untuk menerima panggilan.
"Akan kuberi pelajaran kalau anak ini cuma bicara omong kosong!" sungutnya kesal sebelum berbicara dengan Sasuke. "Ada apa?"
"Kau sudah tidur?" Sasuke bertanya di seberang sana tanpa tahu jika Naruto tampak muak mendengar basa-basinya. "Aku sedang tidak bisa tidur, jadi ...."
"Sialan." Naruto memutuskan sambungan tanpa pikir panjang, kemudian meletakkan ponselnya di atas meja dan kembali tidur. "Siapa bilang dia bisa menghubungiku semaunya sendiri?"
—ulala—
Pagi-pagi sekali Hinata sudah pergi dari rumahnya karena ada sedikit masalah dengan Shion malam tadi setelah Naruto pulang. Demi apa pun, gadis itu merasa tidak cocok dengan saudara kembarnya yang terlalu banyak menuntut dan ingin menang sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Future
FanfictionAda sebuah surat yang ditujukan kepada Hinata dari seseorang yang mengaku dirinya sepuluh tahun di masa depan. Namun, mustahil sekali. Hinata pikir itu orang iseng, atau kelakuan Uzumaki Naruto yang baru saja pindah sekolah karena lembaran pertama s...