Biasa, typo adalah teman setia.
—NaruHina—
Dulu, Hinata sama sekali tidak pernah tertarik dengan yang namanya hubungan asmara, apalagi menjalaninya. Terjun ke suatu hungan seperti itu hanya akan membuat hidupnya rumit, juga rasa sakit yang membuat kedua pihak menangis padahal mereka sendiri yang menciptakannya.
Bagi Hinata, cinta adalah sesuatu yang tidak jelas. Dia tidak benar-benar bisa dikatakan indah dan bahagia, tidak juga dikatakan menyedihkan dan menyengsarakan. Hanya saja, seperti itulah cinta di mata Hinata setelah melihat orang-orang di luar sana.
Salah satu yang menyolok mata adalah Shion. Gadis itu sampai merusak diri sendiri yang terlanjur jatuh pada permainan kotor yang diawali dengan cinta. Hinata tidak habis pikir pada kembarannya yang terlalu banyak membuat jengkel. Terlebih lagi ketika gadis itu bergantung pada obat-obatan dan mengecewakan sang ayah.
Walau sudah jelas bahayanya cinta, Hinata masih heran mengapa orang-orang selalu gampang menumbuhkan perasaan itu meski ujungnya selalu sama. Perpisahan dan kekecewaan, juga kebencian yang membekas dalam hati.
Persis seperti Sakura yang terus merengek satu bulan lalu menangisi hubungannya yang kandas. Seolah lupa dengan rasa sakit hatinya, gadis itu mulai mengejar Sasuke seperti seorang gadis yang mendapat hati baru.
Hinata merasa heran, apa yang membuat orang-orang merasa ketagihan dengan dengan rasa sakit itu.
Jika hal itu muncul karena ketertarikan fisik dan membuat dua orang terikat pada suatu hubungan, Hinata pikir itu tidak sebanding dengan apa yang mereka dapatkan begitu ketertarikan itu hilang nantinya.
Kebencian dan ketidakpedulian.
Lalu saat memikirkan satu-satunya hal paling rumit di dunia ini selain surat itu, Hinata bertanya-tanya apakah Naruto datang karena rasa tertarik atau karena hal lain.
Seraya menopang dagu menggunakan tangan kanan, tatapan Hinata terus tentuju pada Naruto yang sejak tadi terdiam dan tidak berkutik padahal baru kemarin jika lelaki itu menyukainya. Namun, sekarang sikapnya seolah menyesal telah mengungkapkan perasaan.
Diamnya Naruto seolah tengah mencari alasan untuk menyangkal, atau berusaha mengalihkan pengakuannya kemarin.
Karena hal itu pula, Hinata tidak berniat menegur atau meminta penjelasan pada Naruto. Selain tidak ingin coba-coba menjerumuskan diri, gadis itu juga tidak benar-benar menganggap serius pengakuan Naruto.
"Hinata?"
Mata gadis itu kini beralih menatap rambut Naruto yang tebal setelah beberapa saat jatuh pada wajahnya yang ternyata memang tampan. Namun, ketika Hinata kembali menatap Naruto, lelaki itu justru menunduk.
"Hinata?" Naruto memanggil lagi, tetapi masih dengan menunduk.
"Kau ingin mengatakan sesuatu padaku?" Hinata yang tak sabar pun menantang.
Naruto kini menatap gadis itu. "Pulang sekolah nanti, ikut aku, ya. Ayah dan Ibuku sedang berada di rumah. Mungkin kau ingin bertemu dengan mereka."
"Hah?" Hinata membelalakkan mata dan dagunya terpeleset begitu saja dari tangan begitu mendengar ucapan tak masuk akal dari Naruto.
"Aku sudah meminta Ibu untuk masak yang banyak dan enak-enak. Memang dia jarang di rumah dan jarang memasak, tetapi masakannya benaran enak, kau pasti suka," balas lelaki itu menyombongkan ibunya meski Hinata masih belum paham mengapa dia mengajaknya datang ke rumah.
"Tunggu sebentar." Hinata menyandarkan punggung dan melipat kedua tangannya. "Kau mengajakku datang ke rumahmu, bertemu ayah dan juga ibumu, lalu makan bersama seperti keluarga?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Future
FanfictionAda sebuah surat yang ditujukan kepada Hinata dari seseorang yang mengaku dirinya sepuluh tahun di masa depan. Namun, mustahil sekali. Hinata pikir itu orang iseng, atau kelakuan Uzumaki Naruto yang baru saja pindah sekolah karena lembaran pertama s...