RAINA - 2

82.2K 7.3K 374
                                    

Kesulitanku sejak ditinggal Raka adalah melepaskan diri dari bayangan semu keindahan yang ingin aku ciptakan bersamanya. Jujur, aku tidak pernah memiliki keinginan untuk membangun masa depan dengannya. Tapi itu dulu. Nyatanya waktu menyadarkan aku, bahwa ada Raka yang selama ini aku abaikan.

Nahasnya, saat perasaanku mulai berkembang menjadi rasa cinta. Raka dengan seenaknya pergi dengan alasan mengejar cita-citanya sebagai pilot. See, dia berhasil mematahkan hatiku. Dia memilih untuk tidak menjadikanku kekasihnya pada waktu itu.

Komunikasi kami masih sering dalam tahun-tahun pertama. Kupikir Raka tidak akan menjadikanku kekasihnya, namun setelah beberapa tahun kami LDR, dia datang dan menyatakan keinginannya untuk menjalin hubungan. Akhirnya, kami sepakat untuk menjalin hubungan.

Beberapa bulan setelahnya, Raka tiba-tiba menghilang. Dia hanya sekali dua kali mengunjungiku, sebelum memutuskanku hanya dengan tiga baris kata via SMS. Entah kenapa, Raka bisa setega itu padaku. Apa mungkin dia hanya ingin balas dendam padaku, karena aku terlambat menyadari kalau sebenarnya dia mencintaiku?

Ah, Raka.

And after all this time, you're still the one I love.

Terdengar klise. Tapi, cinta memang seunik itu.

Kuembuskan napas lelah, ternyata hanya dengan memikirkan dan merindukan kenanganku bersama Raka dulu membuat hatiku lelah. Rasanya ingin berhenti, menata kehidupan yang baru. Meski sulit, aku ingin sekali mengubah hidupku yang seperti monokrom ini menjadi pelangi seperti dulu lagi, iya seperti ketika aku bersamanya.

Bermain di rumah Ghina sampai malam, lagi pula kegiatan wanita single sepertiku apalagi selain mengacaukan rumah orang. Termasuk rumah Ghina. Sekarang mau mengajak Ghina shopping tidak sebebas dulu, Ghina mesti izin sama Erfan––suaminya. Dan kampretnya, Erfan tidak pernah mengizinkan Ghina pergi shopping kalo tidak bersamanya.

Ya kali gue dijadiin obat nyamuk.

"Rain, titip Calvin dulu. Laki gue datang kayaknya," ujar Ghina. Mengasongkan Calvin padaku, segera aku menggendong balita bermata minim ini. Dan membiarkan dia menjemput sang pangeran hati yang baru pulang mencari nafkah.

"Weh, tamunya kok gak pernah berubah. Gak bosen tiap hari berkunjung ke istana gue, Rain?"

Itu sindiran garis keras dari Erfan. Aku mendengkus seraya memutar bola mata. "Protes aja lo," balasku.

"Jagoan, Papa. Sini sama Papa." Erfan merentangkan kedua tangannya di depan Calvin, dan Calvin langsung meronta ingin digendong sang Ayah. Erfan mengangkat Calvin tinggi-tinggi, membuat balita itu tergelak. Ah, coba saya aku dan Raka menikah. Pasti bahagia seperti keluarga kecil Ghina.

Ah, kenapa harus Raka lagi?

"Dapat undangan reuni." Erfan mengeluarkan kertas undangan berukuran kecil dari dalam tasnya.

Ghina mengambil undangan itu. "Reuni apa, Yang?"

"SMA Luzardi, angkatan kita."

Aku mengernyit. "Kok, gue nggak dapat?"

"Dapat kali. Cuma dianterin ke rumah lo paling," kata Erfan. "Arman yang punya ide," imbuhnya.

"Arman yang mana, sih?" tanyaku.

"Arman, yang jadi Ketos angkatan kita. Dia bilang udah lama nggak ada acara reuni akbar buat angkatan kita," jelas Erfan.

"Wajib datang nih?"

Erfan mengangkat bahunya. "Nggak harus, sih, tapi barang kali lo kangen teman-teman lo waktu SMA."

"Gak mau datang ah, pasti nanti Raka datang sama anak bininya," cicitku berspekulasi.

RAINA (Pindah Platform)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang