Sunyinya malam ini seakan menjadi saksi bahwa rinduku tak menemukan tempat singgahnya lagi.
Sebenarnya malas untuk ikut reuni, tapi Ghina menyeretku tanpa memedulikan ocehanku yang hampir berbusa. Dia enak, punya gandengan halal. Lalu apa kabar denganku? Bisa-bisa aku jadi cemoohan mereka yang hadir. Aku yakin pertanyaan mereka tidak akan jauh dari kata nikah.
Kapan nikah?
Buruan nikah, nanti stok cowok keburu habis.
Dipikir cowok itu barang langka yang harus dilestarikan.
"Senyum kali, Rain. Kali aja lo di sana ketemu jodoh." Ghina menoleh ke belakang dan tersenyum usil.
"Nanti gue kenalin sama teman yang masih bujangan, Rain. Dia udah mapan bebet, bibit, bobotnya. Tinggal lo tunggangin." Erfan yang mengemudi masih sempet-sempetnya mengedipkan mata jahil padaku dari kaca depan mobil.
"Kampret, Erfan! Paling si Galih kan yang masih bujangan? Ck, bujangan lapuk."
"Nah itu tahu, sama Wisnu satu lagi." Erfan lantas tertawa.
Aku bergidik. "Ih ogah, otak mereka gak beres semua."
Suami-istri bahlul, girang sekali mereka menyambut reuni ini sampai rela menitipkan Calvin sama Neneknya sedangkan mereka berpesta nanti. Sudah aku bayangkan jauh-jauh hari bagaimana jika aku bertemu dengan keluarga Raka nanti? Pasti akan membuat hati dirundung sakit. Sejujurnya aku berdoa supaya Raka mendadak sakit atau mungkin istrinya yang sakit biar dia tidak datang ke acara reuni malam ini.
Mobil Erfan sampai di gedung tempat digelarnya reuni. Sudah cukup ramai, aku juga melihat beberapa teman-teman sekelasku yang hadir sambil bawa pasangan. Tidak sedikit dari mereka yang sudah punya anak dan itu membuatku iri. Keluar dari mobil, aku berlari heboh menghampiri sekumpulan teman-temanku yang sudah menjadi emak-emak tukang rumpi. Ada beberapa yang tampil dengan make up yang berlebihan.
Ck, itu bedak berapa lapis? Ratusan.
Di kelasku kebetulan tidak ada yang cinta lokasi sampai ke pernikahan, jadi para istri atau suami mereka banyak yang tidak kukenal. Mungkin jika aku dan Raka menikah, kita berdua akan jadi pelopor; Teman Tapi Menikah, di kelas IPA-1.
Astaga! Berhenti berkhayal, Raina! Stupid!
"Selamat malam calon istri, cantik sekali malam ini."
Galih dodol! Aku langsung memukul lengannya cukup kencang karena dia lancang merangkul bahuku dan beraninya menyebutku calon istri. Sebenarnya Galih maksa ingin menjemputku, namun aku menolaknya. Dan memilih menumpang di mobil Erfan.
"Mau minum?" tawar Galih.
Walau sebal, aku tetap menerima segelas minuman jus jeruk dari tangan Galih. Terus mengoceh di dalam mobil Erfan tadi membuat tenggorokan kering.
"Rain?"
"Apa?" jawabku ketus.
"Kita udah jalan seminggu lho, sikap lo masih aja dingin sama gue. Harusnya kita sama-sama saling terbuka, Rain. Saling bercerita. Lo cerita kegiatan lo sehari-hari ke gue, gue juga gitu sama lo."
Aku menelan saliva. Memang benar waktu satu bulan yang aku kasih, nyatanya belum bisa kumanfaatkan dengan baik. Rasanya masih terlalu konyol, menerima kehadiran Galih di sekitarku.
"Waktunya masih ada sekitar dua puluh tiga hari lagi kan?"
Galih mengangguk.
"Ya udah tunggu," balasku. Berbalik badan. Niatku mau menghampiri Ghina. Langkahku terhenti, bertepatan dengan hadirnya sosok yang ingin aku hindari.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAINA (Pindah Platform)
Chick-Lit(Pindah ke Innovel dan Goodnovel dengan judul yang sama) Masih tentang Raina yang menunggu, menunggu kedatangan Raka, Raka yang dulu pergi tanpa kepastian, kepastian akan cinta yang berkembang, berkembang di antara mereka berdua. Orang bilang cinta...