Mobil Galih berhenti tepat di depan gerbang rumah Kak Arkan. Aku yang memintanya mengantarku ke sini. Bukan berniat kabur, intinya aku malas pulang. Memilih rumah Kak Arkan sebagai tempat persinggahan dan bukan rumah Kak Arsen karena aku tidak ingin dicerca pertanyaan oleh Kak Arsen. Sedangkan mulutnya Kak Arsen itu cukup pedas.
"Tunggu di sini aja," kataku pada Galih sambil membuka pintu mobil.
"Lama gak?" tanya Galih.
"Gak," jawabku singkat. Turun dari mobil Galih aku segera membuka pintu gerbang rumah Kak Arkan.
Aku suka gaya rumah ini, halaman tidak terlalu luas di bagian depan. Namun Kak Arkan memberi halaman yang luas di bagian belakang rumah, dengan adanya kolam renang dan taman yang dia sediakan untuk bermain anak-anaknya ataupun tempat kumpul keluarga.
"Kak!" Aku berteriak sambil mengetuk pintu.
Tak berselang lama, wajah Kak Arkan muncul dari balik pintu. "Ngapain teriak-teriak? Tamu itu harusnya sopan," tegurnya.
"Kak, aku nginap ya?" Aku menampilkan wajah memelasku senatural mungkin, sebuah trik agar Kak Arkan percaya pada adik cantiknya ini.
"Nginap di mana?"
"Di sini dong. Masa di kandang ayam," balasku nyolot.
Kak Arkan memperhatikanku dari atas sampai bawah dengan ekspresi serius, setelah menatapku penuh kecurigaan tatapannya mengarah pada mobil Galih sekarang.
"Kamu kabur dari rumah?" tebaknya.
Bahuku terangkat dengan santai. "Gak juga, pengin nenangin diri dulu. Gak mau debat panas lagi sama Bunda. Nanti ngalahin panasnya debat capres."
"Diantar siapa kamu?" Kak Arkan menyadari ada mobil lain di depan rumahnya.
"Galih."
"Suruh masuk, Kakak mau ngobrol sama dia."
Aku melongo. Demi apa? Tiba-tiba bulu kuduk merinding. Membayangkan Kak Arkan berbicara dengan kalimat-kalimat sok bijaknya membuatku takut, takut jika ada maksud terselubung di balik kata ngobrol yang dikatakan Kak Arkan tadi.
"Lah, Kak, ngapain?" tanyaku tidak bisa menyembunyikan kekhawatiran.
"Emang gak boleh?" Ia balik bertanya.
"Jangan bicara yang aneh-aneh, Kak."
"Nggak. Udah suruh dia turun. Gak sopan banget sama calon kakak iparnya."
Tidak sopan dari mananya? Belum tentu juga Galih menjadi adik iparnya. Dasar! Kakak posesif. Baik Kak Arkan ataupun Kak Arsen, selalu ikut campur. Atau bisa dibilang ikut menyeleksi setiap lelaki yang menjadi teman atau pacarku.
Malu sebenarnya, pernah pas kuliah dulu. Aku diantar salah satu teman laki-laki ke rumah. Bunda meminta temanku mampir, kebetulan waktu itu ada Kak Arsen di rumah. Tahu apa yang Kak Arsen tanyakan pada waktu itu, dia tanya udah berapa lama pacaran sama Raina?
Ah, kampret memang! Padahal teman laki-lakiku itu sudah punya pacar.
Ya sudah, balik ke persoalan. Tentang Galih. Galih tidak sering bertemu dengan kedua kakakku, karena Kak Arkan dan Kak Arsen sudah berkeluarga, mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Itu cukup menguntungkan buatku.
"Rain! Kok malah ngelamun." Kak Arkan menepuk kedua tangannya di depanku hingga terlonjak.
Jadi, aku melamun?
"Ya udah, bentar." Saat aku berbalik badan, Kak Arkan kembali menginterupsi.
"Kamu mau nginap gak bawa baju?"
KAMU SEDANG MEMBACA
RAINA (Pindah Platform)
ChickLit(Pindah ke Innovel dan Goodnovel dengan judul yang sama) Masih tentang Raina yang menunggu, menunggu kedatangan Raka, Raka yang dulu pergi tanpa kepastian, kepastian akan cinta yang berkembang, berkembang di antara mereka berdua. Orang bilang cinta...